Tampilkan postingan dengan label kios pasar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kios pasar. Tampilkan semua postingan

Kamis, 03 Februari 2011

Tidak Takut Celaan Orang


Roda kehidupan selalu berputar. Kala di atas harus pandai bersyukur dan kala di bawah harus pula pandai bersabar.

Sepenggal kisah hidupku sebagai seorang istri yang suaminya terkena PHK karena pabriknya tutup.

Sedih dan kalut begitu menerima kenyataan suami terkena PHK. Sedang anak-anak masih kecil dan pastinya butuh biaya untuk sekolah. Semasa suami berkerja dengan pekerjaannya yang mapan, soal biaya hidup dan biaya sekolah tidak pernah menjadi masalah. Tapi kini saat roda kehidupan berputar ke bawah semuanya menjadi lain.

Sementara suami mencari pekerjaan baru yang tentunya sulit, sebagai istri aku harus memutar otak agar bagaimana dapat membantu berputarnya roda ekonomi keluarga.

Meminta solusi dengan saudara ternyata tidak ada yang peduli. Curhat ke tetangga ternyata hanya jadi bahan obrolan saja. Kemana lagi mencari tempat mengadu.
Mulanya ada rasa malu, ada rasa gengsi, ada rasa takut disorakin tetangga saat aku memutuskan mau usaha jualan soto ayam di pasar.

Dan memang benar, bagai supporter sepak bola yang hanya pandai bersorak dan mencaci, tidak sedikit para tetanggaku yang tega bersikap demikian kepada kami orang susah. Padahal saat kami hidup mapan berkecukupan, para tetanggaku bersikap segan berbalut senyum ramah penuh sanjung. Dan saat itu kami tidak sadar akan sikap kamuflase mereka yang pastinya kami juga tidak lantas sombong saat uang banyak.

Akhirnya, telinga kami tutup rapat-rapat. Dengan hanya berharap pertolongan Allah swt,,,Bismillah... gerobak soto ini kami dorong berdua suami tiap pagi menuju pasar komplek.

Prinsip yang kami pakai adalah 'tidak takut celaan orang yang suka mencela'.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahunpun cepat berlalu. Alhamdulillah kami telah berhasil melewati masa sulit. Semuanya terlewati dengan penuh pengorbanan lahir bathin. Tidur malam yang sedikit, badan yang serasa remuk redam. Ada keringat dan air mata. Namun semuanya serasa hilang saat wisuda sarjana anak pertamaku berlangsung.

Usaha jualan soto ayam ini tetap kami geluti meski suami telah memiliki pekerjaan yang layak kembali. Demikian sekelumit kisah perjuangan seorang istri. Moga bermanfaat !

Minggu, 07 November 2010

Ingat Waktu Susah


Perkenalkan namaku Pak Daun. Dari segi pendidikan aku bukan Sarjana. Dari segi keturunan aku bukan pula anak orang berada.
Tekad untuk merubah nasib dari orang miskin di desa begitu menggelora. Setelah menikah dengan istriku yang bernama Narima, aku segera memutuskan untuk berangkat ke kota Jakarta mencari pekerjaan.

Mulanya aku numpang tinggal dan hidup di rumah seorang kawan yang hidup sederhana sebagai tukang ojeg motor di tanjung priok. Istri temanku itu bila pagi jualan nasi uduk. Bila siang hingga sore menjadi pembantu.

Segera saja akupun mencoba pekerjaan yang sama menjadi tukang ojeg. Mulanya tukang ojeg sepeda. Sementara istri memilih profesi yang sama dengan istri temanku yaitu pembantu rumah tangga.

Hari demi hari tahun demi tahun kulalui dengan kesabaran dan kegigihan, Kami pun telah dikaruniai seorang anak. Dan mampu hidup mandiri tidak lagi menumpang dengan temanku yang bernama Mas Lali itu.

Peran dan kebaikan hati istriku luar biasa. Tanpa kenal lelah ia terus bersemangat dalam mendorong diriku untuk giat berikhtiar. Sampai akhirnya kami seakan memiliki keberkahan rezki yang berlimpah-limpah karena usaha yang kami rintis dengan istri makin membesar saja.

Usaha yang kami geluti adalah jual beli baju anak-anak. Dari sekedar usaha sampingan hingga menjadi usaha pokok. Dari belum punya toko hingga punya tiga toko di pasar. Semua keberhasilan ini, peran dan andil istriku tidak terpisahkan.

Setelah punya uang banyak di kantong, mulailah aku digoda. Sebagai lelaki normal, dan masih relatif muda, tentu sangat sulit bila menghadapi godaan wanita. Yang menggodaku adalah tetangga kios kami di pasar. Mulanya curhat biasa lama-lama sering aku bonceng kalau pulang secara sembunyi-sembunyi. Harus kuakui meski janda beranak satu, ia masih cantik.

Aku sadar apa yang kulakukan laksana bermain api. Bila tengah malam saat anak istriku terlelap tidur. Aku sering terbangun sambil termenung. Wajah istri dan ketiga anak, aku pandang satu persatu. Mampukah aku menikah lagi ? Tegakah aku melewati wajah istri yang begitu setia dan luar biasa dalam membantu ikhtiarku ? Mampukah aku menikah lagi, melewati wajah-wajah polos anak-anakku ? sambil merenung tak kurasa air mata ini meleleh membasahi pipi.

Usai sholat subuh di Masjid, pagi itu aku berkata sejujurnya pada istri di kamar. Maka kamipun sepakat untuk tidak lagi berjualan di kios pasar itu.

Demikian sekelumit kisah, saat seorang suami yang digoda wanita. Karena ingat waktu susahnya ia urungkan niat untuk menikah lagi. Moga bermanfaat.