Jumat, 31 Desember 2010

Di Pinggir Jalan Old And New


Malam pergantian tahun. Sebenarnya bagi orang desa sepertiku, tidak ada bedanya antara tahun lama dan tahun baru. Sejak kecil aku tidak pernah diajarkan orangtua untuk meniup terompet atau membakar ikan manakala pergantian tahun.

Namun sejak lima tahun merantau di Jakarta sebagai sopir, dan bergaul dengan masyarakat sekitar tempat tinggalku, akhirnya tanpa bisa menolak pada setiap pergantian tahun, akupun ikut-ikutan membakar ikan dan meniup terompet. Bahkan anakku yang masih berumur 4 tahun sudah mengoleksi sejumlah terompet.

Seusai sholat Isya, di lapangan kecil samping rumah, sudah berkumpul sejumlah orang tua dan mayoritas anak muda beserta anak kecil. Ada yang mempersiapkan pembakaran ikan. Adapula yang mempersiapkan sound system untuk karaoke maupun joget dangdutan. Untuk yang mencoba membawa 'miras' kami para warga sepakat untuk melarangnya.

Tetangga depan rumahku yang orang kaya tidak mau kalah heboh. Bersama anak istrinya malam ini mereka akan merayakan pergantian tahun di sebuah hotel berbintang. Maklumlah beliau seorang pengusaha. Yang mungkin akan dimanfaatkan untuk menambah relasinya.

Sementara asap pembakaran ikan mulai mengepul dengan pekatnya yang berpadu suara musik dangdut, hati ini serasa gelisah tidak tenang. Akupun segera pergi menyusuri jalanan Ibukota seorang diri bersama motor roda dua yang masih kredit. Mataku bagai kamera foto yang merekam tingkah polah anak manusia di jalanan malam tahun baru.

Sulit untuk menceritakan dengan lukisan kata-kata apa yang kulihat malam itu. Yang pastinya semua manusia larut dalam hura-hura atau hore-hore. Tua muda bagai mabok sesuatu. Orang sepertiku hanya mengelus dada melihat anak muda abg lain jenis berpacaran mesra. Mereka mungkin menyangka diri ini sebagai orang yang linglung karena tidak larut dalam suasana hura-hore. Aku hanya duduk di pinggir jalan sebuah taman yang dijadikan tempat hiburan ganti tahun.
Kusempatkan pula telingaku merekam percakapan para rakyat jelata, sambil melihat dari jauh acara di panggung hiburan. Bagi rakyat kelas bawah, pergantian tahun justru saat yang mendebarkan, karena sangat boleh jadi di tahun yang baru ini kebutuhan hidup akan semakin berat seiring naiknya harga barang kebutuhan (sembako).

Menjelang subuh akupun pulang ke rumah, subuh pertama di tahun baru. Tidak ada kesan dan makna yang kudapat kecuali capeknya mata merekam sejumlah kejadian yang tidak layak sejatinya dilakukan di saat pergantian tahun dimana usia bertambah namun jatah umur kian berkurang.

Seiring azan subuh akupun sholat berjama'ah di Masjid dekat rumah, hanya beberapa orang yang ikutan sholat. Yang lainnya mungkin sekali masih terlelap dalam tidur bersama rasa penat meniup terompet dan goyangannya.

Kamis, 30 Desember 2010

PSSI DAN FREEKICK NASIONALISMENYA


Saat tulisan ini dibuat, kejuaraan sepakbola memperebutkan Piala AFF Suzuki baru saja usai. Dan Indonesia(PSSI) menjadi runner upnya.

Selama kejuaraan ini berlangsung, fokus perhatian masyarakat Indonesia seakan tergiring dan tertuju kepada si kulit bundar yang dimainkan oleh Gonzales dkk. Peran mass media begitu jelas untuk mengarahkan perhatian kepada tim sepakbola Indonesia yang cukup mencengangkan dengan sejumlah kemenangan yang berhasil diraihnya dengan perolehan gol spektakuler selama kejuaraan AFF Cup.

Sepakbola adalah olah raga yang paling populer di tanah air kita. Namun belum pernah begitu menghebohkan seperti saat Gonzales dkk berlaga di AFF Cup ini. Lihatlah, PSSI bukan saja menjadi obrolan di warung kopi kelas bawah hingga di perkantoran elit, bahkan pedagang kaos di pasar-pasar juga turut menikamati, dengan laris manisnya kaos merah putih berlambang Garuda di dada.

Gonzales dan kawan-kawan yang menyuguhkan permainan indah walau belum berhasil menjadi juara, seakan embun penyejuk di tengah krisis prestasi olahraga khususnya sepakbola dan umumnya cabang olahraga lain yang cukup populer di Indonesia misalnya bulutangkis. Kecuali itu, PSSI laksana memberikan sebuah tendangan bebas (Free Kick) kepada elit bangsa dan seluruh rakyat Indonesia akan pentingnya memelihara rasa cinta tanah air/ Nasionalisme.

Indonesia sesungguhnya bangsa yang besar. Namun harkat martabat bangsa kita sering dinodai oleh ulah sementara oknum-oknum pejabat yang tidak jujur dan mengkhianati sumpah jabatannya dengan berKKN ria. Belum lagi dengan seringnya kita mendengar dianiya atau tewasnya para pahlawan devisa TKW/TKI di luar negeri. Tentu membuat sedih dan prihatin bagi kita yang masih memiliki jiwa kebangsaan yang tak akan tergadai dengan apapun.

Tentu kita akan merinding saat lagu Indonesia Raya dinyanyikan pada setiap pembukaaan pertandingan sepakbola. Mestinya hal yang sama akan membuat kita benci terhadap praktek-praktek KKN dan para pelaku yang sejatinya mengkhianati rakyat dan negara.

Akhirnya, melalui tulisan sederhana ini, aku ingin mengucapkan Selamat kepada Gonzales dkk meski belum berhasil juara, untuk meneruskan perjuangannya mengibarkan sang dwi warna merah putih ke ujung tiang tertinggi. Semoga masa depan prestasi PSSI lebih baik lagi. Bravo PSSIku.

Selasa, 28 Desember 2010

Antara Istri Judes Atau Mertua Galak ?


Sore itu jam pulang kerja, namun di lobby depan kantor masih ada beberapa kawan yang asyik mengobrol sambil menunggu redanya hujan. Semula aku mengira mereka membicarakan sepakbola atau PSSI, ternyata yang menjadi topik sentral pembahasan obrolan mereka adalah soal rumah tangga.

Adalah kawanku bernama Narsis, ia sejak berumahtangga sepuluh tahun lalu masih tinggal seatap dengan mertuanya. Bukannya tidak mau atau tidak mampu ngontrak rumah, tapi mertuanya sangatlah baik hati. Maklum istrinya mas Narsis ini anak perempuan paling kecil dan satu-satunya. Sementara para kakak ipar telah tinggal berjauhan dari rumah orang tuanya. Bukan hanya fasilitas rumah yang dinikmati oleh mas Narsis, melainkan juga mobil sang mertua. Meski mobil tahun 90an tapi masih oke punya, dan hampir setiap hari ia bawa ke kantor, sekalian manasin mesin. Sang mertua jarang sekali memakainya maklum udah terlalu sepuh.

Mendengar kenikmatan berumah tangga yang dialami mas Narsis, tentu kami semua berdecak kagum dan bergumam dalam hati betapa baiknya mertua Mas Narsis.

Namun Mas Narsis mengakui secara jujur, bahwa hidupnya bukan tanpa tekanan. Sikap istrinya kebalikan dari sang mertua. Bila mertua baik dan penuh kasih sayang padanya, tidaklah demikian untuk sang istri. Mas Narsis sebagai lelaki normal ingin 'dimanja' dan mendapat sentuhan kasih sayang yang lebih aduhai dari istrinya, namun hal itu sangat jarang ia rasakan. Kecuali pada tiap tanggal muda saja.

Berbeda dengan mas Narsis, kawanku yang bernama mas Ego, justru mendapatkan istri yang sangat luar biasa perhatian kepada suami dengan segala kelembutannya. Tidak pernah terlontar kata-kata kasar atau yang menyakitkan hati suami. Sabar dan sangat sabar meski terkadang mendapat tekanan badai ekonomi. Namun mertua mas Ego, adalah mertua yang berwatak keras walau mungkin hatinya baik. Tapi bagi mas Ego suara kritikan dan sindiran sang mertua yang sering dialamatkan kepadanya saat berkunjung ke rumah mertua, sangat mengganggu kenyamanan tidur. Alhasil ia selalu enggan bila diajak sang istri untuk silaturrahim kerumah mertuanya. Karna hampir dipastikan ia akan mendapati wejangan yang memanaskan telinga.

Aku yang sedari tadi mendengar obrolan mereka, akhirnya angkat bicara setelah diminta untuk itu. Aku katakan bahwa hidup di dunia ini tetap saja ada plus minusnya. Tidak ada yang sempurna. Ada mertua baik tapi istrinya judes. Sebaliknya juga demikian. Namun ukuran kebahagiaan berumah tangga adalah saat istri kita mampu menjadi seorang ibu yang baik bagi anak-anak kita. Apalah artinya jika kita sebagai suami diservis istri secara memuaskan namun anak-anak kita tidak merasakan dekapan dan sentuhan kasih sayang dari ibunya yang juga isri kita.

Tak terasa obrolan sore hari selepas jam kerja begitu panjangnya. Hingga azan maghrib terdengar. Dan usai Sholat maghrib di musholla kantor kami pulang karena hujanpun telah reda.

Sabtu, 18 Desember 2010

Bertemu Sri Sultan Hamengkubuwono IX Di Lorong Waktu


Sebagai anak muda yang dilahirkan jauh setelah masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ada rasa ingin tahu dalam hati ini, tentang siapa dan apa peran Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX, dalam sejarah bangsa.

Rasa penasaranku makin berkobar karena hampir tiap malam fokus berita di televisi maupun koran tertuju ke kota Yogyakarta, daerah yang katanya Istimewa itu.

Sebenarnya selama ini aku tidak terlalu suka dengan pelajaran sejarah yang hanya berkisah tentang generasi dulu ataupun peristiwa masa silam dalam lintasan sejarah peradaban manusia.


Pagi itu, pelajaran sejarah berada di jam pertama setelah lonceng masuk. sebagai siswa SMU selama ini aku lebih suka menekuni pelajaran akuntansi atau bahasa inggris dan metematika. Namun ada yang berbeda untuk pagi itu, ada pertanyaan yang tak kuat lagi aku sembunyikan yang hendak ku sampaikan kepada pak guru sejarah.

Maka setelah pak guru sejarah masuk dan bersiap menyampaikan pelajaran. Tiba-tiba jari telunjukku terangkat tinggi. Maka akupun menyampaikan pertanyaan, tentang siapa Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX sekaligus peran apa yang telah diambil oleh kesultanan Yogya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Seisi kelasku terdiam, namun Pak Guru sejarah menjawab pertanyaan dengan tenang dan panjang lebar.

Setelah bangsa kita memproklamasikan kemerdekaannya, hasrat Belanda untuk kembali menjajah ibu pertiwi begitu besar. Maka dengan membonceng tentara sekutu yang hendak melucuti bala tentara Jepang, Belanda bersembunyi di balik baju NICAnya.
Belanda lalu menggunakan berbagai macam cara agar keinginannya untuk menjajah negeri ini tercapai. Dari cara tipu muslihat diplomatik hingga cara kekerasan berupa agresi militer pertama dan kedua.

