Tampilkan postingan dengan label biro haji. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label biro haji. Tampilkan semua postingan

Senin, 03 Januari 2011

Goyang Hot Di Pesta Pernikahan


Pulang kerja aku dikejutkan dengan undangan pernikahan seorang tetangga. Undangan itu sengaja di letakkan istri di atas televisi agar sepulang kerja bisa langsung terlihat olehku.

Sebut saja tetanggaku itu bernama Haji Anyar. Sepekan lagi beliau akan menikahkan seorang putrinya. Tertulis dalam undangan acara resepsinya akan berlangsung dari jam 11.30 hingga selesai tepat di hari sabtu malam minggu.

Maka dua malam menjelang acara pesta pernikahan, sebuah panggung telah mulai dipasang. Kami para tetangga juga ikut membantu sekedarnya. Namun dapat kami perkirakan jumlah tamu yang di undang sudahlah pasti banyak.

Akhirnya hari H pun tiba. Bersama istri aku datang untuk 'kondangan' jam 8 malam selepas Isya. Diiringi alunan suara manja dari biduanita yang menyanyikan lagu slow pop yang romantis, kami para undangan mencicipi jamuan di pesta pernikahan itu, tentu setelah menjabat tangan kedua mempelai.

Tamu undangan yang berdatangan seakan tiada putus hentinya, inilah yang menyebabkan aku mengajak istri untuk segera pulang saja.
Sesampainya di rumah, rasanya suara musik hiburan di acara pernikahan itu makin malam makin terdengar semarak. Aku tak bisa membohongi diri sendiri untuk tidak melihat dari dekat kemeriahannya, karena di dalam rumahpun berisik.
Jam mendekati tengah malam, para biduan yang semula berbusana sopan berganti tampilan dengan busana aduhainya. Dan ini disesuaikan dengan jenis musik serta lagu yang dinyanyikan. Sebenarnya aku malu menceritakan di sini apa yang aku lihat, namun ini mesti kuungkap agar menjadi pelajaran positif bagi kita.

Ada dua orang penyanyi wanita muda yang tanpa risih dan malu bergoyang hot diiringi musik yang juga hot. Apa yang mereka peragakan hanya pantas dilakukan di dalam kamar tidur bersama suami. Namun malam itu mereka lakukan di atas panggung, yang sudah tentu membuat mata nakal lelaki nakal melihat tanpa berkedip. Astaghfirullah.

Semakin berani menggoyangkan badannya semakin banyak tamu undangan yang naik ke panggung untuk 'nyawer' uang. Mereka berdua malam itu memang mandi uang. Tidak terpikirkan mandi 'dosa'. Meski malam telah larut, tidak sedikit anak-anak di bawah umur yang melihat aksi sensual nakal mereka. Sungguh kasihan membayangkan apa yang dirasakan para pemuda pengangguran belum siap menikah yang malam itu turut melihat goyangan erotik.

Melalui tulisan sederhana ini aku hanya ingin berbagi rasa betapa kemungkaran terjadi justru di depan mata orang yang seharusnya mampu mencegahnya seperti pak Haji Anyar itu.

Keesokan harinya saat berjumpa di Masjid, pak Haji Anyar ada yang mengkritiknya. Namun dengan santai ia menjawab, itukan sudah lumrah. Masya Allah. Wallahu 'alam

Sabtu, 20 November 2010

Oleh-oleh Pulang Haji


Sore itu pulang kerja aku tidak langsung pulang ke rumah. Motor RX King ini membawa diriku menuju rumah seorang kawan kerja sekaligus atasan yang baru pulang dari tanah suci.

Pak Haji dan Bu Haji menyambut kedatanganku dengan semringah, karena kami sejak pagi sudah janjian mau ketemu di rumahnya. Mereka tak lupa bertanya mengapa aku datang sendirian tidak bersama istri.

Sudah tentu yang aku harapkan adalah oleh-oleh dari tanah suci, apakah itu, sajadah, air zam-zam, dan korma. Pak Haji dan Bu Haji nampaknya sudah menyiapkan hal itu sejak saya belum datang ke rumahnya. Terbukti nanti saat aku mau pulang ada bungkusan besar yang diberikan untukku.

Dalam bincang santai di ruang tamu rumah pak Haji malam itu, aku perhatikan aura wajahnya yang teduh dan nampak bersih. Beliau bercerita tentang pengalaman selama di tanah suci. Semakin ia bersemangat dalam bercerita semakin jantung dan nafasku berdegub dan terengah-engah. Betapa tidak ? Siapa yang tidak ingin berangkat Haji ? Siapa yang tidak ingin ziarah ke makam Rasul saw, panutan dan teladan kita ? Bahkan saat pak Haji bertutur sambil menangis, air mataku pun turut meleleh. Beliau bertutur tentang rasa harunya saat berada di depan makam Rasul Muhammad Saw.

Kalau saja jama'ah haji Indonesia berhasil mempertahankan Taqwanya sebagaimana saat di tanah suci, tentu tidak ada lagi KKN di negeri ini. Tidak ada lagi porno wicara, tidak ada lagi pornography, tidak ada lagi tawuran, dan sedikit sekali prilaku dosa lainnya.

Demikian ungkapan hati Pak Haji dan Bu Haji, semogalah mereka berdua menjadi Haji yang mabrur. Oleh-oleh Haji yang paling berharga adalah aura Taqwa yang coba aku ambil dari kisah Pak Haji selama di tanah suci. Bagi diri ini yang belum pernah ke Mekkah dan Madinah semoga tertulari aura Taqwa itu.

Dan malam makin larut,akupun mohon diri dari rumah Pak Haji tak lupa aku berdoa bersama dengannya untuk keberkahan usaha kami.

Jumat, 05 November 2010

Baju Kebesaran Semu


Perkenalkan namaku Senior. Sejak kecil oleh orang tua, aku ditanamkan untuk memandang manusia dalam kaca mata perbedaan status sosial yang di milikinya.
Ketika memandang seorang abang becak, berbeda dengan memandang seorang karyawan,memandang seorang tamatan SD berbeda dengan memandang seorang sarjana, semua diukur dari strata sosialnya.

Begitu lepas SMA akupun masuk di sebuah perguruan tinggi yang juga menanamkan hal yang hampir sama. Jika dalam bermasyarakat seseorang aku melihatnya dari latar belakang status sosialnya, maka di perguruan tinggi aku memandang seorang kawan harus pula di lihat dari sisi senior atau yunior.

Begitu selesai kuliah dan mulai berkerja lalu berumah tangga, nilai-nilai ajaran dari orang tua dan dari perguruan tinggi tempat aku kuliah, sangat membekas dan tertanam.

Tidak jauh dari kawasan rumah kami yang bersistem cluster, ada seseorang yang aku memandangnya dengan sebelah mata. Ia bernama pak Juragan. Setiap aku berangkat ke kantor atau pulang kerja, dari dalam mobilku yang berkaca riben, terlihat pak Juragan penampilannya sangat udik. Selalu memakai peci dan sarung.

Pak Juragan tinggal di perumahan penduduk kelas ekonomi, yang berdekatan dengan perumahan cluster tempat kami tinggal yang berklas.
Dalam hati ini selalu menghina, apa dan bagaimana kerjanya pak Juragan. Maka lewat pembantu aku dapat info, rupanya pak Juragan itu kerjanya sebagai tukang Bakso.
Kata pembantuku baksonya enak dan laris. Tapi bagiku, sangatlah hina memakan bakso bikinan seseorang yang tinggal di kawasan kumuh.

Meski seorang muslim, untuk Sholat di Masjid yang terletak tidak jauh dari rumah pak Juragan sangatlah enggan bagiku. Karena nantinya aku akan duduk bersebelahan dengan tukang becak, tukang roti dan berbagai macam manusia kelas rendahan lainnya. Kalaupun mau ke Mesjid, aku Sholat di Masjid yang agak berklas meski harus naik mobil karena letaknya jauh.

Untuk belajar mengaji, anak-anak aku larang bareng anak-anak di Masjid kampung kumuh itu. Prinsip cara memandang seseorang yang kumiliki, juga dimiliki istriku. Apalagi istriku keturunan darah biru.

Sama dengan di rumah, di kantor aku juga demikian berhati-hati dalam bergaul. Seseorang aku bedakan berdasarkan golongan dan jabatannya. Untuk golongan yang lebih rendah, aku memakai wajah formil dalam menghadapinya. Sedang untuk menghadapi golongan yang lebih tinggi, aku sangat berhati-hati dengan wajah segan. Dan untuk yang golongannya sama denganku, aku sedikit akrab saja.

Suatu hari, oleh teman kantor aku diajak untuk sama-sama berangkat haji. Mulanya aku takut. takut uang habislah, takut mati di sana juga takut istri. Tapi oleh kawanku, aku diyakinkan. Bahwa untuk orang sepertiku, pantesnya naik haji dengan ONH PLUS saja. Lebih enak katanya.

Pulang kerja, akupun segera memberitahukan istri tentang ONH PLUS. Mulanya istriku negatif tanggapannya. Setelah ia bertanya kepada Ibu Sugeh teman arisannya, ia berubah fikiran dan setuju untuk bersama berangkat haji.

Singkat cerita, saat pelaksanaan ibadah haji di tanah suci, tanpa terduga, aku bertemu pak Juragan. Ia menyapaku. Dengan rasa ragu campur malu, akhirnya uluran jabat tangannya aku trima. Dan ia memelukku. Dengan baju ihram serba putih yang masih menempel di badan, air mataku berlinang. Betapa selama ini aku telah salah. Paradigma yang kumiliki keliru dalam menilai seseorang. Karena di sisi Allah swt, hakekatnya kita manusia sama saja. Apapun latar belakang status sosialnya. Hanya Taqwa dalam dada yang membedakan derajat manusia.

Kamis, 21 Oktober 2010

Menemukan Prima Causa Di Telaga Sarangan


Perkenalkan namaku Telmi. Sejak kecil aku dibesarkan di lingkungan keluarga berada secara materi berkecukupan bahkan lebih.

Bila dirimu menyenangi hidup dalam ketaatan beragama, tidak demikian denganku. Bagi diriku agama bukan sesuatu urusan penting. Karena sifatnya abstrak bahkan berbau mistik dan takhayul belaka. Dalam benakku yang terpenting adalah sekolah setinggi-tingginya dan lalu mencari kerja atau meneruskan usaha orang tua untuk mendapatkan uang yang banyak. Asal tidak melanggar peraturan dan undang-undang negara kebahagiaan dengan uang banyak akan diperoleh.

Hal inilah yang ditanamkan dalam pendidkan keluargaku sejak kecil hingga aku memiliki istri dan anak.
Di KTP aku mengaku beragama Islam tetapi dalam pandanganku Islam diperlukan hanya pada saat Sunatan; kawinan dan kematian. Di luar itu uang dan uang yang berbicara.

Suatu pagi, lupa tanggalnya tapi yang kuingat medio april 2006. Langkah kaki ini yang akan menuju ke ruang kerja terhenti, untuk membaca pengumuman yang terpasang di papan informasi samping resepsionis kantor.

Rupanya pengumuman Family Tour. sebuah acara rutin kantor setiap sekal setahun. Lokasinya di sebuah telaga namanya Sarangan. Mulanya aku tidak begitu tertarik, namun atasan dan bawahanku mengajak-ngajak. Akhirnya akupun bersedia ikut.

Kepada panitia aku mencari info tentang apa dan bagaimana telaga sarangan . Memang aku pernah mendengar lokasi wisata itu namun tidak terlalu menarik hati ini untuk memperhatikan. Yang kusukai berlibur itu di Mall sambil belanja atau mengajak anak istri berenang di kolam renang.
Bersama istri dan ketiga anakku akhirnya ikut rombongan wisata ke telaga sarangan. Ada lima bus yang membawa para peserta. Telag sarangan terletak di kota magetan jawa timur. Sedang kami berkerja dan tinggal di kota Semarang. Waktu perjalanan kurang lebih 3 jam.

Di dalam bus aku duduk bersama istri di deretan bangku depan. Semakin mendekati lokasi wisata telaga sarangan, ada perasaan kagum dan haru betapa cantiknya panorama alam yang menghijau. Awan putih yang sedikit menyelimuti puncak gunung Lawu makin membuat hati ini terpana kagum.

Alangkah luar biasanya lukisan alam ini gumamku dalam hati saat melihat kemolekan nan permai telaga sarangan dari dekat. Sementara anak-anakku berlarian senang dan istriku asyik ngobrol dengan temannya sesama istri karyawan kantor, aku berdiri dan tertegun penuh perasaan yang mengharu biru. Betapa maha sempurnanya lukisan alam ini.

Pohon-pohon pinus yang lebat seakan berbaris rapih di lereng dan ngarai gunung Lawu seta angin gunungnya yang bertiup dingin makin membuat jiwa ini hanyut dalam rasa kekaguman.

Para peserta sibuk dengan suka rianya masing-masing begitu pula anak dan istriku. Namun aku banyak terdiam dengan perasaan hati tak menentu. Bahkan saat diajak istri makan dengan membuka perbekalan akupun tidak bergairah makan.

Di Saat perasaan hatiku berkecamuk tak menentu, tiba-tiba dikejutkan suara yang sayup-sayup sampai. Suara yang seakan dibawa terbang angin gunung itu benar-benar masuk lewat telingaku dan merasuk sdalam-dalamnya dalam relung jiwaku yang terdalam membuat aku menangis dalam diam. suara itu adalah suara azan zhuhur. Istriku bertanya kenapa Mas ? Kok mukamu pucat ? Nangis lagi ?

