Senin, 28 Februari 2011

Pelajaran Dari Mobil Mogok


Hari Senin pagi adalah hari sibuk mengejar kesibukan dan aktivitas agar jangan kalah dengan kemacetan lalu lintas di kota Jakarta. Maka sudah menjadi niat sebelum tidur di malam hari untuk besok pagi di hari senin harus bangun pagi-pagi dan lalu berangkat mengantar anak sekolah terus ke kantor. Maklumlah kami tinggal di kota Bekasi sedang kantorku terletak di Jakarta kota.

Secepatnya setelah sholat subuh aku berserta anak-anak segera masuk mobil. Sarapan roti yang telah disiapkan istri juga nanti di mobil setelah jalan. Segera aku menstater mobil yang ku beli dari tangan pertama dua tahun lalu. Stater pertama mobil tidak hidup. Stater kedua juga tidak hidup. Stater demi stater belum juga hidup. Tinggal umpatan emosi yang keluar dari mulut.

Istriku yang semula berada di dalam rumah lalu menghampiri. Bukannya memberi solusi malah seakan menyalahkan aku kenapa mobil sudah lama tidak diservis ? Maka tanpa sadar suara bentakan keluar dari mulut ini. Segera aku minta tolong hansip komplek untuk membantu mendorong mobil bersama beberapa anak muda tetangga.

Herannya mobilku sudah didorong-dorong tetap saja tidak mau hidup mesinnya. Sementara jam terus bertambah siang. Kemacetan lalu lintas terbayang sudah.

Ditengah kegalauan hati, seorang tetangga datang menghampiri. Ia menyarankan agar accu mobilku yang sudah tidak memiliki tenaga supaya dipararel dengan accu mobil miliknya.
Maka singkat cerita mobilnya di parkir berhadapan 'hidung' dengan mobilku. Dan accupun disambung kabel secara pararel. Dan tak lama mobilku distater dan hidup mesinnya.

Usai sholat Zhuhur di kantor aku merenungkan kejadian pagi ini. Kalau accu mobil yang lemah daya strumnya bisa di kuatkan dayanya dengan cara penularan kekuatan alias dipararel, maka penurunan semangat keimanan dalam beribadah yang sangat mungkin diderita oleh kita dapat pula diobati dengan cara bersilaturrahim tatap muka dengan kawan-kawan seiman yang memiliki semangat keimanan dalam beribadah yang lebih baik dari kita.

Malam hari seusai sholat isya di rumah aku minta maaf dengan istri yang pagi tadi terlanjur kubentak. Dan kami makan malam bersama keluarga sambil kukatakan bahwa accu mobil telah diganti dengan yang baru.

Demikian semoga bermanfaat.

Sabtu, 26 Februari 2011

Dakwah Santun Yang Berbudaya


Mendengar kata-kata dakwah, sering kita terjebak ke dalam pengertian yang sempit. Dakwah hanya dipahami sebagai penyampaian pelajaran agama Islam di mimbar Masjid saja.

Partai Keadilan Sejahtera dalam rangkaian acara Mukernasnya di Yogyakarta telah menyuguhkan suatu bentuk Dakwah yang Santun dan Berbudaya. Sesungguhnya dakwah tidak boleh terbelenggu dalam penampilannya yang kaku.

Kemajuan alat komunikasi seperti radio,televisi, internet dapat dijadikan sarana penyampaian dakwah. Demikian pula seni budaya jika kita pandai memilah dan memilih serta trampil dalam mengemasnya sudah tentu menjadi sesuatu yang manis dan sedap untuk dinikmati yang pada gilirannya akan mudah merasuk ke hati si obyek dakwah kita.

Ambil contoh, sebuah arsitektur masjid di negeri tiongkok. Secara penampilan sepintas sangatlah mirip dengan kelenteng, namun ternyata itu adalah bangunan Masjid.

Disini diperlukan kearifan dan keluwesan dalam memahami dakwah sebagai sarana yang mampu membangun jembatan rasa. Guna membuka jendela hati obyek dakwah kita. Sarana boleh memakai apa saja tentu dalam batas yang dibolehkan secara syar'i agar substansi ataupun esensi dakwah dapat mengena secara halus ke sasaran dakwah.

Allah swt mewanti-wanti Nabi Musa As tatkala hendak menghadap Firaun durjana agar menggunakan budi bahasa yang halus dalam dakwahnya. ( Qaulan Layyinan) Meski Firaun adalah manusia durhaka namun Allah Swt tetap memerintahkan dakwah yang santun kepadanya.

Nabi Muhammad saw, tatkala berhasil kembali ke kota Makkah dalam peristiwa Fathul Makkah, tidak lantas melakukan balas dendam secara sadis kepada kaum kafir Quraisy. Barangkali peristiwa ini layak disebut dalam istilah sekarang sebagai 'Rekonsiliasi Nasional' ataupun amnesti massal.

Adalah menjadi tugas para juru dakwah sepanjang masa untuk pula memikirkan capaian 'kualitas' yang sering tak sebanding dengan capaian 'kwantitas'.

PKS sebagai partai dakwah telah bermanuver secara ganda. Manuver politik dakwah sekaligus dakwah yang dikemas dalam budaya.
Semoga di masa datang rakyat Indonesia yang memiliki warisan budaya yang adhi luhung, akan semakin nyaman berada di dalam wadah Partai Keadilan Sejahtera.
Selamat Berbakti/Berkerja untuk ibu pertiwi Indonesia. Sukses !

Rabu, 23 Februari 2011

Menangkap Pesan Dari Yogyakarta


Indonesia adalah negara luas dan besar. Betapa tidak ? Saking luasnya negara kita, hingga memiliki tiga wilayah waktu. Wilayah waktu Indonesia timur, Indonesia tengah, Indonesia Barat. Di samping wilayahnya yang luas juga memiliki aneka ragam suku bangsa. Tentu dengan beragam corak budaya masing-masing serta berbagai macam problema kehidupannya.

Bagi pihak tertentu, keanekaragaman suku bangsa yang dimiliki Indonesia dapat dijadikan sebagai alat untuk pemecah belah persatuan bangsa demi tujuan politiknya. Dan ini harus disadari oleh setiap elemen bangsa, agar tidak mudah terhasut.

Di sinilah perlunya pembangunan 'karakter bangsa' yang salah satu sendinya adalah penanaman nilai patriotik kesejarahan. Tentu dengan teladan dari para pemimpin bangsa yang tidak hanya pandai bicara tapi sanggup memberi teladan nyata kepada rakyat yang dipimpin.

Agaknya pesan ini yang hendak dimunculkan oleh Partai Keadilan Sejahtera/PKS yang telah bermukernas di Yogyakarta.

Yogyakarta adalah titik episentrum perjuangan mempertahankan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Dalam pandangan kerajaan Belanda waktu itu, Indonesia adalah Yogyakarta. Maka melumpuhkan Yogyakarta berati melumpuhkan Indonesia demikian anggapan mereka. Saat pemimpin Indonesia Soekarno Hatta telah berhasil 'dilumpuhkan' Belanda, adalah Sultan Hamengkubuwono IX mengambil peran dan prakarsa untuk turut adu strategy menghadapi penjajah Belanda.

Apa yang dilakukan oleh PKS adalah manuver politik yang cantik sekaligus pendidikan politik yang sehat bagi generasi muda. Ke Yogyakarta bukan sekedar nonton mukernasnya, namun guna mengingat akan nilai sejarah yang dimiliki oleh kota Yogyakarta sebagai ibukota negara di masa perjuangan dulu.

Mukernas Pks kali ini kiranya dapat pula menjadi sarana yang membangkitkan semangat rakyat Yogyakarta dan sekitarnya pasca bencana gunung Merapi. Hingga kapanpun nama kota Yogya akan selalu dikenang sebagai kota perjuangan yang menorehkan jiwa dan darah kepahlawanan.

Wisata sejarah berpadu dengan wisata kuliner dalam kemasan politik sebuah mukernas. Karena dalam mukernas Pks ini juga ditampilkan berbagai pameran produk perdagangan seperti makanan dan baju dsb.

Akhirnya melalui tulisan sederhana ini, kami haturkan Sugeng Tindhak / Selamat Jalan kepada para peserta mukernas Pks. Semogalah Pks semakin dicintai oleh rakyat Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia dalam garis perjuangan Bekerja Untuk Indonesia dalam mengusung prinsip Bersih, Peduli dan Profesional. Semoga !

Senin, 21 Februari 2011

Coretan Tangan Kecil Di Tembok Pagar Istana


Deru debu asap kendaraan adalah kosmetik yang setiap hari menerpa wajah jelata ini. Sementara tapak kaki yang akrab dengan kerikil tajam problema hidup. Punggung rapuh makin renta kian terhimpit ganasnya nilai uang yang tak terjangkau.