Dan dalam pandangan Belanda, seluruh wilayah Republik Indonesia, mereka anggap daerah yang sedang memberontak yang dengan itu pula, Belanda merasa bebas melakukan apa saja agar perlawanan rakyat berhenti. Kecuali untuk wilayah keraton Yogya. Bagi Belanda wilayah keraton Yogya dan juga Sultan Yogya tidak boleh diperlakukan sembarangan. Melainkan harus dihormati. Karena nampaknya Belanda menganggap keraton Yogya sesuatu yang berbeda dengan kaum Republik.

Maka bagi rakyat jelata, keraton Yogya adalah tempat aman untuk mengungsi dari gempuran serangan Belanda yang membabi-buta.
Di sinilah peran Sultan Hamengkubuwono IX yang sangat arif, beliau mengizinkan dan membuka lebar-lebar pintu halaman Keraton Yogya bagi tempat pengungsian. Dan beliau secara aktif turut pula berperan dalam adu strategi diplomasi dengan petinggi perwakilan kerajaan Belanda.

Bahkan secara diam diam Sri Sultan memprakarsai serangan umum, yang dipimpin oleh kolonel Soeharto. Serangan umum itu cukup berhasil bagi bergaining posisi diplomatik Indonesia di PBB. Bahwa eksistensi Indonesia masih ada, tidak seperti tuduhan dan propaganda politik Belanda yang mengatakan Indonesia telah selesai.
Dan Sri Sultanpun tidak segan-segan merogoh kocek pribadinya atau keuangan keraton bagi pembayaran gaji pegawai pemerintahan Republik Indonesia.

Kita prihatin atas pemberitaan yang seakan melupakan budi baik dan jasa Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX dan keraton Yogya khususnya serta rakyat Yogyakarta umumnya pada saat Indonesia memasuki fase yang menentukan di awal kemerdekaannya
dulu.
Apakah ini akibat adanya manuver politik tertentu ? Terhadap pertanyaanku ini pak guru sejarah hanya terdiam sambil tersenyum.

Sabtu, 20 November 2010

Oleh-oleh Pulang Haji


Sore itu pulang kerja aku tidak langsung pulang ke rumah. Motor RX King ini membawa diriku menuju rumah seorang kawan kerja sekaligus atasan yang baru pulang dari tanah suci.

Pak Haji dan Bu Haji menyambut kedatanganku dengan semringah, karena kami sejak pagi sudah janjian mau ketemu di rumahnya. Mereka tak lupa bertanya mengapa aku datang sendirian tidak bersama istri.

Sudah tentu yang aku harapkan adalah oleh-oleh dari tanah suci, apakah itu, sajadah, air zam-zam, dan korma. Pak Haji dan Bu Haji nampaknya sudah menyiapkan hal itu sejak saya belum datang ke rumahnya. Terbukti nanti saat aku mau pulang ada bungkusan besar yang diberikan untukku.

Dalam bincang santai di ruang tamu rumah pak Haji malam itu, aku perhatikan aura wajahnya yang teduh dan nampak bersih. Beliau bercerita tentang pengalaman selama di tanah suci. Semakin ia bersemangat dalam bercerita semakin jantung dan nafasku berdegub dan terengah-engah. Betapa tidak ? Siapa yang tidak ingin berangkat Haji ? Siapa yang tidak ingin ziarah ke makam Rasul saw, panutan dan teladan kita ? Bahkan saat pak Haji bertutur sambil menangis, air mataku pun turut meleleh. Beliau bertutur tentang rasa harunya saat berada di depan makam Rasul Muhammad Saw.

Kalau saja jama'ah haji Indonesia berhasil mempertahankan Taqwanya sebagaimana saat di tanah suci, tentu tidak ada lagi KKN di negeri ini. Tidak ada lagi porno wicara, tidak ada lagi pornography, tidak ada lagi tawuran, dan sedikit sekali prilaku dosa lainnya.

Demikian ungkapan hati Pak Haji dan Bu Haji, semogalah mereka berdua menjadi Haji yang mabrur. Oleh-oleh Haji yang paling berharga adalah aura Taqwa yang coba aku ambil dari kisah Pak Haji selama di tanah suci. Bagi diri ini yang belum pernah ke Mekkah dan Madinah semoga tertulari aura Taqwa itu.

Dan malam makin larut,akupun mohon diri dari rumah Pak Haji tak lupa aku berdoa bersama dengannya untuk keberkahan usaha kami.

Kamis, 18 November 2010

Binal Di Jalanan Nyawapun Melayang....


Namanya Mas Songong. Siapa yang tidak mengenalnya seorang pembalap tingkat komplek perumahan. Harus diakui ia memang trampil dalam mengendarai motor. Namun sayang nalurinya sebagai pembalap tidak tersalurkan. Sehingga karirnya sebagai pembalap terhenti hanya pada tingkat komplek perumahan.

Namun bagi Mas Songong, sudah cukup senang memeperoleh pujian cewek-cewek komplek yang bertepuk tangan setiap ia beraktraksi dengan mengangkat roda depan motornya. Hati Mas Songong makin membumbung tinggi manakala tepuk tangan penonton sangat meriah. Gaya atraksinya semakin atraktif.

Tentu kita akan turut bangga jika melihat generasi muda seperti Mas Songong memiliki ketrampilan tertentu seperti jago balap motor selama hal itu disalurkan pada tempatnya. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Mas Songong adalah sosok preman tanggung produk keluarga yang jauh dari nilai ajaran agama.

Bersama konco gengnya, Mas Songong yang siswa sebuah SMU itu, hampir tiap malam selalu membuat gaduh dengan genjrang-genjreng gitarnya. Begitu pula suara knalpot motor yang brisik makin gaduh saja. Rt dan Rwe hanya sabar dan sabar tanpa pernah menegur karena Babenya Mas Songong adalah orang yang berlatar belakang mengerti soal keamanan.

Pendek kata bagi Mas Songong antara kebut-kebutan motor, mabok minuman keras, judi dan gitar adalah rangkaian rukun prinsip hidupnya. Warga hanya bisa berdoa kapankah semua ini kan berakhir. Mungkinkah Allah Swt memberi hidayah kepada Mas Songong ?

Malam menjelang aku tidur, tiba-tiba ada pengumuman di corong Masjid samping rumah. Ada pengumuman warga yang meninggal dunia. Ternyata Mas Songong telah berpulang. Setelah kecelakaan menabrak truk yang berhenti. Ia meninggal saat sedang mabok sambil ngebut. Naudzubillah.

Sejak ia meninggal tidak ada lagi bunyi knalpot brisik dan suara gitar bising ataupun suara gelak tawa beraroma alkohol yang biasa kami dengar di belakang pos Rwe. Jangan kau tanya betapa bersyukurnya warga komplek perumahan kami.

Semoga bermanfaat.

Jumat, 12 November 2010

Teladan Langka Dalam Kabut Hedonis


Sore itu aku duduk di teras rumah sambil menyeruput teh manis berikut pisang gorengnya, hasil karya istri tercinta. Maksudku mau ngobrol berdua istri. Tapi tiba-tiba aku dikejutkan oleh sebuah mobil sedan bagus yang berhenti tepat di depan pintu pagar. Ternyata sahabat lama teman kuliah dulu, ia bernama Mas Sajak e.

Luar biasa kesan dalam hatiku, masih muda namun sudah sekaya ini. Dua tahun lalu ia ke ke rumah naik sepeda motor tapi kini ia telah menjadi seorang usahawan sukses.

Penampilan Mas Sajak E luar biasa jauh beda dengan dua tahun lalu. Setelah jabat tangan penuh akrab kami pun mengobrol santai di teras rumah. Tak lupa istriku menghidangkan teh manis.

Mas Sajak E dalam obrolannya berkisah tentang kesuksesan usaha namun juga berkisah tentang kehancuran rumah tangganya. Kasihan betul kawan ini, gumamku dalam hati.

Usai ia berkisah tentang perjalan hidupnya, akupun mengajak Mas Sajak e pergi ke sebuah rumah besar, letaknya tidak jauh dari rumahku. Kami hanya jalan kaki santai sepuluh menit saja. Mulanya temanku ini tidak tahu untuk apa ia ku ajak ke rumah besar ini.

Di samping rumah besar ini ada Musholla bagus yang menyatu dengan bangunan rumah. Kami berdua duduk lesehan sambil memandang ke arah rumah besar.

Akupun mulai bercerita tentang Pak Haji Barokah. Ia dulu orang biasa. Bahkan dulu tergolong orang tidak mampu. Berbeda dengan kita yang mengeyam sekolah hingga perguruan tinggi. Demikian aku memulai memberi wejangan kepada Mas Sajak E. Namun berkat kegigihan usaha, bersama istrinya yang setia. Kini Pak Haji Barokah termasuk orang kaya yang terpandang dan disegani.

Dengan kekayaan yang ia miliki, tidak membuatnya lupa daratan hingga misalnya menambah nyonya. Walaupun ia sanggup untuk itu. Ia tidak lantas pula memperkaya diri sendiri dengan melupakan kondisi masyarakat sekeliling.

Yang ia lakukan adalah dengan membeli rumah besar ini, lalu ia mendirikan lembaga pendidikan dan ketrampilan. Semua peserta yang ikut dalam lembaga pendidikan ini tidak dikenai biaya. Dana operasional dan gaji tenaga pengajar menjadi tanggungan perusahaan Pak Haji Barokah. Bagi Pak Haji dan keluarganya, kebahagiaan tidak diukur dari harta melimpah yang lalu mencari kepuasan dengan harta itu. Tapi sudah menjadi prinsip hidupnya, kebahagiaan adalah ketika ia mampu berbagi kepada sesama.

Bukan hanya soal pendidikan yang menjadi fokus perhatiannya. Tapi juga soal ekonomi rakyat. Maka di sebelah depan rumah besar ini ada koperasi sekaligus sekolah Bisnisnya.

Mas Sajak E, hanya terdiam mendengar penjelasanku. Apa yang ia lakukan selama ini bertolak belakang dengan apa yang dilakukan oleh Pak Haji Barokah. Bagi Mas Sajak E, uang dan wanita juga harta adalah suatu dogma hidupnya yang sulit untuk ia kalahkan. Maka yang terjadi, meski ia kini kaya namun kebahagiaan tidak kunjung datang.

Menjelang Maghrib Mas Sajak E pamit pulang, katanya mau buru-buru ketemu kawannya. Kamipun lantas bersalaman.

Kamis, 11 November 2010

Diplomasi Bakso Dan Sate Yang Simpatik....


Alhamdulillah....Indonesia baru saja kedatangan tamu yang luar biasa. Bukan soal Amerika Serikatnya semata, tapi faktor pribadi sang tamu yang pernah merasakan 'sejuknya' alam Indonesia. Dia adalah Presiden Obama.

Begitu mendarat di Airport Halim Perdana Kusumah, jutaan pasang mata rakyat Indonesia ingin melihat sosok Obama meski lewat Televisi atau internet. Banyak juga yang melihat dan menyambutnya di pinggir jalan yang dilalui rombongan meski saat itu hujan.

Sejak masa kampanye pemilihan Presiden Amerika Serikat, penulis melihat sosok Obama memiliki kepribadian yang berbeda dari Presiden sebelumnya. Wajah dan senyumnya lebih bersahabat dan agaknya lebih bisa menerima perbedaan pendapat. Pastinya kultur pendidikan keluarga yang mengasuh Obama sangat mempengaruhi kepribadiannya. Sehingga sosoknya jauh dari kesan angkuh dan sombong.

Dan kita rakyat Indonesia telah melihat bagaimana Sang Presiden 'anak menteng dalam' ini berdiplomasi. Obama datang ke Indonesia disambut laksana bagian dari 'keluarga' bangsa Indonesia. Meskipun kita tahu diri untuk tidak banyak berharap kepentingan Indonesia akan diperjuangkannya.

Dalam pandangan penulis yang seorang muslim, sikap penyambutan terhadap Obama cukup bagus. Islam mengajarkan untuk menghormati tamu dan memberi kasih sayang terhadap semua insan. Apapun latar belakang keyakinannya. Dan yang perlu disyukuri pula, bahwa soal tanah suci Palestina juga diangkat dalam pembicaraan tingkat tinggi antara Presiden Obama dan Presiden SBY. Memang kita belum puas terhadap berbagai kebijakan Amerika terhadap dunia Islam, namun kita mesti yakin, bahwa Obama hadir sebagai Presiden Amerika merupakan bagian dari skenario sang Khaliq.

Dari sudut kepentingan ummat Islam di Amerika, sudah tentu sosok Obama bagaikan pohon rindang tempat sejuk untuk berteduh di saat siang yang terik.

Meski sangat singkat kunjungan Barrack Hussein Obama ke Indonesia telah berhasil membangun citra positif bagi Amerika maupun Islam. Semuanya tergantung dari The Man Behind The Gun. Indonesia sebagai negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia adalah model suatu negara yang majemuk penduduknya namun dapat hidup berdampingan secara damai tetapi tetap dinamis.

Akhirnya melalui tulisan sederhana ini, sekali lagi aku ingin mengucapkan selamat kepada rakyat Amerika khususnya warga muslimnya, karena memiliki sosok Presiden seperti Obama.

Cita rasa Bakso dan sate begitu melekat dalam diri Sang Presiden sebagaimana kesejukan alam Indonesia yang nyaman dan bersahabat kepada siapa saja.

Trimakasih.

Selasa, 09 November 2010

Alzheimer Alias Pikun


Dementia Alzheimer/Pikun adalah salah satu bentuk dimensia akibat degenerasi otak yang paling sering ditemukan dan paling ditakuti. Ditemukan oleh Dr.Alois Alzheimer.

Pikun adalah penyakit bukan perjalanan usia tua yang normal. Penyakit ini merupakan masalah dunia. sering menyerang mereka yang berusia lima puluh tahun atau lebih, namun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pula pada mereka yang berusia empat puluh tahun.

Saat ini 4,5 juta orang Amerika menderita penyakit Alzheimer. Mereka memperkirakan pada tahun 2050 akan berkembang mencapai 16 juta orang. Penyebab kematian kedua pada usia dewasa di negara yang sama setelah penyakit kanker. Lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria.

Kejadian kepikunan atau demensia tidak diinginkan oleh setiap individu. Sebab selain tidak mampu untuk merawat diri sendiri, penyandang demensia bisa menimbulkan beban emosional (stress0 anggota keluarga jika mereka tidak paham bahwa itu adalah problem prilaku yang timbul akibat demensia. Selain itu juga dapat menimbulkan beban ekonomi anggota keluarga.

Siapa saja yang bisa terkena penyakit ini ?

A. Latar belakang keluarga ada yang menyandang penyakit demensia Alzheimer.
B. Latar belakang keluarga ada yang menyandang penyakit Parkinson.
C. Latar belakang keluarga ada yang menderita sindroma Down
D. Riwayat Cedera kepala berat.
E. Tingkat pendidikan rendah.
F. Penyakit kelenjar tiroid/ gondok
G. penyakit diabetes melitus/ kencing manis
I. Penyakit stroke.
J. Penyakit hipertensi.

Ada sepuluh gejala penyakit ini :

1. Gangguan daya ingat yang mempengaruhi ketrampilan pekerjaan.
2. Kesulitan melakukan tugas yang biasa dilakukan.
3. Kesulitan berbicara bahasa.
4. Gangguan pengenalan waktu dan tempat.
5. Kesulitan mengambil keputusan yang tepat.
6. Kesulitan berpikir abstrak
7. Salah meletakkan barang
8. Perubahan mood/ alam perasaan dan tingkah laku.
9. Perubahan tingkah laku.
10. Kehilangan inisiatif.

Demikian sedikit tentang Alzheimer semoga bermanfaat.

Senin, 08 November 2010

Ikrar Suci Bangsa Kita


Pagi itu aku datang ke sekolah anak yang dulu juga sekolahku. Bertahun lamanya tidak ke sekolah ini. Biasanya istriku yang selalu mengambil rapor anak. Tapi pagi itu akulah yang mengambil rapornya. Kesempatan ini akan aku gunakan untuk bersilaturrahim dengan bapak ibu guruku yang mungkin masih mengajar di sekolah ini.

Rupanya sebagian besar para guru yang mengajar di sekolah ini adalah guru baru. Termasuk wali kelas anakku. Sehingga sulit menjumpai guru lama yang mungkin guruku dulu.

Usai menerima rapor, akupun bergegas pulang. Namun di parkiran motor, mata ini dari kejauhan melihat sosok tua yang sedang memarkirkan motornya. Memoryku segera ingat beliau adalah Pak guru sejarah. Apa mungkin dia masih mengenalku ? dalam hati aku bertanya sendiri.

Segera saja aku menghampirinya, rupanya beliau masih sangat mengenaliku. Kamipun berpelukan melepas rindu. Maklumlah sudah lebih duapuluh tahun tidak berjumpa. Segera saja Pak guru sejarah ini aku ajak mengobrol di kantin sekolah. sambil menikmati hidangan yang ada.

Mulanya kami berdua saling menanyakan kabar masing-masing. Kemudian pembicaraan berkembang kepada keadaan bangsa dan negara ini. Termasuk perangai ketidakjujuran para oknum elit bangsa ini. Juga berbagai macam bencana alam yang menimpa bangsa ini.

Menurut Pak guru sejarah ini, bangsa kita telah lupa dengan ikrar suci yang itu merupakan kalimat keramat yang memiliki konskwensi yang dalam. Kalimat yang beliau maksudkan adalah kalimat dalam pembukaan undang-undang dasar negara Republik Indonesia. Yang sampai kapanpun selama negara ini ada, kalimat pembukaan itu tidak boleh sedikitpun berubah.

"Atas Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa....." adalah kalimat ikrar suci bangsa kita yang sesungguhnya memiliki implikasi bahwa bangsa ini mesti dan wajib mensyukuri nikamat kemerdekaan yang merupakan Rahmat pemberian Allah Swt. Tentu mensyukuri atau bersyukur maksudnya mentaati secara sungguh-sungguh apapun perintah dari Allah Swt. Apapun agama atau keyakinan seorang Indonesianis, ia harus mematuhi dan mentaati ajaran agama atau keyakinan yang dianutnya.

Sebab menurut Pak guru sejarah ini, para bapak kita "The Founding Fathers" adalah orang yang sangat religius. Mereka sadar betul tanpa Rahmat Kasih Sayang dari Yang Maha Kuasa, sulit bagi kita untuk merdeka. Dan tidak ada satupun agama di Republik ini yang mengizinkan praktek asusila, seperti KKN atau perangai menipu rakyat.

Kiranya Pak guru sejarahku, menangkap suatu hikmah di balik tragedi bencana alam bertubi-tubi yang dialami bangsa kita.

Sebelum mengakhiri wejangannya Pak guru sejarah ini, mengulangi kata-katanya bahwa selama kita lupa atau melupakan ikrar suci kemerdekaan, maka keberkahan hidup dan rejeki tidak akan kita rasakan di negeri ini. Maka beliau mewanti-wanti aku agar tidak termasuk mereka yang memperkaya diri sendiri dengan cara menipu rakyat.

Tak terasa obrolan kami sudah cukup lama, akupun mohon pamit karena hendak berangkat ke kantor, tak lupa aku mencium tangan beliau yang telah sepuh. Aku tak kuasa menahan air mata haru.

Beliau melambaikan tangannya saat motor yang aku naiki beranjak dari sekolah itu.

Moga bermanfaat !

Minggu, 07 November 2010

Ingat Waktu Susah


Perkenalkan namaku Pak Daun. Dari segi pendidikan aku bukan Sarjana. Dari segi keturunan aku bukan pula anak orang berada.
Tekad untuk merubah nasib dari orang miskin di desa begitu menggelora. Setelah menikah dengan istriku yang bernama Narima, aku segera memutuskan untuk berangkat ke kota Jakarta mencari pekerjaan.

Mulanya aku numpang tinggal dan hidup di rumah seorang kawan yang hidup sederhana sebagai tukang ojeg motor di tanjung priok. Istri temanku itu bila pagi jualan nasi uduk. Bila siang hingga sore menjadi pembantu.

Segera saja akupun mencoba pekerjaan yang sama menjadi tukang ojeg. Mulanya tukang ojeg sepeda. Sementara istri memilih profesi yang sama dengan istri temanku yaitu pembantu rumah tangga.

Hari demi hari tahun demi tahun kulalui dengan kesabaran dan kegigihan, Kami pun telah dikaruniai seorang anak. Dan mampu hidup mandiri tidak lagi menumpang dengan temanku yang bernama Mas Lali itu.

Peran dan kebaikan hati istriku luar biasa. Tanpa kenal lelah ia terus bersemangat dalam mendorong diriku untuk giat berikhtiar. Sampai akhirnya kami seakan memiliki keberkahan rezki yang berlimpah-limpah karena usaha yang kami rintis dengan istri makin membesar saja.

Usaha yang kami geluti adalah jual beli baju anak-anak. Dari sekedar usaha sampingan hingga menjadi usaha pokok. Dari belum punya toko hingga punya tiga toko di pasar. Semua keberhasilan ini, peran dan andil istriku tidak terpisahkan.

Setelah punya uang banyak di kantong, mulailah aku digoda. Sebagai lelaki normal, dan masih relatif muda, tentu sangat sulit bila menghadapi godaan wanita. Yang menggodaku adalah tetangga kios kami di pasar. Mulanya curhat biasa lama-lama sering aku bonceng kalau pulang secara sembunyi-sembunyi. Harus kuakui meski janda beranak satu, ia masih cantik.

Aku sadar apa yang kulakukan laksana bermain api. Bila tengah malam saat anak istriku terlelap tidur. Aku sering terbangun sambil termenung. Wajah istri dan ketiga anak, aku pandang satu persatu. Mampukah aku menikah lagi ? Tegakah aku melewati wajah istri yang begitu setia dan luar biasa dalam membantu ikhtiarku ? Mampukah aku menikah lagi, melewati wajah-wajah polos anak-anakku ? sambil merenung tak kurasa air mata ini meleleh membasahi pipi.

Usai sholat subuh di Masjid, pagi itu aku berkata sejujurnya pada istri di kamar. Maka kamipun sepakat untuk tidak lagi berjualan di kios pasar itu.

Demikian sekelumit kisah, saat seorang suami yang digoda wanita. Karena ingat waktu susahnya ia urungkan niat untuk menikah lagi. Moga bermanfaat.

