Selasa, 29 Juni 2010

BILAL MUAZIN DARI AFRIKA


Jutaan pasang mata dari seluruh dunia saat tulisan ini dibuat sedang mengarah ke Afrika selatan. Tempat diselenggarakannya Piala Dunia sepak bola.
Segera ingatanku terbawa kepada sosok seorang sahabat Nabi Muhammad saw. Dia bernama Bilal Bin Rabah. Seorang bekas budak asal Afrika, tepatnya dari Habsyah/ Ethiopia.

Meskipun beliau sebagai bekas seorang budak yang semula tidak memiliki harga, begitu menjadi seorang muslim ia memiliki kedudukan yang utama seperti juga sahabat yang lainnya yang bukan berasal dari kalangan budak.
Suara bilal adalah suara panggilan Sholat. Karena dirinya ditunjuk langsung oleh Rosulullah sebagai sang Muazin. Sebuah kedudukan yang utama nan mulia.
Tantangan dan cobaan iman yang diterima oleh Bilal sebagai seorang budak yang belum dimerdekakan tidaklah ringan. Oleh majikannya ia disiksa ditelentangkan di gurun pasir yang panas sambil dadanya dihimpit batu besar agar mau keluar Islam. Namun Bilal tetap kokoh dan gigih untuk tidak keluar Islam.
Di saat sakit dan pedihnya siksaan yang ia terima ia berucap Ahad.....Ahad.....Ahad......Ahad artinya Satu......Satu.....Satu maksudnya ia hanya tetap berkeyakinan Allah Robbul 'Alamin Maha Esa. Tidak seperti sesembahan kaum majikannya yang berkeyakinan Polytheisme.

Kehadiran ajaran Islam yang dibawa oleh Rosul saw segera mendapat sambutan yang beragam. Para bangsawan dan para pembesar yang merasa diri mereka besar pada umumnya enggan dan menolak ikut ajaran Islam. Tapi bagi kaum tertindas yang terzolimi para tiran, menyambut ajaran Islam dengan hangat sepenuh hati. Termasuk sahabat Bilal sang muazin Rosul saw.

Ajaran Islam tidak membedakan manusia berdasarkan ras keturunan atau status strata sosialnya. Yang membedakan hanyalah kualitas Taqwanya. Dan yang dapat menilai ketaqwaan seorang manusia hanyalah Allah swt saja. Karna persoalan iman dan taqwa tidaklah terukur dari baju gamis atau jenggot atau peci putih atau besarnya sorban.

Di zaman modern ini realitanya banyak yang masih berfaham pembedaan drajat level manusia berdasarkan status sosialnya sesuatu yang dikikis habis dalam Islam. Terbukti dalam suasana di Masjid atau tatkala seseorang menunaikan ibadah haji. Semuanya duduk sama rendah berdiri sama tinggi.

Dan suara sandal Bilal yang mantan budak terdengar nyaring ditelinga Rosul saw tatkala beliau mengalami peristiwa Isra Mi'raj. Sesuatu yang mahal yang didambakan semua insan. Amiiiin

Minggu, 27 Juni 2010

Kaca Mata Positif Seorang Kader


Awalnya usaha ini kecil dan tidak dilirik orang. Ketika usaha untuk menyelamatkan kehidupan keluarga menjadi sesuatu yang sangat mendesak. Tidak kenal lelah siang malam merintis pengembangan usaha ini. Dari kota ke pelosok desa. Naik turun gunung, menyeberangi lautan pulau demi pulau. Mencoba memperkenalkan sesuatu yang baru.

Tidak terhitung jumlah orang yang dijumpai. Ada yang bisa menerima tidak sedikit juga yang menolak. Adapula yang curiga akan menyaingi para pebisnis senior.

Hari berganti tahunpun berlalu cepat. Dari tidak memiliki 'plang merk' Alhamdulillah. Papan nama itu telah berdiri. Papan nama itu semula di tempatkan di lantai bawah. Karna masih berupa 'mini market'. Karna kepiawaian para marketing yang tulus dan tahan banting, jumlah pelanggan makin hari makin bertambah seiring kepercayaan dan pelayanan yang kami jaga dan kelola.

