Selasa, 15 Februari 2011

Analogy The Beatles Dan Koes Plus



The Beatles adalah sebuah grup musik yang sangat fenomenal di tahun 1960 an. Grup musik yang diarsiteki oleh John Lennon Dan Paul Mc Cartney ini, telah berhasil merevolusi corak musik pop menjadi lebih dinamis dengan irama rock n rollnya yang berani yang pada gilirannya menjadi cikal bakal lahirnya musik rock.

Meski grup ini berasal dari sebuah kota pelabuhan Liverpool Inggris yang letaknya sangat jauh dari Indonesia, namun demam The Beatles sampai juga di pulau jawa khususnya, dan seluruh dunia pada umumnya.

Meski coba dibendung rezim Orde Lama dengan memenjarakan Koes Bersaudara karena corak musiknya meniru The Beatles, namun corak musik ini yang kemudian diusung oleh Koes Plus, pada tahun 1970 an sangat mewabah dan digandrungi oleh pecinta musik pop Indonesia.

Inilah fakta sejarah musik pop dunia. Walaupun The Beatles tidak pernah menginap di rumahnya Koes Plus dan atau Koes Pluspun tidak pernah bermalam di kampungnya The Beatles di Liverpool sana, namun berkat jasa alat media komunikasi berupa radio atau televisi yang sangat minim di zamannya, ternyata pengaruh musik The Beatles sampai juga di telinga anak muda Indonesia yang menjadi inspirasi bagi warna musik The Beatles yang 'diIndonesiakan'.

Kini di era kemajuan dunia 'IT' semua pengaruh dari luar Indonesia sangatlah mudah untuk di akses. Baik itu budaya, pemikiran atau ide pandangan politik tertentu.

Yang penting, bagaimana kita dapat menerjemahkan secara sehat ide-ide apapun yang berasal dari luar Indonesia untuk kita ejawantahkan dalam bingkai kultur budaya Indonesia.

Demikian sekelumit analogyku saat memberi pandangan terhadap gonjang-ganjing pelengseran kepala negara di luar negeri terkait ide demokrasi sebagai sebuah solusi. Wallahu alam.

Kamis, 03 Februari 2011

Tidak Takut Celaan Orang


Roda kehidupan selalu berputar. Kala di atas harus pandai bersyukur dan kala di bawah harus pula pandai bersabar.

Sepenggal kisah hidupku sebagai seorang istri yang suaminya terkena PHK karena pabriknya tutup.

Sedih dan kalut begitu menerima kenyataan suami terkena PHK. Sedang anak-anak masih kecil dan pastinya butuh biaya untuk sekolah. Semasa suami berkerja dengan pekerjaannya yang mapan, soal biaya hidup dan biaya sekolah tidak pernah menjadi masalah. Tapi kini saat roda kehidupan berputar ke bawah semuanya menjadi lain.

Sementara suami mencari pekerjaan baru yang tentunya sulit, sebagai istri aku harus memutar otak agar bagaimana dapat membantu berputarnya roda ekonomi keluarga.

Meminta solusi dengan saudara ternyata tidak ada yang peduli. Curhat ke tetangga ternyata hanya jadi bahan obrolan saja. Kemana lagi mencari tempat mengadu.
Mulanya ada rasa malu, ada rasa gengsi, ada rasa takut disorakin tetangga saat aku memutuskan mau usaha jualan soto ayam di pasar.

Dan memang benar, bagai supporter sepak bola yang hanya pandai bersorak dan mencaci, tidak sedikit para tetanggaku yang tega bersikap demikian kepada kami orang susah. Padahal saat kami hidup mapan berkecukupan, para tetanggaku bersikap segan berbalut senyum ramah penuh sanjung. Dan saat itu kami tidak sadar akan sikap kamuflase mereka yang pastinya kami juga tidak lantas sombong saat uang banyak.

Akhirnya, telinga kami tutup rapat-rapat. Dengan hanya berharap pertolongan Allah swt,,,Bismillah... gerobak soto ini kami dorong berdua suami tiap pagi menuju pasar komplek.

Prinsip yang kami pakai adalah 'tidak takut celaan orang yang suka mencela'.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahunpun cepat berlalu. Alhamdulillah kami telah berhasil melewati masa sulit. Semuanya terlewati dengan penuh pengorbanan lahir bathin. Tidur malam yang sedikit, badan yang serasa remuk redam. Ada keringat dan air mata. Namun semuanya serasa hilang saat wisuda sarjana anak pertamaku berlangsung.

