Sabtu, 09 April 2011

Setia Hingga Akhir Di Dalam Keyakinan


Judul artikelku kali ini meminjam tulisan seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia bernama Wolter Monginsidi.
Menjelang ia dihukum tembak di depan regu tembak tentara Belanda, ia sempat menulis beberapa kalimat pesan-pesan terakhirnya yang bernada syair. Salah satu syair yang ia tulis dan kemudian menjadi kalimat yang selalu dikenang, adalah 'Setia Hingga Akhir Dalam Keyakinan'.
Sosok Wolter Monginsidi adalah sosok pemuda pejuang yang jantan pemberani. Hingga ia tidak mau matanya ditutup kain saat berhadapan dengan regu tembak. Ia bahkan sempat berteriak merdeka, merdeka saat delapan timah panas merobek dadanya.


Demikian sekelumit kisah patriotik seorang Wolter Monginsidi. Sengaja aku mengajakmu mengingat perjuangannya karena saat tulisan ini dibuat, ujian bagi partai dakwah PKS laksana ombak badai yang datang menghampiri silih berganti.

Ada beberapa peristiwa nyata yang aku alami, yang rasanya sedih untuk aku ceritakan tapi aku segera menemukan jawabannya. Jawabannya adalah 'Setia Hingga Akhir Dalam Keyakinan'. Berikut beberapa contohnya :

A. Di Sebuah Kantor Instansi Pemerintah.

Seorang teman bertanya padaku, " apa yang kamu udah dapatkan dari PKS, bukankah dirimu tetap saja hidup susah. Sedang yang menikmati mereka yang tidak mempedulikanmu ?, lebih baik tinggalkan PKS saja."

Aku menjawab. "Untuk PKS, aku setia hingga akhir dalam keyakinan."

B. Dalam sebuah obrolan di warung kopi.

Beberapa teman ngobrol berkata dan bertanya padaku usai membaca dan mendengar berita yang memojokkan PKS. Mereka berkata dan bertanya, " Berarti sama saja antara PKS dan partai lainnya. Lalu buat apa kita mati-matian memperjuangkannya?"

Aku menjawab, " Untuk PKS, aku setia hingga akhir dalam keyakinan."

C. Dalam sebuah obrolan di jalan dengan beberapa kawan yang aku temui, ia berkata, "Saya sibuk nggak sempat ikut-ikut acara PKS".

Aku menjawab, " Untuk PKS, aku setia hingga akhir dalam keyakinan."

Demikian beberapa contoh dari peristiwa saat loyalitas seorang kader diuji. Dengan adanya berbagai pemberitaan yang mendiskreditkan PKS, maka akan menguji loyalitas para kadernya. Sudut pandang kader dengan sudut pandang simpatisan terhadap PKS tentu berbeda.

Biarlah waktu yang akan berbicara, saat kapal PKS berlayar makin jauh melalui pasang surutnya ombak gelombang, akan terlihat siapa ? Dan mengapa ?
Karena betapa banyak orang yang kelihatannya berada di dalam kapal namun hakekatnya ia berada di luar kapal. Namun banyak pula yang terlihat berada di luar kapal sejatinya ia ada di dalam kapal.

Dirgahayu PKS . Teruskan berbhakti untuk negeri.

Senin, 04 April 2011

Tuntutlah Ilmu Hingga ke Negeri China


Rasanya sedih bercampur geram, melihat negeri kita kekayaannya diambil secara tidak sah oleh para maling berdasi. Sangat sedih bila ada maling yang perutnya lapar terpaksa harus mencuri ayam, lalu dihakimi secara sadis dan brutal oleh massa yang menangkapnya.

Di sisi lain para pejabat atau mantan pejabat, yang telah memiliki gaji atau penghasilan yang lebih dari cukup, tetap saja secara sengaja mencuri uang rakyat atau negara secara rakus. Dan hukumannya sering tidak sepadan dengan kejahatan yang dilakukan.

Usaha untuk memperkecil dan mempersempit gerak para maling berdasi terus dilakukan. Tidak hanya kepolisian dan kejaksaan yang berkerja siang malam untuk itu, tapi sekarang kita memiliki lembaga pemberantasan korupsi yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ).

Adanya KPK seakan menjadi tumpuan harapan rakyat Indonesia yang merasa jijik melihat kerakusan para oknum pejabat yang tega dan tanpa merasa berdosa mencuri uang rakyat.
Bila hingga hari ini rakyat kebanyakan masih hidup terlunta-lunta di bawah garis kemiskinan, salah satu sebab utamanya karena uang bagi kemakmuran mereka telah dicuri oleh para koruptor. Padahal hasil bumi Indonesia sangat berlimpah ruah. Namun kemakmuran bagi rakyatnya masih jauh dari harapan.

