Tampilkan postingan dengan label kamera. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kamera. Tampilkan semua postingan

Minggu, 23 Mei 2010

Beautiful Magrib Panorama Dari Pencakar Langit


               Usai sholat magrib berjamaah di sebuah Mushola yang terdapat pada sebuah gedung perkantoran.  Oleh seorang teman yang 'ngantor di gedung itu, aku diajaknya naik ke lantai teratas  puncak gedung.

               Rasa kagum ku melihat panorama alam juga panorama kota tak bisa kututupi. Mungkin anda akan menilai diriku sebagai orang 'ndeso yang tidak pernah naik ke gedung tinggi. Bukan itu masalahnya. Naik ke gedung tinggi akupun sering. Tapi melihat panorama alam di senja hari, di alam terbuka dari lantai paling atas pencakar langit, adalah sebuah pengalaman yang mesti kucritakan padamu.

               Di ufuk barat sang surya telah tenggelam, tinggal lah awan menguning jingga yang tersisa. Angin senja yang sepoi sejuk  manja  makin kencang menggelitik kulit.  Burung-burung kecil pun berombongan pulang ke sarangnya. Di langit yang makin membiru malam terlihat bintang gemintang datang bagai butiran milyaran mutiara.   Ku arahkan pandangan mata  ke ufuk timur, rembulan malu-malu datang menyambut malam. Subhanallah.... Allahu Akbar.... Betapa Maha Agungnya sang pengatur Alam jagad raya ini.....sedang kita manusia terlalu kecil.

               Malam makin menggulung kota, lampu-lampu kota warna-warni temaram. Jutaan manusia lalu lalang di jalan kota. Hendak kemana mereka ?  Pulang ke rumahkah ?  Atau baru berangkat kerja malam ?   Bila muslim, sudahkah sholat magrib ?

                Motor mobil ribuan jumlahnya. Kereta api pun tak mau kalah hilir mudik. Semua insan berlomba ingin segera sampe kerumah, melepas lelah, bercengkrama dengan keluarga  yang setia menanti dengan doa harapan rizki dari ilahi yang terbagi pada suami atau istri yang berkerja. Di sudut sana ada penyapu jalan, pedagang kaki lima, karyawan karyawati di halte bus. Mereka semua telah mengeluarkan keringat  ibadah menjemput rizki masing-masing.

                 Dari atas puncak gedung ini kurasakan juga fana nya hidup ini. Di dunia tiada yang abadi. Semua akan kembali kepadaNya.  Tinggal persoalan waktu. Rasa syukur sering hilang ditelan kartu kredit yang tak terpuaskan. Beli ini beli itu.  Mall-mall hadir  bak penggoda genit. Merayu  untuk sering menggesek kartu ATM.  Di manakah rasa syukur sembunyi, bila tagihan utang ini dan itu selalu menunggu di depan pintu kantor. Belum sampe rumah slip gajiku sudah kumal oleh tertawa an sinis sembako. Gaji sebulan hanya jadi tertawaan sembako. Rasa syukur makin pergi menjauh manakala tahun ajaran baru sekolah anak ku telah mengintai.  Baju seragam baru, sepatu baru, alat tulis baru, semua membentak-bentak dalam mimpiku. Rasa syukur dimanakah kau berada ???

                  Dalam lamunan ku yang masih berada di puncak gedung,  azan Isya berkumandang. Tersadarkan aku  untuk segera kembali sujud padaNya,  mogalah diberi tambahan kekuatan Bathin dalam perjuangan hidup ini.  Teringat  sosok Jenderal Sudirman, sebelum aku beranjak turun, mata ini tertuju pada patungnya  di  bawah sana.  Beliau tokoh yang tegar dalam jalan juangnya.  Moga bangsa ini pun tegar dalam perjuangan hidup,  yang kadang dikhianati oleh oknum pemimpin yang bermental 'aji mumpung'.

                   Temanku yang sejak tadi menemani di atas gedung ini, memanggil-manggil namaku untuk segera ikut turun guna Sholat Isya.  Moga bermanfaat.

Sabtu, 22 Mei 2010

Geng Ngrumpi Di Sudut Perumahan


               Matahari baru menyingsing tapi hiruk pikuk kehidupan di kawasan perumahan pinggiran kota Jakarta telah di mulai. Bahkan sejak azan subuh berkumandang.

                 Ada yang mau berangkat sekolah, ada yang mau ke kantor. Ada yang mau ngejar kereta pagi atau pesawat pagi. Semua mengejar dan dikejar waktu. Bunyi deru motor mobil luar biasa membikin bising di telinga. Maklumlah hari itu bukan hari libur sehingga masing-masing sibuk.

                 Hiruk-pikuk pagi hari di perumahan ini akan reda setelah para karyawan dan anak sekolah berangkat. Suasana nya menjadi sunyi.  Tapi di sudut gang perumahan itu terlihat satu hingga dua ibu-ibu ngobrol. Seiring mentari yang makin tinggi jumlah mereka kian bertambah menjadi total 6 orang.   Apa yang mereka lakukan ?

