Jumat, 06 Mei 2011

Bangun Tidurnya Hindia Belanda


Pulang sekolah aku belajar bernyanyi. Sebuah lagu baru judulnya Indonesia Raya. Siang sebelum pulang, oleh Bapak guru, kami para anak muridnya diajarkan lagu itu.

Bapak guru berpesan, agar kami para siswa-siswi hati-hati dalam menyanyikan lagu ini. Jangan sampai ketahuan guru dan orang Belanda. Itu makanya sebelum mengajarkan lagu ini, pak guru memeriksa tiap ruangan sekolah apakah ada guru bangsa Belanda yang masih berada di sekolah.

Untuk yang ketiga kalinya aku diajarkan lagu ini. Saat ini hampir hapal. Ada perasaan bergemuruh di dada pada setiap menyanyikannya. Selepas maghrib, anak-anak kampung yang biasa mengaji AlQur'an di surau, aku ajarkan lagu ini. Kebetulan Ayahku yang biasa mengajar, sedang pergi ke sebuah pertemuan. Dari ibu aku mendengar, katanya Haji Cokroaminoto baru datang dari Surabaya ke kota kami. Dan ayahku salah seorang muridnya.


Kecuali mengajarkan lagu Indonesia Raya, akupun sering memberi penjelasan kepada para teman sepermainan tentang apa itu Indonesia. Tentu saja apa yang aku lakukan membuat khawatir orang tua terutama ibu. Maklumlah mata-mata Belanda dan 'Marsose' (Polisi Belanda) sering beroperasi hingga di dalam jalan perkampungan.

Suatu hari aku diajak Ayah ke rumah seorang temannya. Aku menyimak pembicaraan mereka. Nama Soekarno menjadi sesuatu yang menarik untuk aku ingat selalu. Sebab Ayah dan kedua temannya membicarakan nama Soekarno hingga dua jam lebih.

Di sekolah akupun bertanya secara bisik bisik kepada pak guru tentang siapa Soekarno itu ? Akupun makin penasaran setelah mendengar jawaban dari pak guru. Ingin rasanya mendengar dan bertemu kangsung dengan Soekarno.

Rasa benci kepada bangsa penjajah yang bergelora dalam dadaku ternyata sulit untuk aku tularkan kepada sesama rakyat Hindia Belanda. Mereka kebanyakan lebih suka memilih sikap pasrah nasib dijajah Belanda. Rasa muakku melihat wajah Ratu Belanda yang fotonya terpampang di depan kelas, hanya sedikit teman yang tertulari. Kebanyakan terlanjur takut siksaan 'Marsose'.

Bangsa ini bangsa besar dan kaya. Anugerah alamnya banyak dicuri dan dirampas bangsa penjajah. Harga dirinya pun telah lama terinjak dan hampir mustahil dimunculkan. Terlena oleh upah uang gulden yang tak seberapa.

Aku sadar masih perlu banyak lagi jiwa-jiwa yang harus dibangunkan dari alam tidur keterjajahan. Di depan papan tulis kelas ini aku menemukan jawabannya. Bangsa ini harus disadarkan dengan pendidikan. Sebuah jalan panjang memang !

Kamis, 21 April 2011

Di Sini Bukan Negeri "Pengantin".


Aku mendapat inspirasi untuk menulis artikel ini saat melintas di jalan Sultan Hasanuddin. Oleh penjajah Belanda sosok pribadi Hasanuddin mendapat gelar "Ayam Jantan Dari Timur". Hal ini disebabkan prinsipnya yang pantang menyerah.

Tidak terhitung jumlah pusara dari para kusuma bangsa yang telah gugur mengusir kaum kolonial. Di antara mereka bahkan ada yang tak dikenal identitasnya. Yang pasti apa yang mereka telah korbankan hanya dan untuk kebahagiaan generasi penerus dalam wadah negara Indonesia yang merdeka.

Dari album sejarah kita dapat menyimpulkan betapa para pejuang Indonesia yang namanya banyak diabadikan sebagai nama jalan, adalah sosok pemberani nan gigih dalam memperjuangkan cita dan cintanya untuk negeri ini. Segala pahit getir perjuangan ditempuh dengan sabar dan ketabahan jiwa yang tinggi. Bahkan jika nyawa harus berpisah dengan badan dilaluinya dengan cara jantan ksatria.

Kita merasa prihatin sedih karena sifat kepahlawanan dari para kusuma bangsa itu, ternyata tidak dapat diwarisi oleh sebagian dari kita.

Di negeri kita ada dua prilaku terkutuk. Keduanya adalah prilaku teroris. Yang satu memakai jubah agama dan yang satu memakai dasi atau bergincu tebal. Demi memperjuangkan apa yang diyakini, teroris berjubah agama tidak segan untuk menghancurkan diri, tidak peduli orang tak berdosa terkena akibatnya. Baginya yang penting telah menjadi seorang 'pengantin' yang akan disambut bidadari sorga.

Sedangkan bagi teroris berdasi atau bergincu tebal, harta kekayaan dunia adalah sesuatu yang utama, tak peduli dengan cara korupsi dsb. Baginya yang penting kaya, masa bodoh rakyat kecil yang terugikan karena perangainya.