Siang di Kairo ibukota yang panas. Panas persaingan usaha. Usaha halal hingga haram jadah. Ganjal mengganjal, telikung menelikung. Adalah lagu wajib para opurtunis pencari kepuasan berjubah keserakahan.

Aku hanyalah satu dari berjuta kawula jelata yang tak paham celoteh penjual nama rakyat. Yang ku tahu hanyalah mencari sepotong roti mewah jika ada tersisa dalam kantong jas safari mereka yang selalu bicara atas nama rakyat. Yang ku tahu adalah mencari sejumput nasi penawar lapar perut kecil. Sementara istri anakku menunggu sambil bersenandung sabar dan doa kiranya kapan aku pulang membawa sekeranjang rejeki halal jika masih ada.

Mestinya aku mengadu kepada beliau Presiden yang tanganku mencontreng namanya dalam bilik suara pemilu. Namun baju dekil lusuh ini terlalu hina berdekat dengan jas safari yang bermandi parfum mahal. Kaki jelata yang beralaskan sandal aspal tak pantas duduk bersanding kaki mulus bersepatu kelas dunia.

Belum habis rasa terpanaku mengkhayalkan bertemu Presiden, tiba-tiba ada suara bentakan kepadaku dari penjaga Istana. Tubuh jelata yang berdiri menatap istana, kiranya terlalu hina dalam pandangannya. Hingga aku diusir menjauh. Dasar gembel bentaknya...

Yang kumampu hanyalah mencoret tembok pagar istana dengan kalimat sederhana dari jiwa sederhana ini. Tak seindah syair pujangga moga terbaca oleh Presiden.


Presiden Tercinta...Aku tak kuat lagi merasakan mahalnya harga....Moga engkau pernah merasakan getir pedihnya lapar...dahaganya haus ....sedihnya anak sakit...moga dirimu sering menangisi rakyat jelata.... semoga engkau selalu takut kepada Allah Robbol Izzati Wassalam dari rakyat yang mencintaimu...Trimakasih.

Sabtu, 19 Februari 2011

Rayap-Rayap Pondasi


Setiap bangunan tentu memiliki pondasi. Semakin besar atau tinggi bangunan tentu semakin dalam dan kokoh pondasinya yang menghunjam kedalam tanah.
Bangunan rumah kecil kekuatan pondasinya tentu berbeda dengan kekuatan pondasi gedung bertingkat.

Ada sebuah bangunan yang untuk membangun pondasinya saja perlu waktu 13 tahun lamanya. Dapat dibayangkan betapa kokoh dan kuatnya bangunan itu. Karena bangunan ini dirancang bukan untuk sekedar tahan berapa puluh tahun lamanya, melainkan selama hidup manusia di bumi ini ada. Alhasil sampai kapanpun manusia tidak akan mampu menghancurkannya meski dengan kekuatan bom atom.

Bangunan itu bernama Islam. Arsiteknya bernama Muhammad SAW. Beliau membangun pondasi berikut bangunan yang menjulang diatasnya berdasarkan 'suara dari langit'. Muhammad SAW berhasil merampungkan keseluruhan proyek besar itu selama 23 tahun.

Kaum imperialis yang menjajah negeri Islam berusaha memadamkan perlawanan dari bumiputera dengan berbagai macam cara. Salah satu caranya adalah membikin 'boneka Nabi'.
Sebab kaum imperialis tahu persis, yang menjadi dinamo penggerak perlawanan itu adalah ajaran Islam. Maka dengan Nabi hasil ciptaan dan orbitannya, kaum imperialis berusaha memadamkan api perlawanan.

Kalau kaum imperialis berani menciptakan boneka Nabi, tentu mereka juga berani memunculkan ulama atau ajaran-ajaran yang seakan dari Islam, namun kesemuanya hanyalah rayap-rayap pondasi keyakinan Islam yang muaranya agar ummat Islam menjadi 'kambing congek' yang akan menurut tuan dan nyonya imperialis.

Maka yang terbaik kita harus berpegang teguh kepada orisinalitas ajaran Islam serta selektif dalam mencerna setiap ajaran Islam yang disampaikan. Jangan sampai kita ikut rayap-rayap pondasi. Wallahu 'alam