                  Niatnya sih katanya sambil ngobrol sambil nunggu tukang sayur lewat. Awalnya bicara soal anaknya si itu, anaknya si ini, begini begitu. Lama-lama soal mamanya si ini mamanya si itu. Papanya ini begitu papanya itu beginu terus sampai hal-hal yang harus disensorpun tetap dibahas. Mereka adalah komentator yang lihai memainkan  lidah nan liar yang merupakan keahlian yang harus dimiliki oleh tiap personel geng rumpi.

                 Pernah satu  ketika apa yang mereka bahas sampe ketelinga seorang ibu yang tidak pernah ikutan ngrumpi,  kontan saja ibu itu marah dan melabrak rumah personel geng ngrumpi.Maka pak RT pun sibuk melerai sebagai akibat dari lidah yang nakal.  Dan ketika tulisan ini kubuat kebiasaan jelek itu belum berakhir. Entah sampe kapan ?

                 Sebenarnya  tidak jauh dari tempat mereka berkumpul, terdapat Masjid yang sering mengadakan acara Majelis Taklim buat ibu-ibu,   tapi hal ini tidak menarik hati para personel geng ngrumpi untuk ikutan ngaji.  Dan kalo pun ikut, hanyalah buat pantas-pantas saja. Pake baju muslimah kerudung apa jilbab ketika berangkat ngaji,   pulang ngaji masih di depan pintu pagar jilbab kerudung segera dilepas.

                 Apa yang dapat ku tulis hanya sedikit mampu bercerita tentang ketajaman lidah para komentator geng ngrumpi.  Bahwa kehidupan yang hanya mengejar materi saja mengakibatkan gersangnya jiwa. Lidah yang jauh dari Alquran dan Dzikir akan mudah bermain api menjadi komentator hidup orang lain. Ketika si fulan sedang jaya akan disanjung-sanjung tapi manakala sedang jatuh disorakin.  Luaaarrr biasa melebihi ganasnya supporter bola.

                  Semoga pembaca budiman dapat mengambil hikmah dari kisah nyata ini.

                     

Jumat, 21 Mei 2010

Upaya Memadamkan Cahaya



                Di sebuah kota kabupaten di Jawa Tengah.  Terbetik berita akan datangnya grup band terkenal dari Jakarta,  yang akan mengadakan tour dan konsernya.

                 Meski acara konser itu masih dua bulan lagi, tapi berita ini cepat menyebar dari mulut ke mulut. Apalagi semakin mendekati hari H nya,  radio-radio swasta lokal dengan gencar memberitakannya. Didukung pula dengan spanduk-spanduk baliho yang ratusan jumlahnya, dari sponsor rokok yang dipasang di sepanjang jalan-jalan protokol kota itu.

                   Grup band yang satu ini memang sedang naik daun, penggemarnya adalah anak muda. Tak terkecuali anak-anak muda di kota yang terkenal religius nan 'nyantri ini. Bukan hanya sekedar membeli kaset CD nya atau posternya, anak-anak muda pun ikut2an gaya rambutnya, gaya pakaiannya, bahkan wajahnyapun dicoreng moreng katanya sih merupakan identitas sebagai Fans berat band tersebut.

                    Seminggu menjelang konser grup band tersebut, anak-anak muda di kota Kabupaten ini seperti tidak sabar menunggu. Maka terjadilah konvoi motor keliling kota. Dengan penampilan  yang khas dari Fans berat grup band itu.  Gaya rambutnya, wajahnya, segala pernak-pernik asesorisnya merupakan Style khas penggemar Grup Musik  dari Jakarta yang kehadirannya dinanti-nanti.

                      Hari H pun tiba, menurut panitya yang cuap-cuap di Sound System, konser akan dimulai jam 7 malam. Tapi sejak lepas zuhur, ribuan anak muda sudah berkerumun di depan panggung konser. Bahkan ada yang konvoi di tengah kota sepertinya pamer penampilan. Belum lagi yang berdatangan memakai truk-truk yang mengangkut anak-anak muda dari  desa-desa kecil  yang jaraknya jauh dari pusat kota kabupaten.  Semakin sore jumlahnya tambah banyak. 

                        Di lapangan alun-alun  tempat konser band itu, sebenarnya tidak jauh dari Masjid. Tetapi azan demi azan tak menggerak kan kaki anak-anak muda yang berkerumun di sekitar panggung untuk Sholat.  Yah jangan tanya mengapa ?  

                         Dan baru saja kami usai melaksanakan sholat magrib di Masjid yang jaraknya hanya satu kilo dari panggung acara, mulailah terdengar suara gitar dan drum dimainkan. Terlebih suara Mc yang cuap-cuap tanpa kenal lelah.  Makin menambah brisik suasana nya. Anak-anak TPA   yang biasa ngajipun terpaksa diliburkan. Karna kalo dipaksa ngajipun jelas kosentrasinya terganggu.

