
Melihat dan mendengar berita pembantaian semena-mena oleh Israel, membuatku gusar dan malu pada negara-negara sahabat. Segera ku memanggil mentri luar negeri untuk melakukan langkah nyata guna menghukum Israel yang sudah keterlaluan.
Apa yang kan kulakukan tentu akan mendapat reaksi negatif dari para donatur negeri ku, yang masih sangat diperlukan untuk membiayai proyek perang di Afghan dan Iraq. Bahkan untuk terus menstabilkan ekonomi negeri ini dari krisis moneternya.
Tapi apapun reaksi dari para bankir-bankir atau konglomerat yang memiliki hubungan 'keyakinan' dengan Tel Aviv, hati kecilku membrontak. Cukup sudah Israel untuk semaunya.
Diskusi dengan menteri luar negeri cukup sengit. Bagaimana memoles wajah politik negeri ku yang sering mendengung-dengungkan hak asasi manusia harus dihormati. Setelah kejadian penembakan brutal tentara Israel betul-betul aku 'kehilangan muka' di depan negara sahabat yang berpenduduk muslim.
Menteri luar negeriku seakan tidak mau tau dan mau malu akan peristiwa jorok dan brutal ini. Nyonya Clinton, seakan masih punya kartu truf untuk merayu dan mendinginkan emosi negara-negara muslim. Berbicara dengan Madam Clinton bagai berbicara dengan perdana menteri Israel, yang keras kepala sukar diajak berpikir realistis.
Setelah hampir satu jam, berdiskusi tiba pada satu kesimpulan, untuk rencana kunjungan ke Indonesia aku batalkan. Sampai batas waktu yang belum ditentukan, karna rasa malu yang mendalam. Dan aku tak tau lagi bagaimana ber 'akrobat kata' agar muka ini tetap tegak di depan rakyat dan pemimpin negara muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar