Kamis, 31 Maret 2011

Jangan Biarkan Sorak Sunyi Di Stadion Senayan


Entah sudah berapa ratus kali, pertandingan sepakbola digelar di stadion kebanggaan Indonesia, senayan Jakarta. Stadion yang kemudian dikenal dengan nama 'Gelora Bung Karno' adalah saksi bisu akan pasang surutnya prestasi persepakbolaan kita.

Bila kostum merah putih yang ada lambang garuda di dada berlaga, sudahlah pasti akan mengundang sorak sorai yang bergemuruh dari ratusan ribu penonton. Sorak sorai itu menjadi pemacu degub semangat juang tiap pemain sepakbola kita untuk berusaha mempersembahkan gol demi gol kemenangan.

Sesungguhnya prestasi sepakbola kita cukup disegani untuk kawasan Asia di era tahun 1950 hingga tahun 1970an. Adalah cita-cita dan dambaan masyarakat pecinta bola, kiranya suatu hari lagu Indonesia Raya akan berkumandang di laga Piala Dunia.

Ironis memang, di saat geliat tim sepakbola kita mulai bangkit, namun tidak dibarengi dengan kedewasaan para pengurusnya, untuk secara piawai mengelola organisasi. Tarikan kepentingan politik ikut bermain dan mempengaruhi. Hingga FIFA secara langsung atau tidak ikut terseret.

Bila kita melihat animo rakyat Indonesia yang rata-rata penggila sepak bola, dimana selalu datang dan memenuhi tiap stadion tempat berlangsungnya pertandingan-pertandingan liga, kita seharusnya berbangga dan bersyukur, betapa sepakbola bukan saja menjadi suatu hiburan namun juga dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat.

Berangkat dari hal ini, seyogyanya para pengambil kebijakan dapat secara bijaksana untuk lebih 'legowo' , agar tidak hanya mencoba mengambil keuntungan materi dari pengelolaan sepakbola di negeri ini, bagi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Namun lebih mengedepankan kepentingan rakyat banyak. Melalui sepakbola yang diindustrialisasikan akan tercipta kesejahteraan masyarakat.

Melalui tulisan sederhana ini, aku hanya berpesan kepada mereka yang memiliki kewenangan dalam kebijakan olahraga khususnya sepakbola, agar jangan menyakiti hati rakyat. Jangan biarkan sorak sorai yang bergemuruh dari suporter, dikhianati untuk kepentingan politik sesaat. Jangan biarkan sorak sorai berubah menjadi sorak sunyi di stadion senayan. Trimakasih

Rabu, 30 Maret 2011

Tertipu Bibir Merah


Hidup di era yang katanya modern ini, kita sering tertipu dengan penampilan segala sesuatu yang nampak secara lahir indah. Boleh jadi ini sebagai akibat dari orientasi hidup kita yang menjadikan materi sebagai tujuan.

Siang hari kita berkerja sibuk dan disibukkan untuk mengejar uang. Malam hari tiba kita tidur bermimpi mengejar uang pula. Semua hanya untuk dan demi uang atau materi. Yang seakan menawarkan kebahagiaan tak terbatas bila kita memiliki uang atau materi kekayaan yang banyak.

Bagi manusia yang hatinya waras, uang dan materi hanya dipandang sebagai sarana dan bukan tujuan hidup. Tujuan hidupnya adalah mematuhi segala perintah sang penciptanya, menjalankan tugasnya sebagai pemakmur alam semesta (Khalifah).


Saat tulisan ini dibuat, perhatian di Indonesia sedang tertuju pada dua sosok wanita yang secara penampilan fisiknya cantik nan jelita. Sosok pertama adalah penipu. Sosok kedua adalah karyawati sebuah bank besar swasta yang menggelapkan uang nasabah milyaran rupiah. Kedua sosok wanita ini merupakan contoh penipu yang tertipu oleh orientasi hidupnya yang mengejar uang semata. Sedang para korbannya adalah korban dari kecantikan semu yang menipu mata manusia, sebagai akibat selalu terpesona dengan sesuatu yang nampak indah di lahiriyah saja.


Mereka berdua kiranya akan menyusul teman sevisinya, yaitu Gayus Tambunan yang fenomenal. Materi dijadikan tujuan akibatnya harus berakhir di dalam penjara.

