Tampilkan postingan dengan label sri sultan hamengkubuwono. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sri sultan hamengkubuwono. Tampilkan semua postingan

Rabu, 23 Februari 2011

Menangkap Pesan Dari Yogyakarta


Indonesia adalah negara luas dan besar. Betapa tidak ? Saking luasnya negara kita, hingga memiliki tiga wilayah waktu. Wilayah waktu Indonesia timur, Indonesia tengah, Indonesia Barat. Di samping wilayahnya yang luas juga memiliki aneka ragam suku bangsa. Tentu dengan beragam corak budaya masing-masing serta berbagai macam problema kehidupannya.

Bagi pihak tertentu, keanekaragaman suku bangsa yang dimiliki Indonesia dapat dijadikan sebagai alat untuk pemecah belah persatuan bangsa demi tujuan politiknya. Dan ini harus disadari oleh setiap elemen bangsa, agar tidak mudah terhasut.

Di sinilah perlunya pembangunan 'karakter bangsa' yang salah satu sendinya adalah penanaman nilai patriotik kesejarahan. Tentu dengan teladan dari para pemimpin bangsa yang tidak hanya pandai bicara tapi sanggup memberi teladan nyata kepada rakyat yang dipimpin.

Agaknya pesan ini yang hendak dimunculkan oleh Partai Keadilan Sejahtera/PKS yang telah bermukernas di Yogyakarta.

Yogyakarta adalah titik episentrum perjuangan mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dalam pandangan kerajaan Belanda waktu itu, Indonesia adalah Yogyakarta. Maka melumpuhkan Yogyakarta berati melumpuhkan Indonesia demikian anggapan mereka. Saat pemimpin Indonesia Soekarno Hatta telah berhasil 'dilumpuhkan' Belanda, adalah Sultan Hamengkubuwono IX mengambil peran dan prakarsa untuk turut adu strategy menghadapi penjajah Belanda.

Apa yang dilakukan oleh PKS adalah manuver politik yang cantik sekaligus pendidikan politik yang sehat bagi generasi muda. Ke Yogyakarta bukan sekedar nonton mukernasnya, namun guna mengingat akan nilai sejarah yang dimiliki oleh kota Yogyakarta sebagai ibukota negara di masa perjuangan dulu.

Mukernas Pks kali ini kiranya dapat pula menjadi sarana yang membangkitkan semangat rakyat Yogyakarta dan sekitarnya pasca bencana gunung Merapi. Hingga kapanpun nama kota Yogya akan selalu dikenang sebagai kota perjuangan yang menorehkan jiwa dan darah kepahlawanan.

Wisata sejarah berpadu dengan wisata kuliner dalam kemasan politik sebuah mukernas. Karena dalam mukernas Pks ini juga ditampilkan berbagai pameran produk perdagangan seperti makanan dan baju dsb.

Akhirnya melalui tulisan sederhana ini, kami haturkan Sugeng Tindhak / Selamat Jalan kepada para peserta mukernas Pks. Semogalah Pks semakin dicintai oleh rakyat Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia dalam garis perjuangan Bekerja Untuk Indonesia dalam mengusung prinsip Bersih, Peduli dan Profesional. Semoga !

Sabtu, 18 Desember 2010

Bertemu Sri Sultan Hamengkubuwono IX Di Lorong Waktu


Sebagai anak muda yang dilahirkan jauh setelah masa perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, ada rasa ingin tahu dalam hati ini, tentang siapa dan apa peran Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX, dalam sejarah bangsa.

Rasa penasaranku makin berkobar karena hampir tiap malam fokus berita di televisi maupun koran tertuju ke kota Yogyakarta, daerah yang katanya Istimewa itu.

Sebenarnya selama ini aku tidak terlalu suka dengan pelajaran sejarah yang hanya berkisah tentang generasi dulu ataupun peristiwa masa silam dalam lintasan sejarah peradaban manusia.


Pagi itu, pelajaran sejarah berada di jam pertama setelah lonceng masuk. sebagai siswa SMU selama ini aku lebih suka menekuni pelajaran akuntansi atau bahasa inggris dan metematika. Namun ada yang berbeda untuk pagi itu, ada pertanyaan yang tak kuat lagi aku sembunyikan yang hendak ku sampaikan kepada pak guru sejarah.

Maka setelah pak guru sejarah masuk dan bersiap menyampaikan pelajaran. Tiba-tiba jari telunjukku terangkat tinggi. Maka akupun menyampaikan pertanyaan, tentang siapa Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX sekaligus peran apa yang telah diambil oleh kesultanan Yogya dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Seisi kelasku terdiam, namun Pak Guru sejarah menjawab pertanyaan dengan tenang dan panjang lebar.

Setelah bangsa kita memproklamasikan kemerdekaannya, hasrat Belanda untuk kembali menjajah ibu pertiwi begitu besar. Maka dengan membonceng tentara sekutu yang hendak melucuti bala tentara Jepang, Belanda bersembunyi di balik baju NICAnya.
Belanda lalu menggunakan berbagai macam cara agar keinginannya untuk menjajah negeri ini tercapai. Dari cara tipu muslihat diplomatik hingga cara kekerasan berupa agresi militer pertama dan kedua.

