Selasa, 25 Mei 2010

Buah Terlarang


          Masa remaja adalah masa yang paling indah dalam kehidupan seorang anak manusia. Karena pada masa inilah mereka umumnya mengenal cinta kepada lawan jenis. Dari kota terbesar hingga desa terkecil dan terpencil,  sebagai akibat kemajuan iptek,  tontonan film di tv ataupun vcd, turut menggelorakan hasrat darah muda di masa remaja.  Bukan hanya film,  lagu-lagu cengengpun turut meramaikan jiwa muda yang belum menemukan jatidirinya.

          Gejolak jiwa remaja sering tidak tersalurkan ke arah aktifitas yang positif.  Mestinya kegiatan remaja masjid, karang taruna, pencak silat, pramuka, grup lintas alam, lebih berperan untuk menjadi wadah pembinaan sekaligus kanalisasi bagi jiwa remaja yang sedang mencari jatidiri.

          Sayang nya tidak sedikit remaja menemukan jalan yang salah. Menikmati  'buah terlarang' seperti sex bebas menjadi pengantin remaja.  Narkoba tewas overdosis. Kebut-kebutan di jalan tewas kecelakaan konyol.  Bila sudah begini, serta merta orang tua menyalahkan sekolah.  Bapak ibu guru kena cibiran karna tidak mampu mendidik siswa.  Peran guru di sekolah dituding sebagai  pengajar belaka bukan sebagai pendidik.

          Mendidik anak harus dimulai dari  lingkungan  rumah tangga. Peran sentral ibu bapak di rumah tidak bisa tergantikan oleh guru formil di sekolah. Tapi tidak sedikit orang tua yang tidak tau harus bagaimana memulainya. Maka pulang sekolah formil anak-anak lalu di sekolahkan di madrasah ataupun TPA-TPA,   dan orang tuapun serasa sudah cukup dalam mendidik anaknya.

          Adalah Ibrahim As seorang  Ayah yang sukses mendidik anak.  Cara nya dengan dialog saling terbuka dengan anaknya.   Dialog terbuka ??? Apa Sulitnya ???

          Tidak jarang seorang anak dengan orang tuanya tertutup dalam berkomunikasi.   Bertanya soal pribadi  lebih enak dan terbuka dengan teman dan orang lain ketimbang dengan Ayah Ibu di rumah.  Mengapa ?  Karena sejak kecil tidak dibiasakan komunikasai 'dua arah'   yang ada hanyalah komunikasai  'satu arah'  berupa instruksi maupun teguran ini itu kepada si anak.  Apalagi bila orang tua menghadapi suatu masalah, sering tidak mengajak anak untuk 'urun rembuk' atau share atau diskusi.    Maka lengkaplah problem jiwa remaja, di saat  sedang mencari jati diri ,   merekapun   tidak tau harus konsultasi sama siapa ?

          Yang tidak boleh dilupakan oleh setiap orang tua adalah,  menjadi orang tua pun mesti memiliki ilmu. Ilmu sebagai orang tua tidak didapat dari  sekolah. Karna tidak ada  satu sekolahpun yang   mengajarkan ilmu menjadi orang tua yang sukses.  Ilmu itu didapat  dari bertanya untuk menimba pengalaman  dari para orangtua yang telah berhasil mendidik anaknya. Atau paling tidak diperlukan saling tukar pengalaman dengan orang  tua yang lain.  Agar didapatkan suatu cara yang tepat  dalam menghadapi gejolak jiwa remaja anaknya.

          Maka sebelum terlambat   diperlukan suatu kerja yang synergys untuk saling melengkapi antara Ibu Bapak di rumah di satu pihak, dengan Ibu Bapak guru di sekolah.  Dan juga perlu dikembangkan dialog langsung dengan si Anak.   Akan lebih baik lagi bila melibatkan teman akrab  si Anak  agar lebih terbuka  guna terditeksi secara  dini dan jelas akar persoalan pribadi si Anak.   Semoga  si Anak tidak ingin mencoba 'buah terlarang'.  Wallahu 'alam

Senin, 24 Mei 2010

Manusia Bukan Robot


                    Suatu ketika aku pernah mendampingi seorang atasan berkunjung ke asrama yatim piatu. Untuk pertama kalinya aku masuk ke dalamnya. Tanpa segan kaki ini melangkah masuk. Rasa penasaran ingin tau apa yang ada.  Alangkah tersayat hati ini, ketika dipangil-pangil seorang anak yang seusia anak ku yang pertama.  "Om, om,"  begitu ia memanggilku.  Berdiri terkesima melihat dan mendengar apa yang ku alami. Segera teringat anak-anak di rumah. Lalu  kaki ini membawa  melihat-lihat ruangan demi ruangan  yang dipenuhi anak-anak. Ada yang sedang belajar, ada yang sedang bermain, ada yang menangis.  Air mata  ini  terasa tertahan-tahan.

                    Ku tak kuasa lama memandang apa yang ada di dalam asrama. Segera  keluar meredakan keharuan di dada.  Anak-anak yatim piatu ini, tidak selalu ditinggal wafat orang tuanya, tapi banyak pula  merupakan hasil hubungan 'gelap'.

                     Bagi mereka yang memiliki  hati yang 'waras', tentulah akan trenyuh bila melihat seperti yang ku lihat pagi itu.  Oleh sang Khaliq kita diberi qolbu atau perasaan. Bila qolbu yang kita miliki tidak kita asah yang terjadi qolbu itu menjadi tidak sensitif bila melihat sesuatu yang terjadi.  Ada kalanya seseorang yang fakir dia tidak mau berterus terang meminta, karna menjaga rasa malu.  Maka 'rasa sensitif' yang kita milikilah yang akan menangkap isyarat tersembunyi di balik wajahnya yang boleh jadi tertutupi rasa riangnya ketimbang rasa sedih.

                    Persaudaraan di sebuah Masjid misalnya, idealnya tidak  boleh  sama dengan persaudaraan di sebuah gerbong kereta api.  Tegur sapa, tanya tanyi, ketawa ketiwi,  hanyalah basa-basi belaka yang akan berakhir manakala kereta telah sampai tujuan. Bukan cerminan sensifitas qolbu yang peduli sesama.

                    Kehidupan metropolis yang terpola,   berangkat pagi pulang malam, sibuk mengejar dan dikejar 'biaya hidup dan gaya hidup'   acap kali  membuat renggangnya  tali kasih sayang antara suami, istri, anak juga orangtua.  Yang ada hanyalah suasana 'formil'  di kantor  yang terbawa ke dalam rumah.  Berakibat  makin jauhnya jarak antara orang tua dan anak bahkan bisa jadi suami dan istri. Semuanya karna tiadanya lagi  sensitifitas qolbu.

                   Seorang Raja atau Presiden yang ingin berkuasa 'absolut,  sangat pantang disanggah ucapannya oleh  rakyat.    Baginya rakyat harus selalu 'sendhiko dawuh'  terhadap segala titah. Tidak boleh bertanya, apalagi coba adu argumen. Penguasa seperti ini cendrung  semau gue, otoriter atau diktator.   Lupa bahwa rakyat yang ia pimpin dan juga dirinya memiliki qolbu.

                    Andaikata rakyat manusia bisa diprogram seperti robot,  maka tidak perlu ada undang-undang, tidak perlu ada hukum yang membatasi gerak-gerik manusia. Tidak ada yang digulinglkan dan menggulingkan, karena semua telah disetting.  Bila ini yang terjadi  maka hidup manusia 'robot'  tidak akan berbudaya dinamis dan cendrung monoton stagnan.