Jumat, 05 November 2010

Baju Kebesaran Semu


Perkenalkan namaku Senior. Sejak kecil oleh orang tua, aku ditanamkan untuk memandang manusia dalam kaca mata perbedaan status sosial yang di milikinya.
Ketika memandang seorang abang becak, berbeda dengan memandang seorang karyawan,memandang seorang tamatan SD berbeda dengan memandang seorang sarjana, semua diukur dari strata sosialnya.

Begitu lepas SMA akupun masuk di sebuah perguruan tinggi yang juga menanamkan hal yang hampir sama. Jika dalam bermasyarakat seseorang aku melihatnya dari latar belakang status sosialnya, maka di perguruan tinggi aku memandang seorang kawan harus pula di lihat dari sisi senior atau yunior.

Begitu selesai kuliah dan mulai berkerja lalu berumah tangga, nilai-nilai ajaran dari orang tua dan dari perguruan tinggi tempat aku kuliah, sangat membekas dan tertanam.

Tidak jauh dari kawasan rumah kami yang bersistem cluster, ada seseorang yang aku memandangnya dengan sebelah mata. Ia bernama pak Juragan. Setiap aku berangkat ke kantor atau pulang kerja, dari dalam mobilku yang berkaca riben, terlihat pak Juragan penampilannya sangat udik. Selalu memakai peci dan sarung.

Pak Juragan tinggal di perumahan penduduk kelas ekonomi, yang berdekatan dengan perumahan cluster tempat kami tinggal yang berklas.
Dalam hati ini selalu menghina, apa dan bagaimana kerjanya pak Juragan. Maka lewat pembantu aku dapat info, rupanya pak Juragan itu kerjanya sebagai tukang Bakso.
Kata pembantuku baksonya enak dan laris. Tapi bagiku, sangatlah hina memakan bakso bikinan seseorang yang tinggal di kawasan kumuh.

Meski seorang muslim, untuk Sholat di Masjid yang terletak tidak jauh dari rumah pak Juragan sangatlah enggan bagiku. Karena nantinya aku akan duduk bersebelahan dengan tukang becak, tukang roti dan berbagai macam manusia kelas rendahan lainnya. Kalaupun mau ke Mesjid, aku Sholat di Masjid yang agak berklas meski harus naik mobil karena letaknya jauh.

Untuk belajar mengaji, anak-anak aku larang bareng anak-anak di Masjid kampung kumuh itu. Prinsip cara memandang seseorang yang kumiliki, juga dimiliki istriku. Apalagi istriku keturunan darah biru.

Sama dengan di rumah, di kantor aku juga demikian berhati-hati dalam bergaul. Seseorang aku bedakan berdasarkan golongan dan jabatannya. Untuk golongan yang lebih rendah, aku memakai wajah formil dalam menghadapinya. Sedang untuk menghadapi golongan yang lebih tinggi, aku sangat berhati-hati dengan wajah segan. Dan untuk yang golongannya sama denganku, aku sedikit akrab saja.

Suatu hari, oleh teman kantor aku diajak untuk sama-sama berangkat haji. Mulanya aku takut. takut uang habislah, takut mati di sana juga takut istri. Tapi oleh kawanku, aku diyakinkan. Bahwa untuk orang sepertiku, pantesnya naik haji dengan ONH PLUS saja. Lebih enak katanya.

Pulang kerja, akupun segera memberitahukan istri tentang ONH PLUS. Mulanya istriku negatif tanggapannya. Setelah ia bertanya kepada Ibu Sugeh teman arisannya, ia berubah fikiran dan setuju untuk bersama berangkat haji.

Singkat cerita, saat pelaksanaan ibadah haji di tanah suci, tanpa terduga, aku bertemu pak Juragan. Ia menyapaku. Dengan rasa ragu campur malu, akhirnya uluran jabat tangannya aku trima. Dan ia memelukku. Dengan baju ihram serba putih yang masih menempel di badan, air mataku berlinang. Betapa selama ini aku telah salah. Paradigma yang kumiliki keliru dalam menilai seseorang. Karena di sisi Allah swt, hakekatnya kita manusia sama saja. Apapun latar belakang status sosialnya. Hanya Taqwa dalam dada yang membedakan derajat manusia.

Rabu, 03 November 2010

Welcome To Indonesia President Obama


Ada rasa bangga dan bahagia sebagai salah seorang rakyat Indonesia, ketika mendengar berita akan berkunjungnya Mr Obama ke negeri kita.
Penulis mencoba menangkap pesan yang terdapat dalam kunjungan tersebut. Tentu sangat subyektif, mengingat penulis hanyalah bagian dari berjuta rakyat Indonesia yang hanya menerima informasi sangat terbatas. Hanya melalui berita di televisi misalnya.

Tapi semogalah apa yang hendak kami tulis ini, merupakan suatu bentuk suara hati yang jujur dari rakyat jelata di Republik Indonesia.

Indonesia adalah sebuah negara yang terdiri dari ribuan pulau dan bermacam-macam suku bangsa, dengan berbagai tradisi dan kepercayaan masing-masing yang di anutnya. Di negeri yang unik ini tidak pernah ada konflik keyakinan lintas generasi. Kalaupun ada konflik antar suku misalnya, dapat segera diatasi. Karena sejatinya hati orang Indonesia sangat terbuka untuk bersahabat. Hal ini terkadang dirusak oleh sebuah rekayasa politik untuk kepentingan tertentu.

Antara Indonesia dan Amerika Serikat memiliki titik persamaan. Misalnya sama-sama pernah mengalami penjajahan. Dan sama-sama memiliki rakyat yang majemuk. Sesungguhnya keanekaragaman latar belakang penduduk pada sebuah bangsa atau negara bukan untuk dipertentangkan melainkan sebuah kekayaan yang indah dan sedap dipandang mata laksana sebuah orkestra simphony yang indah. Tentu ini semua sangat tergantung dari kepiawaian sang konduktor atau derigennya.

Agaknya pesan inilah yang terpenting yang bisa kami tangkap dari kunjungan Presiden AS Barrack Hussein Obama ke Indonesia nanti. Tentu kunjungan beliau tidak sekedar kunjungan nostalgia masa kecilnya yang pernah sekolah di Menteng.
Amerika Serikat tidak pernah bermaksud memusuhi Islam. Lihatlah, kini tidak sedikit rakyat Amerika Serikat telah banyak yang melirik dan memeluk Islam. Dan masa depan peradaban manusia semakin nyata mereka memerlukan sebuah Agama yang mampu beriringan dengan kemajuan budaya dan peradabannya. Sesungguhnya Islamlah yang menjadi solusinya.
Stigma negatif terhadap Islam lahir dari rasa kebencian atau apriori. Perlawanan terhadap Imperialisme yang menjadikan Islam sebagai dinamo perjuangan dengan serta merta divonis 'terorist' secara sepihak. Inilah misalnya yang terjadi di Palestina.
Akhirnya melalui tulisan sederhana ini, kami berharap semogalah kunjungan Mr Obama ke Indonesia akan menjadi angin segar yang harum mewangi tidak saja dalam prespektif kepentingan bangsa Indonesia khususnya tapi juga kepentingan ummat Islam di seluruh dunia pada umumnya.
Moga bermanfaat !

Rabu, 27 Oktober 2010

Mbah Maridjan...Rasa Tanggung Jawabmu Itu


Saat tulisan ini dibuat pusat perhatian mass media pemberitaan di tanah air sedang mengarah ke sosok kakek tua yang akrab dipanggil dengan Mbah Maridjan.

Keberadaan Mbah Maridjan tidak dapat dipisahkan dengan "tingkah-polah" gunung Merapi yang terletak di daerah propinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dan seperti banyak diberitakan Gunung Merapi meletus, dengan memakan banyak korban termasuk Mbah Maridjan ikut gugur.

Sesungguhnya budaya masyarakat Indonesia dan khususnya sebagian masyarakat jawa. Gunung, benda-benda pusaka termasuk makam orang yang dihormati, harus diperlakukan "istimewa". Dan tidak semua orang dapat "berinteraksi" dengan sesuatu yang harus diistimewakan tersebut.

Agaknya inilah yang menjadikan sosok Mbah Maridjan keberadaannya dianggap penting guna "menjinakkan" gunung Merapi apabila mulai "bergaya".
Bagi ummat Islam, segala yang terjadi di muka bumi ini harus diyakini memiliki pesan-pesan hikmah yang harus ditangkap oleh keimanan dalam dada kita. Termasuk peristiwa meletusnya gunung Merapi itu.

Boleh jadi peristiwa itu merupakan isyarat bahwa kita harus banyak berbenah dari alpa dan dosa kepada Allah Swt, yang harus kita yakini pula Gunung Merapi meletus adalah karena izin serta kehendakNYA.

Melalui tulisan sederhana ini aku hanya bermaksud untuk sama-sama mencermati sosok Mbah Maridjan yang sangat risau akan keselamatan masyarakat yang tinggal di lereng gunung Merapi tatkala Gunung Merapi itu mulai "bertingkah".

Sebagai seseorang yang dianggap "bisa berinteraksi" dengan gunung Merapi laksana seorang pawang, Mbah Maridjan sangat menjunjung tinggi amanah yang diembankan kepadanya yang konon sejak Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX. Disini saya mengajak pembaca budiman untuk secara arif melihat hubungan Mbah Maridjan dan gunung Merapi dalam prespektif budaya sebagian masyarakat Jawa.

Hingga titik darah penghabisan, sebuah kalimat yang pantas untuk melukiskan akan pengorbanan Mbah Maridjan terhadap keselamatan masyarakat di sekitar gunung Merapi. Hingga beliaupun rela mengorbankan jiwanya sebagai wujud rasa tanggung jawab yang diyakini telah diembankan kepadanya oleh Ngarso Dhalem Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX.

Kalau saja filosofi rela berkorban demi rakyat banyak, sebagaimana yang telah diperlihatkan oleh Mbah Maridjan, juga dianut oleh banyak pemimpin negeri ini, tentu tidak seperti pemberitaan di mass media akhir-akhir ini. Di mana banyak pejabat atau mantan pejabat berurusan dengan para penegak hukum karena nafsu keserakahan ingin kaya dan kenyang sendiri di atas penderitaan rakyat banyak.

Akhirnya dalam jeritan duka dan pilu di dalam dada kita, melihat potret negeri tercinta ini, mari kita doakan moga arwah Mbah Maridjan dan para korban bencana alam di manapun, semoga diterima disi sang Khaliq Allah Swt...Amiiiin

Moga bermanfaat...

Selasa, 26 Oktober 2010

Mencari Guru Dan Sekolah Terbaik


Setelah pensiun aku bertekad untuk tidak menyerah dengan waktu. Aku tidak ingin menunggu kematian. Maka yang harus aku lakukan adalah mencari pekerjaan dan kuliah lagi. Maka serasa diri ini masih muda. Soal rambut beruban bisa kuatasi dengan menyemir. Soal kebugaran fisik dapat aku atasi dengan rajin olahraga jogging atau main golf.

Pendek kata, aktivitas keseharianku tidak berbeda seperti waktu belum pensiun. Pagi kerja sore hingga malam kuliah lagi. Bila ada waktu senggang aku gunakan untuk menengok cucu atau mencari dan membaca buku terbaru.

Apa yang ada di benak pikiranku adalah berfikir dan terus memikirkan tentang segala yang berhubungan dengan ilmu dunia, tidak ada ruang untuk memikirkan hidup sesudah mati. Telinga ini serasa alergi bila ada yang mengajak bicara tentang Islam apalagi tentang akherat, rasanya aku tutup rapat-rapat.