Perkembangan usaha ini makin menuntut manajemen untuk berpikir jauh kedepan, karna tantangan persaingan mulai kencang seiring dengan makin besarnya omzet penjualan yang besar pula. Plang nama atau tiang papan nama itu tidak layak lagi bila di letakkan di lantai dasar. Melainkan harus di letakkan di lantai teratas gedung. Seimbang dengan bangunan Supermarket yang segera disiapkan menjadi Hypermarket.

Dan kini usaha kami menjadi sesuatu yang diperhitungkan. Bukan saja di tingkat nasional bahkan luar negeri. Dan karna penampilan para 'PR' kami dalam mengemas usaha ini, makin mempesonalah Supermarket ini yang diproyeksikan segera menjadi Hypermarket sebagai sesuatu yang niscaya dalam menghadapi persaingan.

Sayangnya tidak sedikit pelanggan yang salah paham. Bahkan para pekerja senior tidak sedikit yang turut bingung melihat pemekaran usaha ini. Mestinya para pekerja senior mampu memberikan kejelasan info kepada para pelanggan setia terhadap kebijakan manajemen. Dan pihak manajemen kiranya tetap menilai rasa kesalahpahaman ini berangkat dari rasa kecintaan terhadap Supermarket kami yang sejak awal telah memberikan servis memuaskan sesuai harapan mereka.

Rasa takut ditinggalkan dari para pelanggan lama dan pekerja senior sebenarnya tidak beralasan. Tetap menjadi tekad manajemen untuk tidak mengurangi kualitas servis kepada pelanggan bahkan akan terus ditingkatkan. Juga para pekerja lama harapan dan ide mereka tetap diakomodir.

Melalui tulisan ini terkandung harapan besar dan tinggi semogalah Supermarket yang akan menjadi Hypermarket dengan harapan akan makin banyak menyedot jumlah pengunjung skaligus para pelanggan baru tidak akan mengurangi kualitas pelayanannya sejak dulu yang merupakan Roh usaha ini yang bertumpu pada kejujuran dan kepedulian. Semoga !!!

IKHLAS UNLIMITED


1. Seorang ibu semalaman tidak tidur, ketika anak bayinya sedang demam.

2. Seorang Ayah brangkat gelap pulang gelap mencari nafkah banting tulang peras keringat.

3.Seorang istri sudah capek2 masak ternyata suaminya sudah makan di luar.

4.Tuan rumah pesta pernikahan tetap tenang, karna ternyata jumlah undangan yang hadir tidak seperti yang diharapkan. Sebab tiba-tiba hujan deras.

5. Seorang karyawan yang telah berusaha mengerjakan tugas sebaik-baiknya tetap mendapat celaan dari atasannya.

6. Seorang bawahan yang rajin dan jujur justru tidak dilirik atasannya untuk promosi kenaikan pangkat.

7. Seseorang yang kalah dalam Pilkada padahal telah menghabiskan uang ratusan juta bahkan milyar baik dengan menjual warisan maupun ngutang sana sini.

8. Seorang pemuda yang kekasih hatinya direbut orang lain.

9. Seseorang yang kehilangan motornya tatkala sedang solat di Masjid.

10. Seorang kader partai yang dilupakan oleh mereka yang telah duduk di kursi.

11. Seorang penulis sepertiku, yang tidak tau apakah ada orang yang kan membaca tulisannya atau tidak ada.


Apa yang ku tulis di atas, hanyalah sedikit contoh ketika kita mesti memiliki sifat ikhlas yang tanpa batas. Mesti berat tapi yakinlah apa yang telah dan akan kita lakukan tidak sia2 . Sebab ada 'kamera sensitif' dari langit yang kan menilai.

Jika saja setiap sebelum melakukan sesuatu didasarkan atas niat untuk 'membuatNya tersenyum', pastilah semua akan ringan walo berat.

Kekuatan ikhlas ini tidak dimiliki oleh iblis, saat diperintahkan sang khalik untuk menghormat/ sujud adam as.

Andaikata iblis tidak mengkultus ego dirinya sendiri, melainkan mengkultuskan yang Maha Agung, dan demi yang maha Agung, kejadiannya bisa jadi lain.