                   Sedang Sang khaliq,  masih memberi kebebasan memilih jalan yang hendak ditempuh manusia. Mau ke jalan Sorga atau jalan ke Neraka.  Sekali lagi manusia memang bukanlah robot yang tanpa qolbu atau jiwa nurani.  Maka biarlah ku nikmati lezatnya qolbu nuraniku bersama tangis canda anak-anak yatim.  Semoga kita  tidak termasuk manusia robot yang  tanpa sensitifitas qolbu hingga menelantarkan anak-anak   menjadi yatim piatu   sebagai akibat hubungan 'gelap.  Naudzubillah!

Minggu, 23 Mei 2010

Beautiful Magrib Panorama Dari Pencakar Langit


               Usai sholat magrib berjamaah di sebuah Mushola yang terdapat pada sebuah gedung perkantoran.  Oleh seorang teman yang 'ngantor di gedung itu, aku diajaknya naik ke lantai teratas  puncak gedung.

               Rasa kagum ku melihat panorama alam juga panorama kota tak bisa kututupi. Mungkin anda akan menilai diriku sebagai orang 'ndeso yang tidak pernah naik ke gedung tinggi. Bukan itu masalahnya. Naik ke gedung tinggi akupun sering. Tapi melihat panorama alam di senja hari, di alam terbuka dari lantai paling atas pencakar langit, adalah sebuah pengalaman yang mesti kucritakan padamu.

               Di ufuk barat sang surya telah tenggelam, tinggal lah awan menguning jingga yang tersisa. Angin senja yang sepoi sejuk  manja  makin kencang menggelitik kulit.  Burung-burung kecil pun berombongan pulang ke sarangnya. Di langit yang makin membiru malam terlihat bintang gemintang datang bagai butiran milyaran mutiara.   Ku arahkan pandangan mata  ke ufuk timur, rembulan malu-malu datang menyambut malam. Subhanallah.... Allahu Akbar.... Betapa Maha Agungnya sang pengatur Alam jagad raya ini.....sedang kita manusia terlalu kecil.

               Malam makin menggulung kota, lampu-lampu kota warna-warni temaram. Jutaan manusia lalu lalang di jalan kota. Hendak kemana mereka ?  Pulang ke rumahkah ?  Atau baru berangkat kerja malam ?   Bila muslim, sudahkah sholat magrib ?

                Motor mobil ribuan jumlahnya. Kereta api pun tak mau kalah hilir mudik. Semua insan berlomba ingin segera sampe kerumah, melepas lelah, bercengkrama dengan keluarga  yang setia menanti dengan doa harapan rizki dari ilahi yang terbagi pada suami atau istri yang berkerja. Di sudut sana ada penyapu jalan, pedagang kaki lima, karyawan karyawati di halte bus. Mereka semua telah mengeluarkan keringat  ibadah menjemput rizki masing-masing.

                 Dari atas puncak gedung ini kurasakan juga fana nya hidup ini. Di dunia tiada yang abadi. Semua akan kembali kepadaNya.  Tinggal persoalan waktu. Rasa syukur sering hilang ditelan kartu kredit yang tak terpuaskan. Beli ini beli itu.  Mall-mall hadir  bak penggoda genit. Merayu  untuk sering menggesek kartu ATM.  Di manakah rasa syukur sembunyi, bila tagihan utang ini dan itu selalu menunggu di depan pintu kantor. Belum sampe rumah slip gajiku sudah kumal oleh tertawa an sinis sembako. Gaji sebulan hanya jadi tertawaan sembako. Rasa syukur makin pergi menjauh manakala tahun ajaran baru sekolah anak ku telah mengintai.  Baju seragam baru, sepatu baru, alat tulis baru, semua membentak-bentak dalam mimpiku. Rasa syukur dimanakah kau berada ???

                  Dalam lamunan ku yang masih berada di puncak gedung,  azan Isya berkumandang. Tersadarkan aku  untuk segera kembali sujud padaNya,  mogalah diberi tambahan kekuatan Bathin dalam perjuangan hidup ini.  Teringat  sosok Jenderal Sudirman, sebelum aku beranjak turun, mata ini tertuju pada patungnya  di  bawah sana.  Beliau tokoh yang tegar dalam jalan juangnya.  Moga bangsa ini pun tegar dalam perjuangan hidup,  yang kadang dikhianati oleh oknum pemimpin yang bermental 'aji mumpung'.

                   Temanku yang sejak tadi menemani di atas gedung ini, memanggil-manggil namaku untuk segera ikut turun guna Sholat Isya.  Moga bermanfaat.

Sabtu, 22 Mei 2010

Geng Ngrumpi Di Sudut Perumahan


               Matahari baru menyingsing tapi hiruk pikuk kehidupan di kawasan perumahan pinggiran kota Jakarta telah di mulai. Bahkan sejak azan subuh berkumandang.

                 Ada yang mau berangkat sekolah, ada yang mau ke kantor. Ada yang mau ngejar kereta pagi atau pesawat pagi. Semua mengejar dan dikejar waktu. Bunyi deru motor mobil luar biasa membikin bising di telinga. Maklumlah hari itu bukan hari libur sehingga masing-masing sibuk.

                 Hiruk-pikuk pagi hari di perumahan ini akan reda setelah para karyawan dan anak sekolah berangkat. Suasana nya menjadi sunyi.  Tapi di sudut gang perumahan itu terlihat satu hingga dua ibu-ibu ngobrol. Seiring mentari yang makin tinggi jumlah mereka kian bertambah menjadi total 6 orang.   Apa yang mereka lakukan ?

                  Niatnya sih katanya sambil ngobrol sambil nunggu tukang sayur lewat. Awalnya bicara soal anaknya si itu, anaknya si ini, begini begitu. Lama-lama soal mamanya si ini mamanya si itu. Papanya ini begitu papanya itu beginu terus sampai hal-hal yang harus disensorpun tetap dibahas. Mereka adalah komentator yang lihai memainkan  lidah nan liar yang merupakan keahlian yang harus dimiliki oleh tiap personel geng rumpi.

                 Pernah satu  ketika apa yang mereka bahas sampe ketelinga seorang ibu yang tidak pernah ikutan ngrumpi,  kontan saja ibu itu marah dan melabrak rumah personel geng ngrumpi.Maka pak RT pun sibuk melerai sebagai akibat dari lidah yang nakal.  Dan ketika tulisan ini kubuat kebiasaan jelek itu belum berakhir. Entah sampe kapan ?

                 Sebenarnya  tidak jauh dari tempat mereka berkumpul, terdapat Masjid yang sering mengadakan acara Majelis Taklim buat ibu-ibu,   tapi hal ini tidak menarik hati para personel geng ngrumpi untuk ikutan ngaji.  Dan kalo pun ikut, hanyalah buat pantas-pantas saja. Pake baju muslimah kerudung apa jilbab ketika berangkat ngaji,   pulang ngaji masih di depan pintu pagar jilbab kerudung segera dilepas.

                 Apa yang dapat ku tulis hanya sedikit mampu bercerita tentang ketajaman lidah para komentator geng ngrumpi.  Bahwa kehidupan yang hanya mengejar materi saja mengakibatkan gersangnya jiwa. Lidah yang jauh dari Alquran dan Dzikir akan mudah bermain api menjadi komentator hidup orang lain. Ketika si fulan sedang jaya akan disanjung-sanjung tapi manakala sedang jatuh disorakin.  Luaaarrr biasa melebihi ganasnya supporter bola.

                  Semoga pembaca budiman dapat mengambil hikmah dari kisah nyata ini.

                     

Jumat, 21 Mei 2010

Upaya Memadamkan Cahaya



                Di sebuah kota kabupaten di Jawa Tengah.  Terbetik berita akan datangnya grup band terkenal dari Jakarta,  yang akan mengadakan tour dan konsernya.