Istriku berbeda prinsip, dia adalah aktivis pengajian ibu-ibu. Sering sekali rumahku dijadikan tempat pengajian. Sering pula aku diajaknya untuk ikut mendengarkan santapan rohani dari seorang ustadz, namun aku lebih suka pergi main golf atau pergi ke toko buku mencari buku baru.

Bapak sibuk siang malam. Bapak jarang di rumah. Biarpun udah pensiun bapak masih giat bekerja dan kuliah lagi. Inilah kata-kata yang sering dijadikan alasan oleh istri manakala para tetangga menanyakan tentang diriku. Bahkan anak-anakku yang sudah rumah tangga semua dan hidup mapan, untuk dapat berjumpa denganku tidak mudah. Harus membuat janji dulu. Kalaupun ada masalah hanya melalui telpon untuk membicarakannya.

Namun harus aku akui, semakin belajar dan mengejar ilmu dunia rasanya selalu kurang dan kurang terus. Dan makin penasaran untuk mencari tempat kuliah dan guru yang terbaik sesuai disiplin ilmu yang aku pelajari. Pokoknya asal aku tamat program S1 bidang suatu bidang studi akan aku lanjutkan untuk kuliah lagi mengambil bidang studi lainnya. Terus dan terus begitu.

Hingga suatu pagi terbetik berita bahwa tetangga sebelah meninggal dunia. Sebenarnya aku paling alergi dan takut bila datang ke tempat orang kematian. Namun karena yang meninggal ini adalah tetangga dekat, maka terpaksa aku harus mendatanginya.

Dari mulai memndikan mayatnya hingga mengkafani serta menguburkannya tanpa sadar, mataku menyaksikan meski di hati ada rasa takut tapi mau. Rekaman peristiwa itu terus membayang di memory fikiranku. Hingga larut malam saat istriku sholat tahajjud. Aku tidak bisa tidur dalam gelisah tak menentu. Apalagi saat istriku membaca Alqur'an.

Saat subuh tiba aku yang biasanya jarang sholat, hari itu badan dan jiwaku serasa ringan untuk sholat subuh. Aku tersadarkan dalam tafakur seusai sholat, bahwa umurku telah tua. Betapapun aku berusaha menghindari kematian, ternyata kedatangannya makin dekat dan tambah mendekat saja.

Ternyata aku telah menemukan guru dan sekolah terbaik untuk menyadarkan jiwa gersang yang selalu tidak pernah merasa puas ini, yaitu kematian.
Moga bermanfaat....

Senin, 25 Oktober 2010

Bukan Mereka Tapi KIta


Bukan mereka tapi kita, adalah jawabanku saat seorang teman mengeluh, karena hanya kami berdua saja yang peduli terhadap suatu masalah.....
Berikut contoh kasusnya....

1. Pada Saat Ronda Sisikamling. Malam itu hujan cukup lebat di kawasan perumahan kami yang terletak di perumahan BTN Pondok Ungu Permai Bekasi. Namun malam itu aku harus keluar rumah meskipun suhu udara dingin dan matapun berat karena mengantuk. Jam 00.00 tengah malam. Sesampainya di Pos Ronda, hanya kami berdua yang datang memenuhi jadwal giliran jaga. Seharusnya bila regu kami datang semua, akan ada 7 anggota. Setelah ditunggu-tunggu tetap saja kami berdua. Yang lainnya kemana ? Kawanku mengeluh dan berkata," mereka yang tidak datang kok enak sekali".
Lalu kujawab,"Biarkan saja mereka, sesuatu kebaikan tidak usah menunggu mereka tapi kita."

2. Pada saat kerja bakti. Sudah menjadi kewajiban rutin setiap bulan sekali, warga perumahan kami mengadakan kegiatan kerja bakti membersihkan sampah di lingkungan perumahan. Ternyata hanya beberapa warga saja yang datang utuk kerja bakti. Pada saat seperti itu, seorang kawan bertanya," kenapa mereka yang lain tidak datang ?" Dan kujawab," Untuk kebaikan bukan mereka tapi kita".


3. Pada Saat Hiruk Pikuk Kepadatan Lalu lintas. Betapa banyak pengendara motor maupun mobil yang tidak sabar saat mengalami kemacetan dan kepadatan lalu lintas di Jakarta. Sehingga banyak yang melanggar peraturan lalu lintas. Pada saat seperti itu, kawanku mengeluh dan mengajakku unuk berbuat hal yang sama salahnya dengan mereka yang melanggar. Namun kutolak sambil kukatakan, untuk taat peraturan bukan mereka tapi kita.

4. Untuk Sebuah kepedulian sosial. Usai sholat ashar di Masjid. Seperti biasa aku tidak langsung pulang. Kusempatkan diri ini untuk mengobrol dengan sesama jama'ah masjid. Sore itu kami bertiga mengobrol membicarakan berbagai persoalan dan tukar fikiran. Tak lama kemudian, kawanku memberitahu bahwa ada seorang anggota jama'ah Masjid yang sakit dan tidak memiliki biaya untuk berobat serta belum ada satu orangpun yang membezuk di rumahnya. Maka aku putuskan untuk mengajak kawanku untuk menjenguk dan aku ambil inisiatif untuk memulai menggalang dana. Ternyata kawanku ada yang berkata, sebaiknya menunggu mereka para jama'ah yang lainnya. Perkataannya ini langsung aku jawab, untuk kebaikan bukan mereka tapi kitalah yang memulai.

5. Dalam mendidik Anak. Istriku berkata, banyak orang tua yang tidak memperhatikan pendidkan akhlaq seorang anak. Akibatnya bsnysk anak remsjs ysng kecanduan narkoba hingga Nudzubillah tewas over dosis. Mereka para orang tua itu bagaimana kok bisa lalai mendidik moralitas anak ? demikian pertanyaan istriku, dan langsung aku jawab, " bukan mereka tapi kita yang harus pandai dan cermat mendidik moralitas atau Akhlaq anak".

6. Ada kalanya bukan lagi mereka atau kita yang harus mengawali berbuat baik, tapi diri sendiri dulu. Seperti saat Sholat subuh tiba, belum ada yang azan, sebab muazinnya sedang pulang kampung. Maka diri ini yang harus azan.


Semogalah tulisan dan contoh sederhana ini menyadarkan kita, untuk pekerjaan yang tidak ada imbalan materinya amatlah sulit walaupun hal itu suatu kebajikan yang hakiki. Semoga bermanfaat.

Minggu, 24 Oktober 2010

Tetangga Baru Yang Fenomenal


Sudah lebih dari setahun, rumah di sebelah rumah kami kosong. Tapi hari itu akan segera di tempati oleh sebuah keluarga yang baru membelinya.

Hari ahad pagi menjelang zhuhur, ada sebuah mobil truk yang berhenti tepat di samping rumah kami.

Sebagai tetangga dan orang lama yang menetap di kawasan perumahan BTN di Bekasi, aku mencoba mendekat dan menghampiri mereka yang sibuk menurunkan berbagai barang rumah tangga. Ada tempat tidur, lemari, kompor dsb.

Rupanya kedatanganku disambut oleh tuan rumah. Umurnya masih muda sekitar tiga puluhan tahun. Ia memperkenalkan diri dengan nama Tarbawi. Sambil membantu menurunkan barang dari Truk, Mas Tarbawi menjelaskan bahwa rumah ini telah dibeli olehnya. Dan ia pun cerita baru memiliki satu orang anak menjelang dua. Anak pertamanya bernama Nisa.

Hari berganti hari dengan cepatnya. Ada fenomena yang menarik dari tampilan kehidupan tetangga sebelah. Mas Tarbawi itu meski masih muda namun sangat rajin pergi sholat di Masjid yang tidak jauh letaknya. Berbeda dengan diriku. Jangankan pergi sholat di Masjid, di rumahpun aku sering tidak sholat. Aku lebih suka menghabiskan waktu dengan memperbaiki motor atau menonton televisi ketimbang melangkahkan kaki menuju Masjid terdekat.

Kecuali itu, keluarga Mas Tarbawi ini aneh juga. Anaknya memanggil dirinya sebagai ayah dengan panggilan Abi dan ibunya dengan panggilan Ummi. Sesuatu yang menarik dan asing di telingaku. Bukan hanya itu, istrinya Mas Tarbawi jika keluar rumah membeli sesuatu di warung, selalu memakai tutup kepala dan kakinya selalu memakai kaos kaki. Sesuatu yang betul-betul membuat aku tertawa geli dalam hati. Hal ini sering aku diskusikan dengan istri.

Bahkan saat aku ke rumahnya untuk meminjam gergaji atau apapun, manakala Mas Tarbawi tidak sedang ada di rumah, istrinya agak lama baru keluar untuk membuka pintu. Rupanya ia mesti memakai baju dan penutup kepalanya terlebih dulu.

Di balik keanehan yang melekat pada keluarga Mas Tarbawi, namun sesungguhnya kami warga perumahan yang tinggal satu RT dengannya sangat bersimpati dan menaroh rasa hormat. Karena Mas Tarbawi pribadinya ramah mudah bergaul. Demikian pula istrinya.

Sudah lebih dari dua bulan ini, anak-anak warga perumahan kami, setiap habis Maghrib hingga Isya belajar membaca Al-qur'an dengan istri Mas Tarbawi yang biasa mereka panggil dengan panggilan ibu Ummi.

Sewaktu anak kedua Mas Tarbawi lahir, sore itu kami diundang ke rumahnya. Ada apa ini ? Rupanya mau membaca doa bersama sebagai ungkapan rasa syukur. Dari seorang ustadz yang memberi wejangan, aku baru tahu, acara ini disebut dengan Aqiqah. Sepulang dari rumah Mas Tarbawi, kami warga yang hadir diberi bungkusan yang berisi makanan nasi dan sayur Gule kambing dan sedikit Sate beberapa tusuk. Selain itu, ada buku kecil yang terselip di dalam bungkusan makanan itu. Oh rupanya buku tentang apa dan bagaimana Aqiqah itu. Lengkap dengan nama dan alamat perusahaan, tempat di mana kambingnya di beli lalu dipotong dan dimasak menjadi sate gule. Tertera di buku ini Barokah Aqiqah telponnya 02196374238. Buku ini lalu kusimpan dan akan kuberikan pada menantu yang akan melahirkan.

Seusai sholat zhuhur di musholla kantor, ada acara pengajian. Tidak seperti biasanya diriku tertarik untuk ikut. Ternyata penceramah membahas masalah keharusan menutup aurat bagi setiap muslimah dewasa. Aku jadi teringat istri Mas Tarbawi dan anaknya meskipun masih kecil tapi telah dibiasakan memakai penutup kepala jika keluar rumah. Aku baru tahu kemudian, penutup kepala itu bernama Jilbab.

Tahun terus berganti, satu persatu kaum ibu muslimah di kawasan perumahan kami, kini makin banyak saja yang memakai Jilbab. Termasuk istriku. Dan makin sering saja petugas pengantar hidangan Aqiqah dari Barokah Aqiqah, keluar masuk komplek kawasan perumahan ini. Pertanda makin banyak saja yang mengadakan acara Aqiqahan.

Semoga kisah singkat dari tetangga baru kami yang fenomenal, dapat menjadi motivasi agar kita dapat menjadi agen perubahan ke arah kebajikan.