Melalui tulisan sederhana ini, aku mengajak kepada mereka para simpatisan teroris berjubah agama untuk beradu kebolehan atau kepintaran (Fastabiqul Khairat) dalam merebut simpati hati rakyat Indonesia. Untuk melihat "tatanan samawi" terpraktekkan secara nyata memang perlu waktu bahkan lintas generasi. Justru dengan menebar nafsu menjadi "penganten" akan menimbulkan antipati tak berkesudahan terhadap keagungan "tatanan samawi" itu sendiri.

Di sisi lain memang negeri ini bukan negeri para "penganten". Negeri ini adalah negeri para pahlawan kebenaran yang gigih nan jantan dan slalu menyatu dengan rakyat. Siapa yang tidak membuat hati rakyat terluka itulah pemenang sejati. Maka urungkan niat menjadi "penganten" jika akan hanya menyakiti rakyat. Mengapa tidak kau siapkan dirimu berkerja untuk rakyat Indonesia dengan kejujuran dan profesionalitas !?

Trimakasih Moga Ada Manfaatnya.

RA Kartini Mutiara Islam Dalam Kabut Sejarah


Tidak banyak orang tahu, bahwa judul buku Habis Gelap Terbitlah Terang karya RA. Kartini, terinspirasi firman Allah Swt dalam kitab Al Qur'an surah Al Baqarah ayat 257.

Hasrat RA Kartini untuk mempelajari Islam banyak mengalami hambatan baik dari lingkungan keluarganya juga kaum penjajah Belanda.

Di zaman penjajahan Belanda, untuk menemukan terjemahan Al Qur'an dalam bahasa Indonesia amat sulit. Oleh seorang guru agama Islam (Kyai) RA Kartini secara tekun mempelajari ayat demi ayat dari kitab Al Qur'an. Hingga sampailah ia mempelajari dan memahami ayat ke 257 dari surat Al Baqarah.

Seorang penulis sejarah RA Kartini yang bernama Budi Darmawan menulis dalam bukunya Tragedi Kartini Dalam Pertarungan Ideology, menuturkan betapa hasrat ingin tahu RA Kartini terhadap isi kitab suci Al Qur'an begitu kuat, sayang untuk mencapai hal itu ia mesti menunggu kedatangan sang Kyai yang tidak tiap malam dapat ia jumpai.

Sejarah bangsa kita perlu dicermati sejernih-jernihnya, karena ada upaya menutupi keakuratan faktanya bagi maksud politik tertentu. Dalam istilah lain disebut dengan "Distorsi Sejarah".

Akibatnya RA Kartini seakan milik mereka yang 'kakinya tidak akrab dengan lantai Masjid '. Bila kabut sejarah RA Kartini tersibak dengan jujur, akan terlihat betapa beliau adalah juga mutiara Islam yang dimiliki oleh negeri kita.

Demikianlah, akibatnya lebih menyedihkan, ketika sosok RA Kartini dijadikan simbol emansipasi wanita secara berlebihan. Sedang secara kodrati wanita disamping memiliki kelebihannya juga kelemahan dibanding kaum pria.

Distorsi sejarah sudah berlangsung lama di negeri ini, dan merupakan bagian dari grand strategy pihak tertentu agar rakyat Indonesia yang mayoritas muslim, jauh dari agamanya, untuk tidak mengatakan membenci.

Melalui tulisan sederhana ini aku mengajak generasi muda untuk lebih giat dan jernih dalam memandang dan mempelajari sejarah. Semoga realita sejarah akan mampu membangkitkan cinta kepada negeri ini yang merupakan nikmat pemberian Allah swt. Yang justru akhir-akhir ini dirusak oleh 'teroris' berjubah maupun 'teroris' berdasi.

Trimakasih moga ada manfaatnya.

Sabtu, 16 April 2011

Lowongan Menjadi "Pandu Ibu Pertiwi"


Bagi kita rakyat Indonesia yang memiliki rasa cinta tanah air, sudah pasti akan merinding dan berdegub jantungnya manakala mendengar lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan.

"Di sanalah aku berdiri, jadi pandu ibuku ". Adalah sebuah kalimat dalam bait syair lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Mestinya setiap pribadi rakyat Indonesia mampu memahami makna yang terkandung dalam tiap-tiap kata dan kalimat pada syair lagu kebangsaan ini. Agar perasaan cinta tanah air semakin meresap hingga ke jiwa raga kita.

Alam Indonesia sungguh elok nan permai. Kekayaan alamnya sangat berlimpah. Penjajah Belandapun sangat krasan tinggal di Indonesia dan perginya sangat terpaksa karena dipaksa melalui perlawanan yang penuh heroik dari para patriot bangsa.

Setelah 66 tahun merdeka ternyata kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia masih sangat jauh dari harapan. Laksana diagram piramid. Kemakmuran dan kesejahteraan hanya dinikmati oleh sebagian kecil dari bangsa kita.

Sungguh ironis memang, negeri yang begini subur ternyata masih banyak rakyatnya yang hidup menderita. Apa sebabnya ?

