Jumat, 28 Januari 2011

Akankah 'Tembok Israel Itu Roboh ?'


Saat tulisan ini dibuat perhatian mass media internasional tertuju ke negara 'Piramid' Mesir. Rakyat Mesir sedang menuntut adanya perubahan. Husni Mubarak dituntut 'lengser' oleh rakyatnya.

Sejak 14 oktober 1981 Muhammad Husni Mabarak menjadi Presiden republik arab Mesir. Ia menggantikan posisi Presiden Anwar Sadat yang terbunuh dalam sebuah parade militer, tidak lama setelah penandatanganan perjanjian Camp David dengan Israel.

Apa yang terjadi di Mesir khususnya dan wilayah Arab lain pada umumnya, sesungguhnya sejak lama telah menjadi bagian dari 'Grand Strategic' bagi terjaminnya negara ilegal Israel.

Mentalitas dan nyali serta harga diri dunia arab telah dilemahkan secara sistematis. Baik itu dengan politik belah bambu, inttrik militer maupun serangan penjajahan budaya yang halus namun mengena bagai hipnotis.

Belum lama, saat jalur Gaza mengalami 'bombardemen' dari Israel, adalah Mesir yang di depan mata menyaksikan dan seakan menikmati tontonan peristiwa itu tanpa berbuat apapun. Baru setelah mendapat desakan dari dunia Islam, pintu perbatasan Mesir ke Palestina dibuka meski dengan keterbatasan yang ketat.

Dalam sudut pandang dan kepentingan Israel, jelaslah Mesir adalah negara sahabat yang berhasil 'dijinakkan'. Tidak heran bila berjuta kaum muslimin maupun mereka yang nonmuslim yang masih memiliki rasa kemanusiaan, merasa geram akan sikap acuh kepada nasib Palestina dari negara arab misalnya Mesir.

Nampaknya rakyat Mesir menyimpan rasa frustrasi dan kekecewaan yang lama terpendam kepada presiden mereka, ditengah sikapnya yang selalu nurut kepada kepentingan Israel dan sekutunya, ternyata si gaek Husni Mubarok justru gagal membuat rakyatnya sejahtera dan bahagia.

Reformasi merupakan jalan keluar yang harus ditempuh oleh Husni Mubarak jika ingin turun tahta secara terhormat. Masalahnya nafsu ingin terus berkuasa nampaknya sulit disembunyikan oleh Mubarak. Bahkan ia telah menyiapkan 'putra mahkota' pengganti, yaitu Gamal Mubarak.

Apa yang terjadi di Mesir berupa aksi demo yang berlangsung dengan kekerasan merupakan gambaran akan kemarahan rakyat yang menemukan momentum seusai revolusi Tunisia.

Akankah 'tembok' besar Israel yang berkuasa sejak 1981 ini berhasil dirobohkan oleh rakyatnya ?
Bagi kita di Indonesia yang menginginkan negara Palestina merdeka berdaulat, berikut mengembalikan kemuliaan tanah suci Al Quds, tentu menginginkan adanya perubahan kebijakan terhadap Israel dan Palestina oleh negara Mesir. Dan ini sulit terjadi selama si gaek Husni Mubarak berserta kroninya tetap berkuasa.

Kamis, 27 Januari 2011

Kok Fanatik Amat Sih !?


Dalam pergaulan terkadang kita bertemu dengan resistensi terhadap prinsip ajaran keyakinan Islam yang kita anut. Yang lebih menyedihkan, jika resistensi itu justru berasal dari saudara-saudara kita yang juga mengaku beragama Islam pula.
Dari zaman penjajahan pencitraan negatif kepada Islam dan olok-olok yang merendahkan para penganutnya telah berhasil memberi stigma dan kesan jelek. Seperti contoh-contoh di bawah ini...

A. Di Sebuah Cafe.

Pulang kerja aku tidak langsung pulang ke rumah melainkan pergi ke Cafe dengan relasi sambil kongkow-kongkow. Mereka memesankan minuman Bir kepadaku. Namun aku menolak secara halus. Sambil tertawa sinis mereka berkata, kok fanatik amat sih.

B. Di Sebuah Acara Rapat.

Hari itu adalah hari jum'at. Sejak pagi kami dipanggil direktur untuk rapat membahas berbagai persoalan perusahaan. Tepat jam 11.30 aku izin karena mesti pergi sholat jum'at di masjid. Sontak para peserta rapat melihatku. Ada pula yang sempat berkata, kok fanatik amat sih.

C. Di Rumah Tetangga Yang Mau Hajatan.

Malam itu aku ikut warga ngobrol sambil menemani tuan rumah yang besok pagi akan menikahkan anaknya. Ada beberapa orang yang berkumpul duduk membentuk lingkaran. Rupanya mereka sedang main kartu alias judi. Akupun mereka ajak. Namun aku menolak secara halus. Di antara mereka ada yang berkata,"kok fanatik amat sih".