Usaha jualan soto ayam ini tetap kami geluti meski suami telah memiliki pekerjaan yang layak kembali. Demikian sekelumit kisah perjuangan seorang istri. Moga bermanfaat !

Rabu, 02 Februari 2011

Masih adakah 'Sapu Yang Bersih' ??


Perkenalkan namaku Mas Poloz. Aku adalah seorang karyawan cleaning servis di sebuah perkantoran di daerah Sudirman Jakarta.
Tiap hari dari pagi hingga menjelang malam tugasku membersihkan ruangan kantor hingga toiletnya.
Pekerjaan ini telah aku geluti hampir 5 tahun. Sebuah konskuensi nasib yang hanya lulusan S2 atau SMP.Dan meski terkadang terasa berat, namun aku menyenangi pekerjaan ini. Dengan sapu aku menyusuri ruangan-ruangan perkantoran.
Aku banyak berkenalan dengan para karyawan. Dari mereka aku banyak menimba ilmu dan pengalaman. Di saat senggang aku pergunakan untuk bertukar fikiran. Di samping itu akupun banyak tahu sifat kepribadian masing-masing mereka. Ada yang baik, ada yang ramah. Ada pula sebaliknya.

Meski cuma cleaning servis, namun aku tidak mau dianggap 'bodoh'. Maka bila ada waktu luang aku pergunakan untuk membaca buku. Dengan membaca aku jadi tambah ilmu dan wawasan.


Melihat keadaan yang terjadi di Indonesia dengan berbagai praktek ketidak jujuran aku sebagai rakyat kecil jadi turut prihatin. Baik di tv maupun di koran tiap harinya memberitakan kasus korupsi.
Para 'tikus negara ' gajinya sudah cukup besar. Namun mereka sampai hati berkhianat kepada rakyat. Memakan uang rakyat secara haram.
Mencari orang jujur di republik ini makin sulit. Persis seperti aku yang cleaning servis sulit mencari sapu bersih.

Ada kandungan filosofis pada sebuah sapu. Para aparat penegak hukum sejatinya adalah alat pembersih laksana sapu yang membersihkan lantai yang kotor. Saat negeri kita penuh dengan debu korupsi, maka saatnya para penegak hukum beraksi. Masalahnya masih adakah "sapu yang bersih" ?

Selasa, 01 Februari 2011

Mengapa Mereka Harus Dilengserkan ?


Ingatan kita tentu belum lupa akan para pemimpin besar di berbagai negara yang harus mengakhiri masa jabatannya secara 'dipaksa' turun tahta. Lihatlah dalam catatan sejarah ada Ir Soekarno, Jendral Soeharto, Sah Iran, Saddam Hussein,Ferdinand Marcos dsb. Dan saat tulisan ini dibuat pusat perhatian dunia sedang tertuju ke Mesir, dimana rakyatnya sedang memaksa presiden Husni Mubarak agar segera lengser.

Dalam ajaran sholat berjama'ah sesungguhnya Islam telah mengajarkan suatu adab ataupun etika bermasyarakat atau bernegara. Sholat berjamaah merupakan miniatur suatu masyarakat ataupun negara. Di dalam sholat berjamaah ada imam atau pemimpin dan para makmumnya laksana rakyat yang dipimpin.

Rasa kekeluargaan mestinya bisa tercipta di sebuah Masjid yang merupakan wadah pembinaan masyarakat terkecil. Namun tidak sedikit ummat Islam diperkotaan sulit mewujudkan hal ini. Karena telah terkotori pemikiran individualis materialis.

Masjid yang semestinya tempat 'sharing' atau komunikasi dua arah ternyata hanya tempat ibadah vertikal rutin belaka tanpa menyentuh aspek ibadah sosial horisontal. Jika saja para pemimipin negara di dunia Islam bisa mengambil hikmah dari hal ini, tidak akan terjadi rakyat berdemonstrasi di jalanan. Karena telah terjadi komunikasi yang sehat secara mawaddah wa rahmah sebagai hasil dari hikmah kehidupan berjamaah yang sehat di Masjid.

Rasa kepeduliaan sosial yang tercipta di Masjid, yang jika dimiliki oleh para pemimpin dunia, akan menyebabkan mereka terhindar dari nafsu memperkaya diri dan keluarga. Hidup bermewah-mewah sementara rakyatnya selalu disuruh kencangkan ikat pinggang. Dan pemimpin bergaya 'elitis' menutup mata dan diri dari penderitaan rakyat mereka.