Dalam kondisi ibu pertiwi yang banyak masalah. Akar dari semua masalah adalah hilangnya rasa kejujuran dari para oknum petinggi negeri yang lalu diteladani secara salah oleh banyak masyarakat bawah. Semuanya mengejar kepentingan dan nafsu memperkaya diri.

Di sini kita perlu merenungkan makna, "menjadi pandu ibuku". Kita harus mampu memberi arahan berupa teladan yang benar kepada segenap elemen bangsa agar tidak salah melangkah hingga menabrak norma hukum. Misalnya dengan melakukan praktek KKN. Yang cepat atau lambat akan berakibat pada kebangkrutan ekonomi negeri kita. Di sisi lain, "menjadi pandu ibuku" maknanya kita harus memiliki kepedulian untuk melayani rakyat. Bukan malah ingin dilayani rakyat.

Sesungguhnya rakyat Indonesia pada setiap Pemilu diajak untuk melihat dan memilih manakah partai yang mampu 'menjadi pandu bagi ibu pertiwi".
Kehadiran PKS di kancah perpolitikan nasional dengan slogannya Bersih, Peduli dan Profesional membuat sinis mereka yang biasa main 'kotor'. Namun rakyat Indonesia justru menaroh harapan yang sangat besar. Semogalah PKS mampu mewujudkan harapan rakyat Indonesia.

Melalui tulisan sederhana ini, aku mencoba menafsirkan makna, " menjadi pandu ibuku". Karena untuk mewujudkan hal ini merupakan sebuah lowongan yang menantang setiap saat sepanjang masa bagi pribadi kita dan utamanya partai politik.

Akhirnya dari pojok rumah rakyat yang sederhana aku ucapkan Dirgahayu PKS yang ke 13. Semogalah Allah swt, memberi keteguhan hati bagi para kadernya untuk tabah dalam menghadapi segala cobaan. Amiin

Sabtu, 09 April 2011

Setia Hingga Akhir Di Dalam Keyakinan


Judul artikelku kali ini meminjam tulisan seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia bernama Wolter Monginsidi.
Menjelang ia dihukum tembak di depan regu tembak tentara Belanda, ia sempat menulis beberapa kalimat pesan-pesan terakhirnya yang bernada syair. Salah satu syair yang ia tulis dan kemudian menjadi kalimat yang selalu dikenang, adalah 'Setia Hingga Akhir Dalam Keyakinan'.
Sosok Wolter Monginsidi adalah sosok pemuda pejuang yang jantan pemberani. Hingga ia tidak mau matanya ditutup kain saat berhadapan dengan regu tembak. Ia bahkan sempat berteriak merdeka, merdeka saat delapan timah panas merobek dadanya.


Demikian sekelumit kisah patriotik seorang Wolter Monginsidi. Sengaja aku mengajakmu mengingat perjuangannya karena saat tulisan ini dibuat, ujian bagi partai dakwah PKS laksana ombak badai yang datang menghampiri silih berganti.

Ada beberapa peristiwa nyata yang aku alami, yang rasanya sedih untuk aku ceritakan tapi aku segera menemukan jawabannya. Jawabannya adalah 'Setia Hingga Akhir Dalam Keyakinan'. Berikut beberapa contohnya :

A. Di Sebuah Kantor Instansi Pemerintah.

Seorang teman bertanya padaku, " apa yang kamu udah dapatkan dari PKS, bukankah dirimu tetap saja hidup susah. Sedang yang menikmati mereka yang tidak mempedulikanmu ?, lebih baik tinggalkan PKS saja."

Aku menjawab. "Untuk PKS, aku setia hingga akhir dalam keyakinan."

B. Dalam sebuah obrolan di warung kopi.

Beberapa teman ngobrol berkata dan bertanya padaku usai membaca dan mendengar berita yang memojokkan PKS. Mereka berkata dan bertanya, " Berarti sama saja antara PKS dan partai lainnya. Lalu buat apa kita mati-matian memperjuangkannya?"

Aku menjawab, " Untuk PKS, aku setia hingga akhir dalam keyakinan."

C. Dalam sebuah obrolan di jalan dengan beberapa kawan yang aku temui, ia berkata, "Saya sibuk nggak sempat ikut-ikut acara PKS".

Aku menjawab, " Untuk PKS, aku setia hingga akhir dalam keyakinan."

Demikian beberapa contoh dari peristiwa saat loyalitas seorang kader diuji. Dengan adanya berbagai pemberitaan yang mendiskreditkan PKS, maka akan menguji loyalitas para kadernya. Sudut pandang kader dengan sudut pandang simpatisan terhadap PKS tentu berbeda.

Biarlah waktu yang akan berbicara, saat kapal PKS berlayar makin jauh melalui pasang surutnya ombak gelombang, akan terlihat siapa ? Dan mengapa ?
Karena betapa banyak orang yang kelihatannya berada di dalam kapal namun hakekatnya ia berada di luar kapal. Namun banyak pula yang terlihat berada di luar kapal sejatinya ia ada di dalam kapal.

Dirgahayu PKS . Teruskan berbhakti untuk negeri.