Melalui tulisan ini aku mengingatkan kita semua agar tidak gampang terpukau akan penampilan fisik seseorang atau sesuatu benda. Sebab boleh jadi di permukaan nampak indah namun di kedalaman sebaliknya. Berhati-hatilah terhadap segala bentuk penawaran. Jangan kerena nafsu yang bergejolak mengalahkan pertimbangan akal.

Aku teringat KoesPlus pernah berkata, dalam bahasa jawa 'wedhak pupur go solek duwek'. Artinya bedak atau kecantikan dijadikan sarana untuk mencari uang.

Senin, 28 Maret 2011

Jangan Sembunyikan "Dasa Sila Bandung", (Asia Afrika Bersatulah)


Saat tulisan ini dibuat, negara Libya sedang mengalami 'bombardemen' dari Amerika Serikat dan sekutunya. Dengan dalih hanya menjalankan resolusi PBB, mereka hendak melenyapkan penguasa diktator Libya Moammar Khadafy.

Sepintas para negara sekutu itu, nampak memiliki tujuan mulia. Hendak membebaskan rakyat Libya dari rezim penguasa tiran yang telah berkusa lebih dari 40 tahun. Namun suatu kenyataan adalah penggunaan cara kekerasan melalui operasi militer akan dibayar mahal dengan resiko jatuhnya korban dari rakyat sipil yang tidak berdosa.

Begitu bersemangatnya para negara sekutu itu untuk menyerang Libya, menimbulkan kecurigaan yang kuat, ada niat jelek berupa penjajahan ataupun imperialisme modern di negara Libya. Dapat dipastikan, kekayaan alam Libya berupa kualitas dan kuantitas minyak bumi yang membuat negara sekutu terangsang untuk coba menjadi pahlawan kesiangan.

Indonesia pernah menjadi pemrakarsa konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung. Benua Asia Afrika merupakan dua benua yang paling menderita akibat kolonialisme imperialisme selama berabad-abad. Presiden Soekarno dan sejumlah kepala negara yang hadir pada konfrensi Asia Afrika saat itu, telah berhasil mengeluarkan pokok-pokok pemikiran ataupun deklarasi konfrensi Asia Afrika yang lebih populer di Indonesia dengan istilah 'Dasa Sila Bandung'.

Inti dari pada 'Dasa Sila Bandung' adalah menolak segala campur tangan asing terhadap masalah dalam negeri negara lain. Dan juga menghormati hak asasi manusia. Dan juga menghormati kedaulatan suatu negara yang merdeka.

Di tengah situasi politik timur tengah yang keruh seperti saat ini, dan di saat PBB diragukan independensinya, maka semestinya pesan-pesan moral dari Dasa Sila Bandung itu seharusnya kembali disuarakan secara lantang oleh pemerintah Indonesia. Karena bukankah amanat dari konstitusi adalah turut serta menciptakan perdamaian dunia.

Partai Keadilan Sejahtera dan sejumlah tokoh nasional telah mendorong kepada pemerintah Indonesia agar lebih proaktif dalam menghadang laju nafsu imperialisme negara barat yang bersembunyi dibalik resolusi PBB terhadap Libya.

Pesan inilah yang dimunculkan dalam apel solidaritas terhadap kemanusiaan Timur Tengah pada hari minggu 27 maret 2011 di lapangan monas Jakarta. Semoga semangat Dasa Sila Bandung tidak disembunyikan. Trimakasih.

Kamis, 24 Maret 2011

Apa Yang Kau Cari MR TOMAHAWK ??


Saat tulisan ini aku buat, Mr Tomahawk sedang sibuk berkerja atas perintah majikannya. Di Libya kali ini Mr Tomahawk beraksi dan berakrobat. Konon atas ijin dari Dewan Keamanan PBB.

Tomahawk adalah nama sebuah rudal yang pintar. Ia mampu mencari sasaran secara akurat sesuai arahan dan pesanan sang majikan.

Moammar Khadafy sang pemimpin Libya yang kejam. Begitu publik opini terbangun. Ia tidak segan-segan menghabisi lawan maupun kawan yang coba menentang. Karena tindakan yang brutal dan sadis kepada rakyatnya membuat PBB ikut memberikan restu terwujudnya zona larangan terbang bagi pesawat tempur Libya.

Adalah majikan rudal Tomahawk dan konco-konconya yang paling bersemangat dan bernafsu untuk segera menghajar kekuatan militer Khadafy, seraya berkata bahwa hal itu dilakukan karena menjalankan pesanan dari Dewan Keamanan PBB semata.