Melalui tulisan singkat ini, aku hanya ingin mengajak semua lapisan masyarakat yang peduli terhadap nasib masa depan negeri tercinta ini, agar memerangi prilaku korupsi dari diri sendiri terlebih dahulu. Dan untuk memberantas sepak terjang para koruptor, mestinya kita mau belajar dan menuntut ilmu.

Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China demiian kata seorang ahli hikmah, bukan hanya ilmu perdagangan saja, tapi ilmu bagaiamana memberantas para Koruptor. RRC sangat keras tak kenal belas kasihan kepada mereka yang terbukti korupsi.

Selama hukuman bagi para koruptor itu tersandera dengan rasa kasihan atau mengingat jasa baik seorang koruptor, maka sulit menciptakan hukuman yang menimbulkan efek jera sebagai pembelajaran bagi mereka yang hendak menjadi koruptor.

Harus tega dan tegas tidak ada kompromi juga tidak pandang bulu serta tidak mempan disuap. Bila hal ini menjadi nafas para penegak hukum di negeri kita kiranya para koruptor bermental tikus akan berkurang secara drastis. Semoga.

Jumat, 01 April 2011

Debt Collector Kasihanilah Aku


Saat aku pulang kerja wajah istri nampak suram tak seperti biasanya. Ada sesuatu yang ia ingin katakan, namun masih tertahan di dalam hati. Sambil makan malam aku coba mengira-ngira masalah apa yang terjadi. Dan ketika aku tanya ada apa ia tak menjawab.

Sambil menonton tv, aku mencoba duduk dekat istri yang sedari tadi duduk di teras rumah sambil melamun. Dan malam makin larut, semua anak-anakku telah tidur. Tinggal kami berdua duduk membisu di teras.

Dengan rasa emosi yang tertahan, istriku bercerita, bahwa tadi siang ada dua orang berwajah seram datang ke rumah mencari diriku. Mereka katanya ingin menagih utang.

Mendengar cerita istri, aku lama terdiam tertunduk malu. Harus aku akui bahwa sebagai suami saat ini tengah diliit utang. Jika aku bisa membelikan berbagai alat rumah tangga dan juga keperluan lain, itu banyak dari meminjam uang di bank. Mulanya aku dapat melunasi utang secara tepat waktu, namun saat roda usaha sedang sulit, terpaksa belum bisa melunasi utang ketika jatuh tempo.

Awalnya karena demi gengsi dengan teman, lalu ingin terlihat sebagai suami yang kaya dan peduli keluarga maka aku tergiur untuk memiliki kartu kredit. Istriku tidak tahu sebelumnya bahwa kebutuhan rumah tangga dapat terpenuhi dengan kartu kredit alias kartu utang. Maka gaya hidup konsumtif menjadi nafas keseharian keluarga kami. Akupun berprinsip bagaimana nanti saja bila ditanya soal resikonya.

Akhirnya bunga pun terus berbunga. Utang tetap utang makin menumpuk. Dan aku kehabisan akal untuk mencari solusi. Yang terjadi mulai malam itu aku sudah tidak bisa tidur nyenyak karena terbayang wajah seram dan bengis para debt collector.

Keesokan hari saat aku di kantor, tiba-tiba istri menelpon agar aku segera pulang. Debt collector menunggu di rumah sambil membentak kasar. Yang membuat anakku yang paling kecil menangis ketakutan. dan tetangga berdatangan. Badanku gemetar bersama keringat dingin. Teman di kantor melihatku, bertanya mencari tahu.

Akupun pulang cepat karena harus bertemu dengan debt collector. Sepanjang jalan menuju rumah pikiranku sudah tak menentu. Ada rasa malu dengan istri dan apalagi dengan tetangga. Ternyata di balik penampilan keluargaku yang nampak bahagia dalam kemewahan ternyata menanggung banyak utang di bank.

Hanya satu kalimat yang terucap berkali-kali kepada debt collector, kasihanilah aku.
Sambil aku berusaha mencari pinjaman lain untuk menutupi pinjaman di bank. Maka tutup lobang gali lobang menjadi 'lingkaran setan' kehidupan keluarga kami akibat tidak hati-hati memakai kartu kredit alias kartu utang.

Semoga bisa menjadi pelajaran.

Kamis, 31 Maret 2011

Jangan Biarkan Sorak Sunyi Di Stadion Senayan


Entah sudah berapa ratus kali, pertandingan sepakbola digelar di stadion kebanggaan Indonesia, senayan Jakarta. Stadion yang kemudian dikenal dengan nama 'Gelora Bung Karno' adalah saksi bisu akan pasang surutnya prestasi persepakbolaan kita.