Dalam sholat berjamaah rakyat juga diajarkan untuk beretika bila mengkritik pemimpinnya. Bila imam lupa atau keliru makmum mengingatkan sambil memuji Allah Swt yang Maha Suci. Dan imampun mesti ikhlas legowo menerima kritikan ini. Karena menyadari dirinya hanya manusia biasa yang tidak lepas dari kesalahan dan dosa.

Akhirnya dalam sholat berjamaah imam juga diajarkan untuk tahu diri kapan harus mundur secara sportif ksatria nan jujur. Yaitu bila telah 'batal wudhu' atau kentut. Faktor gengsi mundur harus dihilangkan sama sekali. Maksudnya bila dirinya menyadari telah berbuat kekeliruan yang fatal, maka jalan terbaik adalah mundur teratur.

Jika para pemimpin muslim dapat mengambil hikmah dari ajaran sholat berjamah, tidak akan kita jumpai demo rakyat di jalanan yang menuntut mereka lengser secara tidak bermartabat. Karena mereka selalu sadar bahwa menjadi pemimpin merupakan amanah belaka.

Jumat, 28 Januari 2011

Akankah 'Tembok Israel Itu Roboh ?'


Saat tulisan ini dibuat perhatian mass media internasional tertuju ke negara 'Piramid' Mesir. Rakyat Mesir sedang menuntut adanya perubahan. Husni Mubarak dituntut 'lengser' oleh rakyatnya.

Sejak 14 oktober 1981 Muhammad Husni Mabarak menjadi Presiden republik arab Mesir. Ia menggantikan posisi Presiden Anwar Sadat yang terbunuh dalam sebuah parade militer, tidak lama setelah penandatanganan perjanjian Camp David dengan Israel.

Apa yang terjadi di Mesir khususnya dan wilayah Arab lain pada umumnya, sesungguhnya sejak lama telah menjadi bagian dari 'Grand Strategic' bagi terjaminnya negara ilegal Israel.

Mentalitas dan nyali serta harga diri dunia arab telah dilemahkan secara sistematis. Baik itu dengan politik belah bambu, inttrik militer maupun serangan penjajahan budaya yang halus namun mengena bagai hipnotis.

Belum lama, saat jalur Gaza mengalami 'bombardemen' dari Israel, adalah Mesir yang di depan mata menyaksikan dan seakan menikmati tontonan peristiwa itu tanpa berbuat apapun. Baru setelah mendapat desakan dari dunia Islam, pintu perbatasan Mesir ke Palestina dibuka meski dengan keterbatasan yang ketat.

Dalam sudut pandang dan kepentingan Israel, jelaslah Mesir adalah negara sahabat yang berhasil 'dijinakkan'. Tidak heran bila berjuta kaum muslimin maupun mereka yang nonmuslim yang masih memiliki rasa kemanusiaan, merasa geram akan sikap acuh kepada nasib Palestina dari negara arab misalnya Mesir.

Nampaknya rakyat Mesir menyimpan rasa frustrasi dan kekecewaan yang lama terpendam kepada presiden mereka, ditengah sikapnya yang selalu nurut kepada kepentingan Israel dan sekutunya, ternyata si gaek Husni Mubarok justru gagal membuat rakyatnya sejahtera dan bahagia.

Reformasi merupakan jalan keluar yang harus ditempuh oleh Husni Mubarak jika ingin turun tahta secara terhormat. Masalahnya nafsu ingin terus berkuasa nampaknya sulit disembunyikan oleh Mubarak. Bahkan ia telah menyiapkan 'putra mahkota' pengganti, yaitu Gamal Mubarak.

Apa yang terjadi di Mesir berupa aksi demo yang berlangsung dengan kekerasan merupakan gambaran akan kemarahan rakyat yang menemukan momentum seusai revolusi Tunisia.

Akankah 'tembok' besar Israel yang berkuasa sejak 1981 ini berhasil dirobohkan oleh rakyatnya ?
Bagi kita di Indonesia yang menginginkan negara Palestina merdeka berdaulat, berikut mengembalikan kemuliaan tanah suci Al Quds, tentu menginginkan adanya perubahan kebijakan terhadap Israel dan Palestina oleh negara Mesir. Dan ini sulit terjadi selama si gaek Husni Mubarak berserta kroninya tetap berkuasa.