Dan dalam pandangan Belanda, seluruh wilayah Republik Indonesia, mereka anggap daerah yang sedang memberontak yang dengan itu pula, Belanda merasa bebas melakukan apa saja agar perlawanan rakyat berhenti. Kecuali untuk wilayah keraton Yogya. Bagi Belanda wilayah keraton Yogya dan juga Sultan Yogya tidak boleh diperlakukan sembarangan. Melainkan harus dihormati. Karena nampaknya Belanda menganggap keraton Yogya sesuatu yang berbeda dengan kaum Republik.

Maka bagi rakyat jelata, keraton Yogya adalah tempat aman untuk mengungsi dari gempuran serangan Belanda yang membabi-buta.
Di sinilah peran Sultan Hamengkubuwono IX yang sangat arif, beliau mengizinkan dan membuka lebar-lebar pintu halaman Keraton Yogya bagi tempat pengungsian. Dan beliau secara aktif turut pula berperan dalam adu strategi diplomasi dengan petinggi perwakilan kerajaan Belanda.

Bahkan secara diam diam Sri Sultan memprakarsai serangan umum, yang dipimpin oleh kolonel Soeharto. Serangan umum itu cukup berhasil bagi bergaining posisi diplomatik Indonesia di PBB. Bahwa eksistensi Indonesia masih ada, tidak seperti tuduhan dan propaganda politik Belanda yang mengatakan Indonesia telah selesai.
Dan Sri Sultanpun tidak segan-segan merogoh kocek pribadinya atau keuangan keraton bagi pembayaran gaji pegawai pemerintahan Republik Indonesia.

Kita prihatin atas pemberitaan yang seakan melupakan budi baik dan jasa Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX dan keraton Yogya khususnya serta rakyat Yogyakarta umumnya pada saat Indonesia memasuki fase yang menentukan di awal kemerdekaannya
dulu.
Apakah ini akibat adanya manuver politik tertentu ? Terhadap pertanyaanku ini pak guru sejarah hanya terdiam sambil tersenyum.

Rabu, 27 Oktober 2010

Mbah Maridjan...Rasa Tanggung Jawabmu Itu


Saat tulisan ini dibuat pusat perhatian mass media pemberitaan di tanah air sedang mengarah ke sosok kakek tua yang akrab dipanggil dengan Mbah Maridjan.

Keberadaan Mbah Maridjan tidak dapat dipisahkan dengan "tingkah-polah" gunung Merapi yang terletak di daerah propinsi Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dan seperti banyak diberitakan Gunung Merapi meletus, dengan memakan banyak korban termasuk Mbah Maridjan ikut gugur.

Sesungguhnya budaya masyarakat Indonesia dan khususnya sebagian masyarakat jawa. Gunung, benda-benda pusaka termasuk makam orang yang dihormati, harus diperlakukan "istimewa". Dan tidak semua orang dapat "berinteraksi" dengan sesuatu yang harus diistimewakan tersebut.

Agaknya inilah yang menjadikan sosok Mbah Maridjan keberadaannya dianggap penting guna "menjinakkan" gunung Merapi apabila mulai "bergaya".
Bagi ummat Islam, segala yang terjadi di muka bumi ini harus diyakini memiliki pesan-pesan hikmah yang harus ditangkap oleh keimanan dalam dada kita. Termasuk peristiwa meletusnya gunung Merapi itu.

Boleh jadi peristiwa itu merupakan isyarat bahwa kita harus banyak berbenah dari alpa dan dosa kepada Allah Swt, yang harus kita yakini pula Gunung Merapi meletus adalah karena izin serta kehendakNYA.

Melalui tulisan sederhana ini aku hanya bermaksud untuk sama-sama mencermati sosok Mbah Maridjan yang sangat risau akan keselamatan masyarakat yang tinggal di lereng gunung Merapi tatkala Gunung Merapi itu mulai "bertingkah".

Sebagai seseorang yang dianggap "bisa berinteraksi" dengan gunung Merapi laksana seorang pawang, Mbah Maridjan sangat menjunjung tinggi amanah yang diembankan kepadanya yang konon sejak Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX. Disini saya mengajak pembaca budiman untuk secara arif melihat hubungan Mbah Maridjan dan gunung Merapi dalam prespektif budaya sebagian masyarakat Jawa.

Hingga titik darah penghabisan, sebuah kalimat yang pantas untuk melukiskan akan pengorbanan Mbah Maridjan terhadap keselamatan masyarakat di sekitar gunung Merapi. Hingga beliaupun rela mengorbankan jiwanya sebagai wujud rasa tanggung jawab yang diyakini telah diembankan kepadanya oleh Ngarso Dhalem Sri Sultan Hamengkubuwono ke IX.

Kalau saja filosofi rela berkorban demi rakyat banyak, sebagaimana yang telah diperlihatkan oleh Mbah Maridjan, juga dianut oleh banyak pemimpin negeri ini, tentu tidak seperti pemberitaan di mass media akhir-akhir ini. Di mana banyak pejabat atau mantan pejabat berurusan dengan para penegak hukum karena nafsu keserakahan ingin kaya dan kenyang sendiri di atas penderitaan rakyat banyak.

Akhirnya dalam jeritan duka dan pilu di dalam dada kita, melihat potret negeri tercinta ini, mari kita doakan moga arwah Mbah Maridjan dan para korban bencana alam di manapun, semoga diterima disi sang Khaliq Allah Swt...Amiiiin

Moga bermanfaat...