                 Meski acara konser itu masih dua bulan lagi, tapi berita ini cepat menyebar dari mulut ke mulut. Apalagi semakin mendekati hari H nya,  radio-radio swasta lokal dengan gencar memberitakannya. Didukung pula dengan spanduk-spanduk baliho yang ratusan jumlahnya, dari sponsor rokok yang dipasang di sepanjang jalan-jalan protokol kota itu.

                   Grup band yang satu ini memang sedang naik daun, penggemarnya adalah anak muda. Tak terkecuali anak-anak muda di kota yang terkenal religius nan 'nyantri ini. Bukan hanya sekedar membeli kaset CD nya atau posternya, anak-anak muda pun ikut2an gaya rambutnya, gaya pakaiannya, bahkan wajahnyapun dicoreng moreng katanya sih merupakan identitas sebagai Fans berat band tersebut.

                    Seminggu menjelang konser grup band tersebut, anak-anak muda di kota Kabupaten ini seperti tidak sabar menunggu. Maka terjadilah konvoi motor keliling kota. Dengan penampilan  yang khas dari Fans berat grup band itu.  Gaya rambutnya, wajahnya, segala pernak-pernik asesorisnya merupakan Style khas penggemar Grup Musik  dari Jakarta yang kehadirannya dinanti-nanti.

                      Hari H pun tiba, menurut panitya yang cuap-cuap di Sound System, konser akan dimulai jam 7 malam. Tapi sejak lepas zuhur, ribuan anak muda sudah berkerumun di depan panggung konser. Bahkan ada yang konvoi di tengah kota sepertinya pamer penampilan. Belum lagi yang berdatangan memakai truk-truk yang mengangkut anak-anak muda dari  desa-desa kecil  yang jaraknya jauh dari pusat kota kabupaten.  Semakin sore jumlahnya tambah banyak. 

                        Di lapangan alun-alun  tempat konser band itu, sebenarnya tidak jauh dari Masjid. Tetapi azan demi azan tak menggerak kan kaki anak-anak muda yang berkerumun di sekitar panggung untuk Sholat.  Yah jangan tanya mengapa ?  

                         Dan baru saja kami usai melaksanakan sholat magrib di Masjid yang jaraknya hanya satu kilo dari panggung acara, mulailah terdengar suara gitar dan drum dimainkan. Terlebih suara Mc yang cuap-cuap tanpa kenal lelah.  Makin menambah brisik suasana nya. Anak-anak TPA   yang biasa ngajipun terpaksa diliburkan. Karna kalo dipaksa ngajipun jelas kosentrasinya terganggu.

                          Azan Isyapun berkumandang, bagai di telan sorak-sorai penonton dan suara alat musik yang hingar bingar. Betapa pilu hati, melihat masjid tinggal orang tua renta, sementara anak muda yang biasa Sholat di Masjid  tidak tahan untuk tidak melihat konser musik ini. Malam makin larut, anak-anak muda tidak sedikit yang membawa minuman keras. Mereka asyik bergoyang sambil mabuk seiring dengan bunyi dawai-dawai gitar yang menciut-ciut cicit di telinga.  Para aparat pun sibuk mengamankan mereka yang mulai teler dan mau adu jotos. Sementara pedagang-pedagang sibuk melayani pembeli.

                           Acara konser musik ini usai jam 00.30 tengah malam.  Yang tersisa hanyalah sampah-sampah beserakan  di tengah lapangan sementara para Fans berat grup band ini menyemut di jalan-jalan kota. Mereka hendak pulang ke rumah dan desa masing-masing.  

                           Tulisan ini merupakan hasil pandangan mata yang berangkat dari rasa prihatin akan upaya musuh-musuh  Islam yang hendak menjauhkan generasi mudanya dari taat kepada ajaran Agamanya.   Dan lebih jauh apa yang kami critakan melalui tulisan ini hanyalah sebagian kecil dari suatu skenario besar untuk memadamkan "Cahaya NYA".  Wallahu 'alam.