Maka untuk melatih diri agar memiliki sifat ikhlas unlimited, cobalah berlapar dahaga di siang hari nan panas. Atau carilah sang ikhlas dikeheningan sajadah malammu.

Bila telah kau peroleh, cobalah siarami agar subur dengan siraman canda tawa si fakir dan yatim, dengan sering membuka dompetmu kepadanya. Wallahu 'alam

Sabtu, 26 Juni 2010

Pupus Haru Istighfar Saat Gerhana Bulan


Tak terasa sudah berapa kali seharusnya diri ini menjadi saksi terjadinya fenomena alam gerhana bulan. Mata pemberianNya terlalu asyik berpaling ke arah angka-angka nafsu dunia di kalkulator. Ketimbang mengamati bukti keAgunganNya berupa gerhana bulan. Telinga ini terlalu akrab dengan gita cinta cengeng dari MP3. Ketimbang coba mendengar berita tentang fenomena alam jagad raya asuhanNYA. Juga mulut ini terlalu lahap dan rakus bicara tentang adegan binatang yang sedang heboh menjadi buah bibir. Hati ini pun keras membatu tak tergetar mendengar lantunan FirmanNya.

Mau di bawa kemana jalan hidup ini ?? Banyak nian insan salah melangkah. Dikiranya hakekat ternyata fatamorgana. Dikiranya asli ternyata tipuan semu. Inikah hidup yang mesti kujalani ???

Dari gulita pagi yang dini hingga gelapnya malam haruskah kuhabiskan jatah umur ini tanpa berdekat-dekat akrab denganNya ?? Tak tau lagi dimana ku simpan sajadah yang dulu di dalamnya ada pesan wanti-wanti almarhumah ibu. Apalagi Al Qur'an yang masa kecil slalu kupeluk erat saat pergi ke madrasah bersama gandengan tangan ibunda tercinta, tak tau ada dimana ??? Masih bisakah lidah ini membacanya ??? Sementara tiap senja pulang kerja lidah ini akrab nyanyi di kafe kongkow-kongkow.


Ku lirik foto keluarga seorang teman yang melekat di komputernya. Bahagia nya mereka. Suami Istri sudah lama pergi berhaji. Padahal dia adalah bawahanku. Yang secara gaji dan pendapatan ada di bawahku. Namun uangku habis berhamburan tak menentu di Mall dan department store mencari kepuasan kuliner anak istri. Berterbangan di tempat-termpat wisata bersama senda tawa anak istri yang jarang rukuk dan sujud padaNya.

Dompetku sering terbuka di salon mobil. Mengejar 'Wah'. Tapi cet mobilku tetap saja kian kusam karna hari terus berganti. Tak terpikirkan bahkan enggan dan berat rasanya membuka isi dompet di depan si fakir. Mengapa oh mengapa ??

Sesampainya di rumah tiap malam, yang kurasa lahir batin gersang dan panas.
Semakin tak menentu manakala mendengar genjrang-genjreng gitar anak ku yang buta huruf qur'an. Wajah istrikupun serasa gelap padahal ia slalu minta uang tambahan untuk pergi ke salon ketimbang minta uang infak ikut majelis taklim.


Ya Allah.....haruskah ini terus terjadi pada diri dan keluargaku ??? Lalai dari mengingatMu.
Baru saja aku memarkir mobil di garasi rumah. Tiba-tiba tetangga-tetangga banyak yang lewat di depan rumah. Ada apa ? Mau kemana mereka ? Akupun bertanya polos pada mereka yang lalu lalang. Ternyata malam ini ada gerhana bulan. Mereka habis magrib mau sholat gerhana. Akupun mereka ajak ke Masjid di komplek perumahan. Mulanya enggan dengan alasan belom mandi. Tapi akhirnya kaki ini melangkah juga ke Masjid. Tak tau siapa yang menggerakkan hingga ringan melangkah.