Kamis, 21 Oktober 2010

Menemukan Prima Causa Di Telaga Sarangan


Perkenalkan namaku Telmi. Sejak kecil aku dibesarkan di lingkungan keluarga berada secara materi berkecukupan bahkan lebih.

Bila dirimu menyenangi hidup dalam ketaatan beragama, tidak demikian denganku. Bagi diriku agama bukan sesuatu urusan penting. Karena sifatnya abstrak bahkan berbau mistik dan takhayul belaka. Dalam benakku yang terpenting adalah sekolah setinggi-tingginya dan lalu mencari kerja atau meneruskan usaha orang tua untuk mendapatkan uang yang banyak. Asal tidak melanggar peraturan dan undang-undang negara kebahagiaan dengan uang banyak akan diperoleh.

Hal inilah yang ditanamkan dalam pendidkan keluargaku sejak kecil hingga aku memiliki istri dan anak.
Di KTP aku mengaku beragama Islam tetapi dalam pandanganku Islam diperlukan hanya pada saat Sunatan; kawinan dan kematian. Di luar itu uang dan uang yang berbicara.

Suatu pagi, lupa tanggalnya tapi yang kuingat medio april 2006. Langkah kaki ini yang akan menuju ke ruang kerja terhenti, untuk membaca pengumuman yang terpasang di papan informasi samping resepsionis kantor.

Rupanya pengumuman Family Tour. sebuah acara rutin kantor setiap sekal setahun. Lokasinya di sebuah telaga namanya Sarangan. Mulanya aku tidak begitu tertarik, namun atasan dan bawahanku mengajak-ngajak. Akhirnya akupun bersedia ikut.

Kepada panitia aku mencari info tentang apa dan bagaimana telaga sarangan . Memang aku pernah mendengar lokasi wisata itu namun tidak terlalu menarik hati ini untuk memperhatikan. Yang kusukai berlibur itu di Mall sambil belanja atau mengajak anak istri berenang di kolam renang.
Bersama istri dan ketiga anakku akhirnya ikut rombongan wisata ke telaga sarangan. Ada lima bus yang membawa para peserta. Telag sarangan terletak di kota magetan jawa timur. Sedang kami berkerja dan tinggal di kota Semarang. Waktu perjalanan kurang lebih 3 jam.

Di dalam bus aku duduk bersama istri di deretan bangku depan. Semakin mendekati lokasi wisata telaga sarangan, ada perasaan kagum dan haru betapa cantiknya panorama alam yang menghijau. Awan putih yang sedikit menyelimuti puncak gunung Lawu makin membuat hati ini terpana kagum.

Alangkah luar biasanya lukisan alam ini gumamku dalam hati saat melihat kemolekan nan permai telaga sarangan dari dekat. Sementara anak-anakku berlarian senang dan istriku asyik ngobrol dengan temannya sesama istri karyawan kantor, aku berdiri dan tertegun penuh perasaan yang mengharu biru. Betapa maha sempurnanya lukisan alam ini.

Pohon-pohon pinus yang lebat seakan berbaris rapih di lereng dan ngarai gunung Lawu seta angin gunungnya yang bertiup dingin makin membuat jiwa ini hanyut dalam rasa kekaguman.

Para peserta sibuk dengan suka rianya masing-masing begitu pula anak dan istriku. Namun aku banyak terdiam dengan perasaan hati tak menentu. Bahkan saat diajak istri makan dengan membuka perbekalan akupun tidak bergairah makan.

Di Saat perasaan hatiku berkecamuk tak menentu, tiba-tiba dikejutkan suara yang sayup-sayup sampai. Suara yang seakan dibawa terbang angin gunung itu benar-benar masuk lewat telingaku dan merasuk sdalam-dalamnya dalam relung jiwaku yang terdalam membuat aku menangis dalam diam. suara itu adalah suara azan zhuhur. Istriku bertanya kenapa Mas ? Kok mukamu pucat ? Nangis lagi ?

Akupun sedih sekali, ingin sholat tapi belum tahu caranya. Aku bertekad sesampainya nanti di rumah setelah pulang dari wisata ini, aku akan belajar sholat. Tapi kepada siapa, aku minta akan minta diajari sholat ? Biarlah malu tinggal malu.

Sesampainya di rumah atau dua hari sesudah acara wisata itu, aku memberanikan diri melangkahkan kaki menuju Masjid yang terletak di luar kompleks rumah kami yang bersistem cluster. Aku kenal imamnya walau aku juga sebenarnya malu, karena setiap kali dia datang kerumah, pembantu sering aku suruh untuk berkata kepadanya aku sedang istirahat tidak bisa diganggu. Alasan ini sengaja, agar aku tidak membayar sumbangan untuk Masjid.

Alhamdulillah sejak saat itu kami sekeluarga les private agama Islam dan tahun ini aku dan istri akan berangkat Haji. Semoga bermanfaat.

Rabu, 20 Oktober 2010

Bawa Isi Hatiku Ke Jakarta


Sore itu usai sudah aku memeriksa keuangan kantor cabang di daerah Bandung selatan. Sebuah kawasan yang indah, adem nan asri.

Setelah berpamitan dengan kepala cabang dan para stafnya, akupun bergegas menuju mobil yang akan membawaku kembali ke Jakarta.

Baru setengah jam perjalanan, ban mobil tiba-tiba kempes. Beruntung, tukang tambal ban tidak terlalu jauh.

Sambil menunggu ban mobil di tambal, aku coba menghampiri para penduduk desa yang sedari tadi memperhatikan ke arah mobil kami. Mereka sedang duduk ngobrol di pos jaga kampung. Jumlah mereka enam orang. Ada beberapa yang sepuh tapi ada pula yang masih relatif muda.

Setelah mengucapkan salam dan berjabatan tangan, segera saja kucoba mengajak mereka bercakap-cakap.

Salah satu dari mereka yang sudah lumayan sepuh namun masih terlihat sehat, kuketahui kemudian bernama Pak Veteran. Ia memang mantan pejuang kemerdekaan yang telah berusia lanjut. Namun tutur katanya masih cukup jelas.

Ia berkata, tolong sampaikan salamku kepada para pejabat di Ibukota. Sebagai mantan pejuang saya prihatin atas banyaknya mantan pejabat yang masuk tahanan. Hampir tiap malam berita di televisi yang ada hanyalah berita pengadilan bagi para mantan pejabat. Apalagi jika terjadi bencana alam tambah menyedihkan.

Sambil menyeruput kopi, ia kembali berujar, kalau masa kami dulu, berperang melawan Belanda yang menjajah. Tapi kini perangnya melawan diri sendiri, melawan hawa nafsu. Nafsu untuk memperkaya diri. Sementara rakyat jelata selalu rela hidup prihatin.

Begitu berat pesan bapak Veteran ini hingga aku mendengar sambil tertunduk diam.

Anak-anak muda di kampung ini, banyak yang cari pekerjaan ke kota besar. Lepas sekolah mereka mencari penghidupan ke Bandung atau Jakarta, sedangkan lapangan kerja di kota sangatlah sulit, kembali pak Veteran berujar.

Anak Jakarta, kalau engkau sedang kaya janganlah berfoya-foya. Kalu isi dompetmu sedang penuh jangan lupa bersedekah. Di kampung sini tidak ada Mall, tapi kami sudah cukup senang melihatnya di televisi, demikian pak Veteran bertutur yang dalam kurasakan di hati.

Sekali lagi anak muda, kita telah merdeka dari penjajahan fisik. Namun bangsa kita belum mencapai tujuan dan harapan kemerdekaannya. Maka tolong sampaikan isi hatiku ke pejabat-pejabat di Jakarta, walau kami sebagai rakyat hidup dalam suasana prihatin, namun kami tetap memiliki rasa cinta kepada tanah air. Berbeda dengan mereka para koruptor yang sejatinya pengkhianat bangsa, demikian pak Veteran mencoba mengakhiri pesan dari guratan hatinya.

Tidak sepatah katapun yang keluar dari mulutku selain diam merekam curahan hati pak Veteran.
Dari kejauhan kulihat, driver mobil jemputan melambaikan tangannya pertanda mobil telah siap kembali melanjutkan perjalanan.

Dengan segera pula aku berpamitan dengan mereka untuk kembali ke Jakarta. Semoga bermanfaat.

Selasa, 19 Oktober 2010

Dunia Tak Sedaun Kelor

Usai makan siang di kantin kantor, akupun bergegas-gegas sholat zhuhur di Musholla kantor. Sebagaimana biasanya usai sholat akupun membaringkan badan di karpet adem Musholla, sambil melepas kepenatan dan melepas sejenak beban fikiran setelah dari pagi memory otakku dijejali angka-angka laporan keuangan.

Satu persatu teman kerja kembali ke ruangannya masing-masing. Namun aku masih bertahan sambil berbaring tidur-tidur ayam di Musholla kantor. Suasana makin sepi dan mata ini mulai menemukan fokusnya untuk terrlelap sejenak. Menjelang mata ini hanyut dalam alam mimpi tiba-tiba badanku ada yang menggoyang-goyangkan. Aku terkejut. Ternyata aku dibangunkan oleh seorang rekan kerja lain bagian. Posisinya di Divisi IT namanya Ir Kasmaran. Usianya masih muda sekali. Selisih 15 tahun denganku.

Ia membangunkan diriku untuk curhat. Sambil meminta saran terhadap masalah yang ia hadapi. Mas Ir Kasmaran ini masih muda, pintar pula dan gajinya cukup lumayan besar. Mobilpun sering gonta-ganti. Tapi dia masih bujangan.

Suasana Musholla memang sudah sepi. Tinggal saya berdua dengannya. Maka Mas Ir Kasmaran membeberkan suasana hatinya yang berkecamuk.

Ir Kasmaran memang telah memiliki tambatan hati sejak mereka SMA dulu. Sebenarnya mereka sudah merencanakan waktu pernikahan. Kurang dari dua tahun lagi. Namun kenyataanya pihak kekasih hati Mas Ir Kasmaran ini berubah 180 derajat. Kekasih hatinya berpaling ke lain orang. Sebabnya anda sudah bisa menebak tentu. Faktor materilah yang menjadi penyebabnya.
Kalau soal ganteng Ir Kasmaran lebih ganteng. Soal pendidikan hampir sama. Mas Ir Kasmaran S1 sedangkan lelaki yang menyabotase cintanya kepada sang kekasih memiliki ijazah S2 itupun baru lulus.
Kelebihan yang dimiliki oleh lelaki itu, adalah kerena anak orang berada. Karena rasa cintanya yang sangat dalam kepada sang kekasih, Ir. Kasmaran sangat terpukul sedih. Ia konon jadi malas makan kerjapun rasanya tidak semangat.

Setelah usai mendengar segala uneg-uneg hati dari Ir Kasmaran. Maka giliranku untuk mencoba memberi pandangan. Bahwa dalam Islam tidak pernah ada satu ayat dan haditspun yang membolehkan atau mengajarkan seorang lelaki berpacaran dengan wanita. Yang ada hanyalah proses perkenalan lewat pihak ketiga misalnya guru ngajinya atau seseorang yang dipercaya. Itupun dengan catatan hanya jika kedua belah pihak memang akan menyegerakan proses pernikahan. Bukan untuk satu tahun atau dua tahun lagi baru menikah bahkan lebih dari itu. Kalaupun mau berpacaran menikmati manisnya madu cinta, nanti saja setelah menikah. Halal 100persen.