Bila kostum merah putih yang ada lambang garuda di dada berlaga, sudahlah pasti akan mengundang sorak sorai yang bergemuruh dari ratusan ribu penonton. Sorak sorai itu menjadi pemacu degub semangat juang tiap pemain sepakbola kita untuk berusaha mempersembahkan gol demi gol kemenangan.

Sesungguhnya prestasi sepakbola kita cukup disegani untuk kawasan Asia di era tahun 1950 hingga tahun 1970an. Adalah cita-cita dan dambaan masyarakat pecinta bola, kiranya suatu hari lagu Indonesia Raya akan berkumandang di laga Piala Dunia.

Ironis memang, di saat geliat tim sepakbola kita mulai bangkit, namun tidak dibarengi dengan kedewasaan para pengurusnya, untuk secara piawai mengelola organisasi. Tarikan kepentingan politik ikut bermain dan mempengaruhi. Hingga FIFA secara langsung atau tidak ikut terseret.

Bila kita melihat animo rakyat Indonesia yang rata-rata penggila sepak bola, dimana selalu datang dan memenuhi tiap stadion tempat berlangsungnya pertandingan-pertandingan liga, kita seharusnya berbangga dan bersyukur, betapa sepakbola bukan saja menjadi suatu hiburan namun juga dapat menggerakkan roda perekonomian masyarakat.

Berangkat dari hal ini, seyogyanya para pengambil kebijakan dapat secara bijaksana untuk lebih 'legowo' , agar tidak hanya mencoba mengambil keuntungan materi dari pengelolaan sepakbola di negeri ini, bagi keuntungan pribadi dan kelompoknya. Namun lebih mengedepankan kepentingan rakyat banyak. Melalui sepakbola yang diindustrialisasikan akan tercipta kesejahteraan masyarakat.

Melalui tulisan sederhana ini, aku hanya berpesan kepada mereka yang memiliki kewenangan dalam kebijakan olahraga khususnya sepakbola, agar jangan menyakiti hati rakyat. Jangan biarkan sorak sorai yang bergemuruh dari suporter, dikhianati untuk kepentingan politik sesaat. Jangan biarkan sorak sorai berubah menjadi sorak sunyi di stadion senayan. Trimakasih

Rabu, 30 Maret 2011

Tertipu Bibir Merah


Hidup di era yang katanya modern ini, kita sering tertipu dengan penampilan segala sesuatu yang nampak secara lahir indah. Boleh jadi ini sebagai akibat dari orientasi hidup kita yang menjadikan materi sebagai tujuan.

Siang hari kita berkerja sibuk dan disibukkan untuk mengejar uang. Malam hari tiba kita tidur bermimpi mengejar uang pula. Semua hanya untuk dan demi uang atau materi. Yang seakan menawarkan kebahagiaan tak terbatas bila kita memiliki uang atau materi kekayaan yang banyak.

Bagi manusia yang hatinya waras, uang dan materi hanya dipandang sebagai sarana dan bukan tujuan hidup. Tujuan hidupnya adalah mematuhi segala perintah sang penciptanya, menjalankan tugasnya sebagai pemakmur alam semesta (Khalifah).


Saat tulisan ini dibuat, perhatian di Indonesia sedang tertuju pada dua sosok wanita yang secara penampilan fisiknya cantik nan jelita. Sosok pertama adalah penipu. Sosok kedua adalah karyawati sebuah bank besar swasta yang menggelapkan uang nasabah milyaran rupiah. Kedua sosok wanita ini merupakan contoh penipu yang tertipu oleh orientasi hidupnya yang mengejar uang semata. Sedang para korbannya adalah korban dari kecantikan semu yang menipu mata manusia, sebagai akibat selalu terpesona dengan sesuatu yang nampak indah di lahiriyah saja.


Mereka berdua kiranya akan menyusul teman sevisinya, yaitu Gayus Tambunan yang fenomenal. Materi dijadikan tujuan akibatnya harus berakhir di dalam penjara.

Melalui tulisan ini aku mengingatkan kita semua agar tidak gampang terpukau akan penampilan fisik seseorang atau sesuatu benda. Sebab boleh jadi di permukaan nampak indah namun di kedalaman sebaliknya. Berhati-hatilah terhadap segala bentuk penawaran. Jangan kerena nafsu yang bergejolak mengalahkan pertimbangan akal.

Aku teringat KoesPlus pernah berkata, dalam bahasa jawa 'wedhak pupur go solek duwek'. Artinya bedak atau kecantikan dijadikan sarana untuk mencari uang.