Akupun sedih sekali, ingin sholat tapi belum tahu caranya. Aku bertekad sesampainya nanti di rumah setelah pulang dari wisata ini, aku akan belajar sholat. Tapi kepada siapa, aku minta akan minta diajari sholat ? Biarlah malu tinggal malu.

Sesampainya di rumah atau dua hari sesudah acara wisata itu, aku memberanikan diri melangkahkan kaki menuju Masjid yang terletak di luar kompleks rumah kami yang bersistem cluster. Aku kenal imamnya walau aku juga sebenarnya malu, karena setiap kali dia datang kerumah, pembantu sering aku suruh untuk berkata kepadanya aku sedang istirahat tidak bisa diganggu. Alasan ini sengaja, agar aku tidak membayar sumbangan untuk Masjid.

Alhamdulillah sejak saat itu kami sekeluarga les private agama Islam dan tahun ini aku dan istri akan berangkat Haji. Semoga bermanfaat.

Senin, 11 Oktober 2010

Laksana Rumah Di Tepian Sungai Nan Jernih


Hari ini senen lagi....ketemu macetlagi....bakal ketemu boss dan tugas-tugas membikin pusing di kantor. Kenapa dada ini terasa sempit. Begitu mataku terbangun dari tidur kok kenapa rasanya jiwa ini tidak semangat.

Kemaren hari minggu aku dan istri habis makan dan belanja banyak di Mall, memang suasana riang gembira, tapi setelah senen pagi semua kenapa jadi lain ?

Istri dan anak minta di antar dulu sebelum aku menuju kantor. Selama di perjalanan wajahku nampak murung. Tak tahu....kenapa ? Soal uang yang habiskah ? Ada niat di hati untuk mengakali laporan keuangan yang sedang kususun. Kalau tidak begitu gimana gaji bisa cukup ? Sedangkan, untuk beli bensin mobil saja sudah berat. Apalagi jalanan sering macet. Maka harus ada cara untuk menambah isi dompet.

Siang hari di kantor rasanya mau makan juga tidak enak. Teman-teman seperti tidak ada masalah dalam hidupnya. Dengan gembiranya mereka istirahat makan lalu sholat. Mereka mengajakku namun aku menolak secara halus. Aku tetap di ruang kantor sambil mengisap rokok.

Pikiran ini makin liar setelah mataku tertuju pada seorang karyawati kantor. Ia cantik dan tinggi semampai. Ada bisikan untuk coba mendekatinya. Pikiran ini makin kalut, akupun coba iseng sambil membuka internet, yang ku cari situs porno.

Sewaktu istirahat sore menjelang pulang aku berpapasan dengan karyawati yang diam-diam aku jatuh cinta padanya. Maka ku coba untuk menyapa dan membuka obrolan. Namun ada bisikan dalam hati bahwa bukankah aku telah memiliki anak dan istri ?
Dan apa jadinya bila atasan dan teman-teman tahu aku pacaran dengannya !?

Hari itu jiwaku kalut tak menentu. Uang ada tapi tidak bahagia. Istri punya tapi kok serasa masih bujang.
Di parkiran mobil aku duduk termangu. Tiba-tiba pundak ini di colek seseorang. Ternyata Pak Haji Dalwani....beliau pengusaha sukses yang kantornya satu gedung dengan kantor kami. Dari wajahku ia bisa melihat ada seuatu masalah yang akhirnya ku ceritakan semua apa adanya.

Azan maghribpun berkumandang, aku diajaknya sholat di masjid samping kantor. Sambil pundakku di rangkul olehnya. Usai sholat dia memberi wejangan betapa kebahagiaan yang hakiki bukan di dalam uang yang berlimpah atau kekayaan materi. Meski materi perlu. Namun itu hanyalah sarana bukan tujuan.

Mulai sejak hari itu aku mulai rajin sholat. Setiap selesai sholat aku merenung. Betapa nikmat dan tentramnya jiwa ini. Apalagi bila usai sholat tahajjud. Yang kurasakan ketegaran dalam hidup ini. Kenikamatan ini aku ceritakan kepada istri.

Betul kata pak Haji Dalwani, dia mengutip hadits Nabi, orang yang rajin sholat laksana orang yang memiliki rumah di pinggir sungai jernih lalu ia mandi sebanyak lima kali dalam sehari semalam. Alangkah bersihnya badan orang itu.

Maka hilanglah rasa gundah gulana tak menentu dalam jiwaku.....