D. Memberi nama anak dengan nama Islam.

Saat anakku lahir para tetangga dan saudara aku undang ke rumah untuk menghadiri acara selamatan Aqiqah sekaligus memberi nama anak. Ketika mereka tahu nama anakku memakai nama Islam, ada yang berkata lirih, kok fanatik amat sih.

E. Memakai Busana Muslimah (Jilbab).

Saat hari Kartini di lingkungan Rw diadakanlah lomba wajah dan penampilan mirip ibu Kartini. Istriku yang memakai jilbab, mengusulkan agar lomba itu berlaku juga bagi wanita yang berbusana muslimah (jilbab). Namun tidak sedikit yang berkata sinis, "kok fanatik amat sih".

F. Di Ruang Kerja.

Aku di rayu seorang kawan yang memintaku menandatangani kwitansi fiktif. Aku menolak secara halus, namun ia malah berkata, kok fanatik amat sih.


Demikianlah sedikit contoh-contoh kasus dimana memegang prinsip kebenaran terkadang mendapatkan resistensi.

Rabu, 26 Januari 2011

Sutradara Rekayasa


Menjadi seorang pemimpin perusahaan yang memimpin banyak anak buah, sudah pasti memiliki banyak kesan terhadap pribadi masing-masing anak buah.
Ada yang jujur ada yang yesman ada yang cari muka ada yang nakal. Bahkan ada yang vocal atau kritis terhadap kebijakan manajemen.

Khusus bagi yang vocal, saya sebagai pemimpin perusahaan mesti hati-hati dan siap adu argumen bila ada suatu kebijakan yang dikritisi.
Tentu saja bagi kepentingan manajemen, barisan vokal sangat merepotkan dan bikin tidur tidak nyenyak. Apabila datang saat hitung menghitung bonus atau kenaikan gaji karyawan, sudahlah pasti aku memakai strategi argumen yang harus lebih baik dari barisan vokal.

Barisan vokal sangat disukai oleh banyak karyawan. Itu makanya mereka dipercaya menjadi pengurus serikat pekerja. Sedang barisan 'cari muka' adalah para karyawan yang dekat dan disenangi manajemen. Mereka adalah mata-mata manajemen.
Tahun berganti tahun, seiring makin meningkatnya biaya produksi dan biaya operasional perusahaan, maka aku mencari cara untuk 'mengenyahkan' barisan vokal dari kepengurusan serikat pekerja, yang nanti akan digantikan oleh barisan 'cari muka' yang disukai oleh manajemen.

Maka segera saja aku menyusun skenario rekayasa agar barisan vokal terpancing untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Berkat partisipasi aktif dari barisan cari muka, terjadilah demo mogok kerja yang dikomandoi oleh barisan vokal. Demo itu berawal dari berita yang belum pasti yang sengaja dihembuskan-hembuskan oleh barisan cari muka atas petunjuk dan arahan dari diriku sebagai sutradara rekayasa.
Demikianlah akhirnya melalui persidangan yang berkali-kali, aku berhasil mendepak barisan vokal dari kepengurusan serikat pekerja. Dan kini ketika aku sudah pensiun, kenangan lama itu timbul kembali seiring pemberitaan tentang gonjang ganjing mafia pajak dan mafia hukum yang penuh tipu daya dari sutradara rekayasa. Pertanyaannya siapakah sang sutradara itu ?

Selasa, 25 Januari 2011

Sebatas Retorika saja


Di sebuah ruangan aula ada ratusan pasang mata yang sore itu mendengarkan diriku saat menyampaikan kuliah tentang ajaran Islam soal pelayan masyarakat atau 'khadimul ummat'.

Melihat perhatian audien dengan berbagai pertanyaan yang diajukan saat sesi tanya jawab, aku berkesimpulan baik materi ceramah maupun diriku yang menyampaikannya mendapat respon positif dari para hadirin yang umumnya para kader sebuah partai politik yang mencanangkan nomer tiga besar di pemilu 2014 nanti.

Dalam ceramah yang berlangsung selama satu jam setengah itu, aku banyak mengambil contoh dari akhlak Rasul saw dan juga para sahabat beliau yang mulia. Yang kesemuanya berangkat dari rasa ikhlas untuk 'rela berkorban' demi orang lain atau rakyat yang mereka pimpin apapun latar belakang keyakinan agamanya.

Seorang muslim harus gaul habis namun tetap memegang teguh prinsip keyakinannya tanpa ikut larut arus negatif. Misalnya ikut judi atau miras. Begitu pula untuk tingkat Rt/Rw harus 'ringan tangan' dan 'ringan kaki' untuk membantu program kerja bhakti. Dan tanpa segan-segan rela meminjamkan mobilnya jika ada tetangga yang sangat memerlukan misalnya untuk ke rumah sakit.

Pendek kata, inti dari ceramah tentang khadimul ummat yang aku sampaikan adalah bagaimana sikap yang terbaik dalam bermasyrakat yang heterogen atau majemuk agar tidak menjadi pribadi 'kuper eksklusif'. Kepedulian sosial adalah kata kuncinya.