Akhirnya ku sujud haru dalam permohonan ampunku padaMu Ya Allah.........Berilah kekuatan lahir bathin untuk membawa diri hamba dan keluarga ke jalan yang kau Ridhoi..... Amiiiiiin

Jumat, 25 Juni 2010

Kereta Api GajaYana : Secarik Kertas Catatan


Mendambakan naik kereta api eksekutif mahal akhirnya sore itu tercapai juga. Alhamduliilah. Jarang naik kereta eksekutif jarang pula kaki ini menapak di lantai stasiun Gambir. Karna stasiun Gambir dikususkan untuk calon penumpang kereta eksekutif nan mahal untuk ukuran rakyat jelata sepertiku. Namun tidak akan menyesal karna perjalanan kali ini cukup jauh dan lama. Menuju kota Malang markasnya Arema di jawa timur sana.

Suasana stasiun Gambir tentu berbeda dengan stasiun lain. Penyajian interior ruangan dan segala aneka barang dagangannya memang tarafnya berkelas. Diperuntukkan bagi mereka yang berkantong tebal.

Begitupun wajah-wajah calon penumpang yang memadati stasiun ini dengan penampilan busananya memberi kesan berkelas dari kalangan berpunya.

Memasuki gerbong kereta api eksekutif ini, disambut dengan senyum selamat datang dari dayang-dayang kereta alias pramugari atau pramugaranya. Sejuk nian gerbong ini dengan aroma mewanginya. Jauh dari parfum amoniak yang biasa kujumpai di gerbong kereta ekonomi. Empuknya kursi yang bisa tersandar kebelakang membuat pinggangku yang akrab dengan encok di bangku kereta ekonomi, kali ini dimanjakan sangat. Apalagi pantat ini yang biasa panas menunggu kereta silang, kali ini tak terasakan.

Belum lagi hiburan film yang ada di view depan gerbong kereta berklas ini. Dan pemeriksaan karcispun hanya sekali. Dengan penampilan kondektur yang keren berjas, sungguh nyaman perjalanan kali ini.






Tidak ada pula suara-suara brisik dari pedagang asongan yang kadang bersynergy dengan pengemis dan pengamen. Dan para penjaja ' oleh-oleh' hanya di lakukan oleh dayang kereta yang hilir mudik menawarkan hidangan kuliner kereta yang sudah tentu mesti membayar untuk merasakannya. Soal harga tak usah ditanya. Semua disajikan bagi mereka yang dompetnya penuh kertas uang. Bukan seperti dompetku yang banyak pula kertasnya. Tapi kertas kuitansi pembelian ini itu.


Usai sholat magrib kumerenung. Seiring gelapnya malam yang datang menyelimut.
Kalo di dunia saja kita dibedakan karna status sosial ekonomi yang fana nan semu. Apatah lagi nanti di akherat. Taqwa yang membedakan derajat kita kelak di sisi sang khaliq.

Alangkah bahagia dan lapangnya dada ini menghirup nafas kehidupan manakala uang di saku terlipat berlipat-lipat. Bisa naik kereta mahal yang diprioritaskan jalannya. Tidak seperti kereta ekonomi yang slalu kalah karna dikalahkan. Semua indah karna perbekalan yang lebih dari cukup. Maka terusik hati ini saat menyruput hangatnya kopi susu di dinginnya gerbong Gajayana, karna perbekalan perjalanan panjang abadi di akherat masih sangat kurang.

Senyum dayang kereta yang menyapa.
Akan kita temui kelak di akherat. Senyum bidadari sorga yang menyambut datangnya hamba yang taat. Sebaliknya pemeriksaan dan penyiksaan yang berulang-ulang akan kita jumpai dengan wajah seram menakutkan bila bekal kebajikan minim. Bangga dengan dosa yang terbungkus nafsu. Ternyata membawa siksa pedih kelak.

Cemas takut manakala tidak punya karcis kereta. Saat diperiksa oleh kondektur. Begitupun cemas takut yang sangat di kala malaikat munkar nakir memeriksa kita di alam kuibur yang sempit gulita.
Akhirnya ku terlelap di empuknya buaian kereta Gajayana yang melaju kencang teriring doa Rabbana Atiinaa Fiddunyaa Hasanah Wa Fil Akhiraaati Hasanah Wa Qinaa Adzaban Naaar Amiiiiin