Dan rasa cinta kepada Allah dan Rosul bagi seorang muslim harus diatas segala cinta kepada siapa dan apapun juga. Insya Allah bila demikian kita terhindar dari patah hati karena cinta ditolak.
Kepada sahabatku Ir Kasmaran, aku besarkan harapan hatinya. Bahwa ia sebagai orang yang pintar, penghasilannya pun lumayan besar. Jangan takut kehabisan wanita bagi lelaki seganteng dan sepintar beliau. Sekaligus aku menawarkan jasa untuk mencarikan jodoh baginya dari akhwat keputrian Masjid komplek rumahku.

Sebagai lelaki jangan cengeng bila ditinggal kekasih hati karena dunia tak sedaun kelor. Maksud hatiku ingin lebih banyak memberi wejangan kepada Ir Kasmaran, tetapi tanpa tersa azan Ashar berkumandang.

Hari senen lalu, aku tekejut, karena di meja kerjaku di kantor ada amplop rapih warna pink. Setelah kubuka ternyata bio data dan foto berwarna postcard milik Ir Kasmaran. Rupanya ia tertarik dengan ajakanku untuk segera diproses ta'aruf dengan seorang akhwat.

Semoga bermanfaat.....

Senin, 18 Oktober 2010

Merasa Bisa Bukan Bisa Merasa


Di sebuah perusahaan swasta terkenal terjadi pergantian para kepala cabangnya di daerah secara besar-besaran. Sebagai sebuah upaya penyegaran sekaligus penghargaan bagi staf berprestasi untuk menempati posisi di kantor cabang yang omzet penjualannya tinggi.

Bagi mereka yang terpilih menduduki jabatan kepala cabang, merupakan suatu penghormatan dan impian jika terpilih di kantor cabang yang favorit. Karena sudah pasti akan mendapat fasilitas gaji plus tunjangan serta fasilitas rumah dan mobil.

Adalah Mr Petruk ia menduduki kepala kantor cabang yang termasuk favorit. Namun prestasinya dua tahun terakhir sangatlah menurun. Omzetnya sangat jauh dari standar.

Pintu kamar hotel tempat aku menginap sore itu diketuk dari luar. Ku kira room boy yang mengantarkan minuman pesanan. Ternyata Mr Petruk yang datang. Setelah kupersilahkan masuk ia lalu basa basi sambil kami ngobrol dengannya. Tapi dalam hati ini sudah bisa menebak, bahwa Mr Petruk ingin mengadakan lobby denganku sebagai ketua panitya penilai dan pengawas kinerja kantor-kantor cabang.

Di satu sisi aku adalah kepercayaan Big boss dari Jakarta yang secara rutin datang ke kantor-kantor cabang di daerah untuk mengadakan penilaian dari dekat. Namun di sisi lain aku sering menemui tantangan untuk menjaga kepercayaan yang telah di berikan Big boss di kantor pusat Jakarta.

Mr Petruk adalah salah satu contoh kepala kantor cabang yang tidak berprestasi namun ia ingin tetap menduduki jabatannya itu. Maka kata-kata rayuan manis betul-betul menghujani hati ini. Mr Petruk sebenarnya kawan lamaku. Kami dulu sama-sama memulai karir di perusahaan ini dari sales keliling kampung ke kampung.

Sore itu aku betul-betul menghadapi dilema yang sulit. Satu sisi Mr Petruk adalah teman seperjuangan namun di sisi lain prestasinya sangat buruk. Bukan masalah mobil baru yang ia janjikan padaku bila ia tetap memegang jabatan di kantor cabang itu. Namun aku juga punya rasa kasihan kepadanya. Dilema yang kualami ini belum pernah sesulit ini. Biasanya aku cukup mampu dan tegar berkata Tidak kepada siapapun yang coba merayu dan menyuap. Tapi kali ini kenapa berat sekali.

Kami berdua terdiam lama. Hingga kumandang azan Maghrib terdengar dari celah-celah jendela hotel. Akupun izin sholat maghrib sembari mohon kepada Allah Swt kekuatan bathin agar mampu berkata "tidak bisa" kepada Mr Petruk.

Sementara aku sholat Mr Petruk tetap duduk sambil mengutak-atik handphonenya. Di sujud yang terakhir dalam sholat maghrib itu aku berdoa dalam hati semoga Allah memberi ketegaran kepadaku.

Usai sholat yang aku rasakan dalam jiwa ini ketenangan dan ketegaran. Alhamdulillah. Dengan pelan aku coba susun kalimat. Bahwa permintaan Mr Petruk tidak dapat aku luluskan. Mendengar hal ini, ia naik pitam dan membentak kasar kepadaku. Sambil ia balik badan keluar kamar hotel. Aku hanya beristighfar.

Rencananya aku pulang ke jakarta dengan penerbangan kedua. Namun semalaman di kamar hotel aku tidak bisa tidur. Maka kuputuskan untuk berangkat pulang ke Jakarta esok pagi. Dan sebelum subuh aku sudah di Airport kota itu.

Beginilah sekelumit resiko pekerjaan yang dapat kuceritakan kepadamu. Untuk tahun ini aku mengundurkan diri sebagai ketua dan anggota panitya Tim penilai dan penyeleksi kinerja para kepala cabang di daerah.

Kecuali iming-iming harta tidak sedikit pula kepala cabang, yang jika aku, mau menyiapkan wanita teman kencan di hotel. Maka untuk menjadi anggota tim penilai kinerja para kepala kantor cabang ini, apalagi menjadi ketuanya, tidak sedikit yang tergiur dan berusaha cari muka di depan big boss. Dan rasa iri hati kepadaku dapat aku rasakan. Karena sudah tiga tahun berturut-turut aku terpilih sebagai ketua tim.

Pada saat big boss bertanya mengapa aku mengundurkan diri, dengan halus aku menjawab bahwa aku bisa merasa bukan merasa bisa.

Lebih baik menjadi staf kantor biasa namun memiliki kebahgiaan dan ketenangan jiwa untuk selalu bisa makan malam bersama anak istri yang selalu menanti dengan setia di rumah. Semoga ada manfaatnya.

Sabtu, 16 Oktober 2010

Sang Pemimpin Di Hati Rakyat


Perhatian dunia saat tulisan ini di buat tengah tertuju kepada Presiden Chili Sebastian Pinera.
Rasa peduli terhadap tindakan penyelamatan nasib rakyatnya yang tejebak dalam tambang, telah mendapat pujian dan ucapan selamat juga rasa kagum dari banyak pemimpin dan rakyat dari banyak negara.

Apa yang Presiden Chili telah lakukan merupakan wujud nyata dari rasa cinta kepada rakyatnya. Rasa cintanya itu bukan kamuflase murahan untuk memperoleh dukungan suara kemenangan pada pemilihan Presiden. Rasa cintanya merupakan sesuatu yang suci yang lahir dari lubuk hati yang terdalam. Bukankah Presiden Sebastian Pinera rela berpelukan dengan para pekerja tambang yang berhasil diselamatkan. Tidak peduli dengan bau badan para pekerja tambang itu meski sudah lebih dua bulan mereka tidak pernah mandi. Seuatu yang hampir mustahil dilakukan oleh pemimpin negara yang badannya akrab dengan parfum wangi mahal.

Sesungguhnya dalam ajaran Islam pemimipin adalah pelayan masyarakat atau khadimul ummah. Dia mencintai rakyatnya dan rakyatnyapun mencintainya. Rakyat ada di hatinya, sebaliknya diapun ada di hati rakyatnya.

Dalam Islam. Seorang imam dalam sholat berjamaah yang terlalu panjang dalam membaca surat dalam Al-qur'an yang seakan tidak peduli akan suara anak kecil yang menangis, pernah ditegur oleh Rasul Muhammad Saw. Ini menggambarkan betapa seorang pemimpin mesti peduli kondisi dan keadaan rakyatnya.

Nabi Muhammad Saw menjelang ajalnya yang beliau sebut-sebut adalah pengikutnya.
Semua khalifah dalam Islam seperti Umar Bin Khatab sangatlah peduli akan derita rakyatnya. Beliau sering mengantarkan langsung gandum kepada rakyatnya yang membutuhkan.

Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki banyak kepribadian pemimpin yang layak untuk diteladani. Mereka adalah pemimpin yang rakyat selalu di hatinya. Dan walau merekla telah tiada, namun nama besarnya telah terpatri di hati rakyatnya bahkan secara turun temurun. Lihatlah di dalam rumah-rumah rakyat di pelosok Indonesia, foto para bapak bangsa sekaligus bapak rakyat itu masih menempel di dinding rumah rakyat yang sederhana. Ini membuktikan kecintaan rakyat yang besar kepada pemimpin yang dekat dengan rakyat.

Ada beberapa nama yang menurutku merupakan contoh pemimpin rakyat Indonesia yang hingga kini tetap melekat di kebanyakan hati sanubari rakyat kita.

1. Bung Karno.
2. Muhammad Natsir.
3. Jenderal Sudirman.
4. Jenderal M.Yusuf.

Konon. Apabila ada sebuah kapal laut yang akan tenggelam. Kapten kapal adalah orang yang terakhir yang boleh menyelematkan diri setelah seluruh penumpang telah keluar kapal untuk tindakan penyelamatan.

Semoga tulisan sederhana ini dapat menggugah kita semua untuk selalu merindukan sosok pemimpin bangsa yang selalu rakyat ada di hatinya dan rakyatnyapun selalu mencintai dan mengenangnya walau mereka telah tiada.
Dan melalui tulisan ini pula kuucapkan Selamat kepada rakyat Chili yang memiliki pemimpin yang berhati mulia. Trimakasih

Jumat, 15 Oktober 2010

Yang Salah Belanda


Malam itu aku bosan melihat semua acara TV yang membosankan. sementara jam di dinding sudah jam 9 malam. Anak istri sudah terlelap tidur. Mau ikut tidur tapi mataku belum mengantuk. Sementara di luar sana sayup-sayup semakin ramai para tetanggaku asyik mengobrol di pos keamanan samping rumah. Kayaknya menarik untuk ikutan nimbrung.

Maka segera saja aku matikan televisi, dan setelah ganti baju aku segera keluar rumah. Mulanya aku tidak langsung menghampiri mereka. tetapi dari jauh mencoba mendengar apa dan siapa yang dibicarakan dan bicara. Sambil kaki ini melangkah pelan menghampiri.

Di pos keamanan itu ada empat orang yang membicarakan keadaan lingkungan perumahan kami hingga masalah negara yang carut marut. Nada pembicaraan mereka makin seru karena saling adu argumen. Dan tidak ada yang mau kalah.

Empat orang tetanggaku itu bernama Pak Lambe, Pak ilat, Pak Mulut, Pak Dover. Berikut kutipan percakapannya....

Pak lambe berkata : Sebenarnya Rt yang harus bertanggung jawab atas terjadinya banjir karena tidak pernah menyuruh warganya kerjabakti membersihkan selokan.

Pak ilat berkata : Bukannya Rt yang salah tapi Rw yang salah. Kenapa sudah tahu di lingkungan kita seringh terjadi banjir, tidak pernah menyuruh para Rtnya untuk menggerakkan warganya kerja bakti.

Pak Mulut berkata : Bukan Rt atau Rw yang salah tapi walikota atau gubernurnya tidak responsif terhadap persoalan banjir. Jadinya begini tiap hujan lebat selalu banjir.

Pak Dover berkata : Negara kita udah amburadul makanya udah kagak ada yang benar. Salah semuanya. Rt salah Rw salah Walikota salah Gubernur apalagi.