Sesampainya di rumah usai menyampaikan kuliah tersebut, istriku bilang malam ini aku diundang rapat rt. Namun aku berkata, aku sedang kurang sehat.
Besok paginya ada tetangga yang mau pinjam mobil karena anaknya mau 'khitan' namun aku berkata, mobilku mau masuk bengkel.
Sore harinya saat sedang nonton tv, tetangga sebelah mengajakku main bulutangkis sambil ngobrol santai. Namun aku menolak dengan alasan sedang capek.
Malam hari saat bercanda dengan anak, ada teman meminta sumbangan konsumsi kerja bhakti, aku hanya memberi sedikit uang padahal di dompet ada banyak uang.
Besok pagi usai sholat subuh tiba-tiba telpon rumah berdering, ternyata aku diundang acara kerja bhakti, namun lagi-lagi aku beralasan mau pergi ke kantor meski hari minggu karena ada pekerjaan di kantor.

Ternyata harus kuakui, kalo hanya sekedar beretorika memang mudah namun dalam kerja nyata dan nyata kerja sangatlah sulit. Entah sampai kapan !?

Minggu, 23 Januari 2011

Hanya Teka-Teki Silang


Sejak Gayus membikin heboh negeri ini. Diriku sering mendapat pertanyaan dari rekan kerja maupun para tetangga di rumah. Maklumlah sejak lama mereka mengenalku sebagai pengamat politik tingkat 'warung kopi, namun cukup lumayan dalam memberikan pandangan ataupun ulasan terhadap fenomena perpolitikan yang terjadi.

Senen pagi itu sebagaimana biasanya aku tidak langsung menuju ruang kerja. Masih ada waktu beberapa menit yang bisa kupergunakan untuk duduk di kantin kantor sambil sarapan dan juga ngobrol dengan sesama rekan kerja.

Sudah dapat kuduga, topik pembicaraan mereka yang duduk sarapan pagi di kantin adalah seputar 'kesaktian' Gayus yang dapat menari-nari terbang kesana- kemari.

Dan saat melihat aku datang dan duduk di antara mereka, topik pembicaraan semakin panas dan seru dengan disertai sumpah serapah untuk Gayus. Mereka ingin aku memberi tanggapan, namun terhambat oleh lonceng jam masuk kerja yang berbunyi.

Saat istirahat siang tanpa basa-basi lagi para rekan kerjaku yang sejak pagi menyimpan rasa ingin tahu tentang apa dan mengapa makhluk yang bernama Gayus itu, langsung meminta diriku memberi penjelasan.

Maka seluruh karyawan kantor yang sedang berada di kantin untuk makan siang tanpa aku sadari mereka mendengarkan penjelasan tentang fenomena Gayus dalam kacamata pengamat warung kopi seperti diriku.

Apa yang terjadi saat ini di negeri kita adalah suatu tontonan yang tidak baik untuk pendidikan generasi muda. Karena generasi muda seakan diajarkan sesuatu yang tidak jujur. Mereka yang dipundaknya ada amanah untuk menegakkan hukum ternyata mentalnya ambruk oleh rupiah.
Hukum positif di negeri kita seakan dalam kendali para mafia yang beruang 'unlimited'. Memerangi musuh dari luar lebih mudah ketimbang memerangi musuh yang menjalar-jalar bagai rayap di dalam tubuh bangsa kita.

Musuh bangsa kita berada di tengah-tengah bangsa kita sendiri. Sedihnya rayap seperti Gayus sudah terlalu banyak dan entah perlu waktu berpa lama untuk memusnahkannya !?

Adapun siapa di belakang Gayus ? Suatu pertanyaan yang hanya membuat rakyat makin pusing di tengah problematika hidupnya. Teka-teki silang itulah jawaban dari pertanyaan terus siapa dong ?
Yang pastinya bila kasus Gayus di ungkap dan di bongkar bersiaplah menyaksikan penjara yang penuh koruptor akan semakin penuh saja.
Kiranya ini merupakan etape yang harus di lewati oleh bangsa kita yang Insya Allah bila dapat melewatinya suatu hari akan menjadi bangsa yang kuat dengan hukumnya yang berwibawa.
Perlu keberanian memang untuk menumpas para mafia itu, sebagaimana keberanian menumpas pemberontakan G30S/PKI dulu. Tanpa itu maka teka-teki silang bangsa kita makin tak terjawab.
Dan bagi rakyat yang sadar dan harus sadar, perkembangan di negeri kita hendaknya terus dijadikan bahan obrolan diskusi di manapun. Semoga dengan begitu kita dapat mengawal perjalanan sejarahnya.
Di anatara rekan kerja ada yang masih ingin bertanya, namun lonceng jam masuk telah berbunyi usai sudah ceramah tentang Gayus dan hukum di kantin kantor kami.