Tidak ada makan siang yang gratis. Apakah mungkin majikan Mr Tomahawk begitu bersemangat jika tidak ada pamrih tertentu ? Sebenarnya apa yang membuat Libya begitu menggairahkan ? Apakah sosok Khadafy yang sexy ? Atau ladang minyak buminya yang merangsang nafsu imperialisme ? Sebagaimana di Iraq dan Afghanistan.


Mengapa Mr Tomahawk tidak sekali-sekali berkunjung ke Tel Aviv ? Bukankah Israel adalah negara ilegal dan sangat mengahalangi kemerdekaan Palestina? Rupanya Mr Tomahawk sangat senang berkunjung ke negeri-negeri kaya minyak saja ?

Sepintar-pintarnya rudal Tomahawk dalam memilih sasaran, ternyata korban rakyat sipil tidak terhindarkan. Apakah hanya dengan cara kekerasan dan akrobat senjata serta pesawat tempur seorang Khadafy akan mundur ? Masih perlu waktu untuk menjawabnya.

Sabtu, 19 Maret 2011

Ombak Ujian "Kapal PKS".


Tulisan yang aku buat bukanlah untuk menjawab 'gonjang-ganjing' berita yang dihembuskan oleh eks pendiri Partai Keadilan/PK/PKS yang terhormat ustadz Yusuf Supendi.

Aku hanyalah 'penumpang kapal' PKS yang berada di kelas deck paling bawah. Dan pastinya tidak tahu persis apa yang terjadi di 'anjungan kapal PKS'.

Diriku tertarik menaiki dan ikut berlayar dengan 'kapal PKS' bukan karena ikut-ikutan. Tapi karena mencerna dengan seksama apa yang telah disampaikan oleh 'sales marketing'nya hingga mencoba untuk memahami kemana arah yang akan di tuju, sejak kapal ini berlayar di tahun 1998, berangkat dari pelabuhan Reformasi.

Sepanjang pelayaran dengan kapal PKS banyak pengalaman yang telah aku dapatkan dan saksikan. Betapa mengasyikkan mengalami masa suka dukanya. Suatu pengalaman yang hanya terasa nikmat bila dinikmati dengan cita rasa 'keikhlasan'. Maka sudahlah pasti aku membawa obat anti mabok laut yang bernama 'ikhlas'. Bagi penumpang yang tidak sempat membekali diri dengan obat anti mabok laut ini, pastinya pelayaran panjang di lautan tak bertepi akan sangat melelahkan karena menderita mabok laut akibat ombak badai yang kadang datang menghampiri secara tiba-tiba.

Di dalam kapal ini banyak pula tipe dan jenis karakter penumpangnya. Ada yang doyan bicara, ada yang doyan berdandan, ada yang doyan cepat marah, ada yang doyan diam, ada yang doyan shoping dsb. Aku coba mendekati dan menyelami kepribadian mereka satu per satu. Ternyata mereka hanyalah manusia biasa. Sebiasa diri ini. Atribut yang mereka sandang, sering membuat mata orang biasa sepertiku tersilaukan. Namun dalam kedekatan silatuirrahim aku dapat merasakan persaudaraan yang tulus. Aku sadar, persaudaraan ini tak akan terwujud tanpa rasa saling memaafkan dan lapang dada seluas lautan yang kami arungi. Maklumlah kami para penumpang kapal ini hanyalah manusia biasa yang memiliki lidah tak bertulang.

Rasa persaudaraan di kapal ini mestinya tetap terjaga. Setiap usai sholat maghrib berjamaah di Masjid kapal, kami saling berjabat tangan dan berpelukan dalam bingkai doa persatuan. Budaya ini harusnya tetap diamalkan meski kesibukan masing-masing yang kadang membikin tidak sempat. Agar keterpaduan hati tetap terjaga.


Terlebih lagi ombak ujian kapal PKS semakin hari semakin besar seiring makin jauhnya pelayaran yang ditempuh. Dan makin banyaknya jumlah penumpang yang menaiki kapal ini pada setiap pelabuhan pemilu.

Melalui tulisan ini aku mengajak pada sesama ABK (anak buah kapal), untuk selalu siaga dan waspada serta tetap bergandengan tangan agar kapal ini tidak 'terkotori' oleh oknum penumpang yang tidak memiliki rasa memiliki. Semoga kapal PKS akan berlayar selamat hingga tepi pantai pelabuhan Mardhatillah. Amiin