Pak ilat berkata : Sudah tidak ada lagi yang bisa dipercaya di negeri ini, semuanya pada tidak jujur kepada rakyatnya.

Kini giliran diriku berkata : Daripada kita menyalahkan orang lebih baik sesuatu kebaikan itu dimulai dari diri kita masing-masing dahulu. Masalah kebersihan lingkungan mulailah dari memeriksa saluran got di sekitar rumah masing-masing. Tidak usah nunggu Rt atau Rw.
Demikian pula masalah kejujuran tidak usah menyalahkan pejabat-pejabat yang di atas, tapi mulailah dari diri kita terlebih dulu.
Dan bila mau menyalahkan atau mencari kambing hitam yang paling bertanggunhg jawab kenapa ini bisa terjadi salahkan saja Belanda, kenapa dulu mereka menjajah bangsa kita. Akibat penjajahan Belanda, banyak oknum bangsa kita mewarisi moralitas negatif kaum penjajah. Yaitu senang memerintah, senang disanjung, senang dipertuankan, senang menindas. Bukan melayani tapi minta dilayani.

Tak lama setelah aku berbicara, satu persatu kami yang berdialog di pos keamanan akhirnya pulang ke rumah masing-masing. Dan akupun turut pulang dan langsung menuju tempat tidur. Semoga bermanfaat...

Kamis, 14 Oktober 2010

Terjebak Sanjungan


Saya adalah Presiden direktur sebuah perusahaan swasta. Dalam membesarkan perusahaan ini, saya memulai dari titik nol. Seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya perusahaan telah mencapai prestasi terbaiknya selama sepuluh tahun berdiri.

Banyak asam garam atau pahit getir pengalaman yang kuperoleh. Salah satunya adalah yang ingin aku ceritakan kepadamu.

Tentu saja untuk meraih sukses dalam bisnis, saya selaku Presiden direktur, mengambil kebijakan extra ketat terhadap masalah keuangan dan juga rekruitmen tenaga kerja khususnya para staf office.

Para staf itu adalah lulusan yang memiliki nilai prestasi tinggi di sekolah mereka. Untuk seleksi tahap akhir penerimaan mereka, saya sendiri yang mengujinya.

Adalah Mr Chary dan Miss Mukey dua staf kepercayaanku. Mr Chary aku percayakan sebagai manager purchasing dan Miss Mukey sebagai manager keuangan. Kedua orang ini merupakan orang yang sangat aku percaya. Fasilitas yang diberikan padanya sangat lengkap, dari mobil hingga rumah dan perabotan di dalamnya.

Harus di akui dua orang staf ini memiliki kapasitas otak yang cemerlang. Pada setiap rapat ia dapat segera memahami dan mewujudkan apa yang aku inginkan selaku Presiden direktur. Ditambah lagi budi bahasa yang mereka miliki membuat hatiku serasa adem tentram juga fikiranku jauh dari kepanikan bila mereka memberi laporan lisan atau tulisan.

Dari mulut mereka aku menangkap kesan mereka adalah pribadi tangguh dan ulet dalam berkerja dan dalam membela kepentingan perusahaan dari unsur-unsur yang merongrong dan merugikan. Maka untuk menghargai jasa-jasa mereka tiap tahun selalu aku ajak berlibur gratis ke luar negeri.

Memasuki tahun kesebelas dari usia perusahaan ini, ternyata ujian cukup berat bagi kelanjutan usaha ini. Persaingan ketat ditambah harga bahan baku yang mahal membuat aku berfikir keras untuk mencegah penyusutan biaya dan kerugian.

Kecuali Mr Chary dan Miss Mukey, aku juga memiliki staf lain. Namanya Mr Vholoz. Stafku yang satu ini, meski kapasitasnya juga llumayan pintar, namun dalam penyampaian laporan dan anlisa keuangan dan usaha pada setiap rapat, sering membuat jantungku berdebar-debar. Apa yang ia laporkan sering membuat tidurku tidak nyenyak. Mr Vholoz aku percayakan sebagai staf Expor dan Impor.

Sore itu, tidak seperti biasanya, seusai rapat melelahkan yang membahas keuangan dan kinerja perusahaan, entah mengapa aku ingin berbicara empat mata saja dengan Mr Vholoz. Semula niatku ini ditentang oleh Mr Chary dan Miss Mukey. Tapi aku betul-betul terusik dengan laporan Mr Vholoz yang berisi kebocoran keuangan perusahaan yang seharusnya bisa dicegah sejak lama.

Maka kuajak Mr Vholoz berbicara empat mata di apartemenku. Ada hal aneh yang terlihat dari jendela apartemenku di tingkat 9. Aku melihat di parkiran mobil nampaknya Mr Vholoz sedang bicara serius dengan Mr Chary dan Miss Mukey. Aku baru sadar rupanya mobil Mr Vholoz yang menuju apartemenku diikuti oleh Mr Chary dan Miss Mukey. Ada apa ini ? Aku pura-pura tidak tahu dulu.

Mr Vholozpun masuk sendirian di ruang tamu apartemenku. setelah ngobrol basa basi akhirnya aku korek keterangan yang jujur dan jelas dari Mr Vholoz yang semula berusaha menutup-nutupi tentang kebocoran keuangan yang terjadi di perusahaan kami.

Akhirnya setelah kupelajari data dan fakta, aku berkesimpulan, aku telah tertipu oleh dua orang staf yaitu Mr Chary dan Miss Mukey. Mereka memang orang pintar. Tapi dengan kepintarannya telah menipuku dengan laporan asal bapak senang. Dari lidahnya keluar kata-kata manis yang menyanjung-nyanjung diriku. Tapi di balik itu semua ada racun yang berbisa.

Semoga dirimu bila sedang berkuasa tidak mabok sanjungan. Ketahuilah meski kritikan itu sakit dan pahit, sesungguhnya itu lebih baik daripada sanjungan palsu yang keluar dari mulut mereka yang suka 'cari muka'. Semoga bermanfaat.

Rabu, 13 Oktober 2010

Atas Nama Cinta


Cinta adalah sesuatu yang membuat kita rela berkorban. Berikut contoh-contoh pengorbanan karena Cinta.....

1. seorang Ibu merelakan ginjalnya diambil dan dijual demi uang untuk biaya pengobatan anaknya. Atas nama cinta.

2. seorang prajurit rela mati di medan tempur demi harga diri dan kehormatan bangsanya. Atas nama cinta.

3. seorang kapten kapal, yang kapalnya tenggelam demi tindakan penyelamatan penumpang yang hanyut, rela melepaskan diri dari tali jala regu penolong yang coba menyelamatkannya. Atas nama cinta sang Kaptenpun tewas.

4. seorang Nabi rela akan menyembelih anaknya karena kecintaan kepada Allah azza wa jalla.

5. seorang gadis rela menyerahkan kehormatannya kepada kekasih hatinya. Atas nama cinta buta.

6. seorang guru agama rela berpayah-payah siang malam tidak kenal lelah masuk keluar kampung mengajarkan dan menyadarkan ummatnya, atas nama Cinta.

7. seorang ibu tidak enak makan melihat anaknya sedang sakit. Atas nama Cinta.

8. Seorang Ayah rela berkerja dengan resiko tinggi demi mencari nafkah buat keluarga, atas nama Cinta.

9. seorang kader partai rela menjual mobilnya demi biaya perjuangan partai, atas nama cinta.

10. seorang supporter klub sepakbola rela berdesak-desakkan dan bahkan tewas, karena cintanya kepada klub sepakbola itu.

11. para pemudik rela menunggu penjualan karcis kereta berjam-jam bahkan menginap di depan loket, demi rasa cintanya kepada kampung halaman.

Demikian sekelumit wujud cinta dan pengorbanan. Bagi seorang muslim kecintaan kepada ajaran Islam merupakan kecintaan yang tertinggi. Semoga bermanfaat.

Selasa, 12 Oktober 2010

Bagaimana Nanti Saja....


Inilah jawaban seseorang yang kurang hati-hati dalam meengambil keputusan. Hawa nafsunya lebih dominan daripada pertimbangan rasio yang sehat. Akibatnya rasa penyesalan datang selalu terlambat. Berikut contoh-contohnya....

A. seorang kawanku yang berkerja di sebuah perusahaan otomotif terkenal, tergiur untuk mengambil pesangon. Padahal ia berkerja sudah cukup mapan dan mantap. Ketika diingatkan agar jangan tergesa-gesa mengambil keputusan, ia menjawab, bagaimana nanti saja. Akibatnya uang pesangon habis usaha tidak jalan....

B. seorang kawan yang hendak menikah lagi, sudah sering diingatkan terhadap resiko yang akan dihadapi. tapi ia selalu menjawab, bagaimana nanti saja. Akibatnya dalam mengelola dua rumah tangga memang tidak mudah. dan akhirnya dapat anda bayangkan.

C. seorang kawan yang tergiur iming-iming sales mobil, ia ingin membeli mobil secara kredit. Ketika diingatkan agar betul-betul diperhitungkan, ia menjawab, bagaimana nanti sajalah. Akibatnya antara pendapatan dan pengeluaran tidak seimbang. Akhirnya mobil itu dijual murah dan rugi.

D. seorang teman pelajar yang baru lulus SMA ingin segera menikahi gadis pujaannya padahal masa depannya masih sangat menantang. Ketika diingatkan agar jangan terburu-buru menikah, ia menjawab, bagaimana nanti sajalah. Akibatnya memang tidak seindah yang ia khayalkan.

E. seorang teman yang tidak memiliki SIM motor, hendak pergi ke daerah kota. Ketika diingatkan agar mengurungkan niatnya, ia menjawab, bagaimana nanti sajalah. Akibatnya ia berurusan dengan Polisi dan harus membayar tilang.

F. Seorang teman yang hendak ujian akhir, dia santai dan tidak mau belajar. Ketika diingatkan agar rajin belajar, ia menjawab, bagaimana nanti sajalah. Akibatnya ia tidak lulus.

G. Seorang kawan saat ia masih memiliki rizki yang banyak, ketika diingatkan agar menabung jangan foya-foya karena anak-anaknya masih membutuhkan biaya banyak, ia menjawab, bagaimana nanti sajalah. Akibatnya ketika roda kehidupannya berputar ke bawah, ia menyesal dan yang menjadi korban adalah anak-anaknya.

H. Seorang kawan yang begitu bersemangat dalam merokok sejak mudanya, ketika diingatkan agar mengurangi atau berhenti merokok demi kesehatannya, ia menjawab, bagaimana saja nanti. Akibatnya ia kini rajin ke rumah sakit.

I. Ketika masuk waktu sholat, seorang kawan aku ingatkan agar bersegera menunaikan kewajibannya itu, mumpung kesempatan sangat lapang. tapi berkata, bagaimana nanti sajalah. Akibatnya kesempatan lapang itu berganti dengan kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Akhirnya dia tidak sholat Naudzubillah.


Demikian contoh-contoh jawaban yang menyesal kemudian. Seharusnya bukan bagaimana nanti tetapi nanti bagaimana ??
Sesal dahulu pendapatan sesal kemuidian tiada berguna ! dan hidup kita di dunia ini hanya sekali....sebagai sebab yang akibatnya akan kita peroleh nanti di akherat. ingatlah tidak ada hidup ulangan sebagimana ada ujian ulangan layaknya di sekolah. Wallahu 'alam. Semoga bermanfaat.