                          Azan Isyapun berkumandang, bagai di telan sorak-sorai penonton dan suara alat musik yang hingar bingar. Betapa pilu hati, melihat masjid tinggal orang tua renta, sementara anak muda yang biasa Sholat di Masjid  tidak tahan untuk tidak melihat konser musik ini. Malam makin larut, anak-anak muda tidak sedikit yang membawa minuman keras. Mereka asyik bergoyang sambil mabuk seiring dengan bunyi dawai-dawai gitar yang menciut-ciut cicit di telinga.  Para aparat pun sibuk mengamankan mereka yang mulai teler dan mau adu jotos. Sementara pedagang-pedagang sibuk melayani pembeli.

                           Acara konser musik ini usai jam 00.30 tengah malam.  Yang tersisa hanyalah sampah-sampah beserakan  di tengah lapangan sementara para Fans berat grup band ini menyemut di jalan-jalan kota. Mereka hendak pulang ke rumah dan desa masing-masing.  

                           Tulisan ini merupakan hasil pandangan mata yang berangkat dari rasa prihatin akan upaya musuh-musuh  Islam yang hendak menjauhkan generasi mudanya dari taat kepada ajaran Agamanya.   Dan lebih jauh apa yang kami critakan melalui tulisan ini hanyalah sebagian kecil dari suatu skenario besar untuk memadamkan "Cahaya NYA".  Wallahu 'alam.

Kamis, 20 Mei 2010

ICU VIEW Sebuah Rumah Sakit


Keheningan ruang tunggu ICU tiba-tiba dikejutkan bunyi pintu yang terbuka dari dalam. Seorang dokter jaga bergegas-gegas mencari anak atau saudara seorang pasien ICU. Dokter berkata dikarnakan kondisi pasien semakin 'kritis' maka agar salah seorang keluarganya masuk kedalam ICU untuk menuntun pasien membaca LAA ILLA HA ILLALLAH.......Tentu suasana semakin mencekam...air mata para keluarga pasien yang ada di ruang tunggu makin tak terbendung. Lantunan surah Yaasiin makin nyaring terdengar. Menjelang kedatangan IZRAIL si Pencabut Nyawa yang tidak kenal kompromi. Tidak terlukiskan dengan kata kesedihan yang melanda. Yang ada hanyalah memory pasien ketika sehatnya. Saat bercanda, saat pergi bersamanya. Atau saat kita sedang berbisnis pada suatu hari yang lalu dengannya. Tidak ada yang berguna untuk diberikan selain doa yang mengalun. Agar dimudahkan manakala toh 'ajal nya tiba. Mobil nya yang terparkir di halaman rumah sakit juga hanya saksi bisu. Istri dan anaknyapun berpelukan menanti-nanti dengan cemas apa yang kan terjadi. Satu jam berlalu dokter jaga kembali mencari keluarganya. Dengan wajahnya yang sendu pak dokter berkata, "ikhlaskan beliau telah berpulang.... Inna Lillahi Wa inna Ilaihi Roji'uun. Sontak tangis anak istri serta keluarga memecah keheningan malam itu. Aku yang berdiri menyaksikan, tak kuasa menahan air mata. Hampir pula ambruk. Untung ada teman yang memegangiku. Ternyata setinggi-tinggi jabatan hanyalah Pensiun. Dan setinggi-tinggi pangkat hanyalah Almarhum. Semoga menjadi 'ibroh untuk kita di Sayyidul Ayyam Jum'at ini. Wallahu 'alam Syukron Ktsro

Goyang Poco-Poco Usai Ceramah




Karyawan dan keluarga besar sebuah perusahaan swasta mengadakan acara Family Day di taman wisata sekitar puncak Bogor. Atas ajakan teman kusempatkan hadir, mumpung gratis. Sampai di lokasi acara, bersama karyawan/ti perusahaan itu, kami mendengar lantunan ayat-ayat suci dibacakan. Usai itu mulai lah sambutan-sambutin silih berganti. Dan di akhiri dengan mendengarkan Ceramah Siraman Rohani dari seorang Ustadz. Cukup menyejuk kan rohani kami apa yang beliau sampaikan. Di dukung alam bukit-bukit berbunga, rasanya meresap ke sukma kami pendengarnya. Apalagi di akhir 'wejangan'nya pak Ustadz mengajak semua yang hadir merenung, bertafakur semacam kontemplasi kalo boleh aku mengistilahkan, sehingga yang hadir terbawa 'haru-biru' kalimat demi kalimat renungan yang diucapkan oleh Ustadz ini. Masya Allah, derai air matakupun tak terbendung. Tangis-tangis 'penyesalan' dosa bersahutan di lapangan bukit berbunga itu. Cukup mengena di hati apa yang Ustadz sampaikan. Usai ceramah, panitya mempersilakan semua yang hadir untuk berbaris teratur menuju meja hidangan jasmani yang telah disiapkan. Dan sambil kami semua mulai menyantap hidangan, musik pun mulai 'bermain'. Mulanya biasa saja, 2 sampai 3 lagu Opick telah dinyanyikan. Entah atas request siapa irama musik yang semula slow berubah menjadi ada 'goyangannya'. Mulailah muncul Cucak Rowo, apalagi yang menyanyikannya biduan 'genit. Karuan saja Pak Ustadz dan rombongan yang duduk di depan panggung buru-buru pamit permisi pulang duluan kepada panitya. Usai Ustadz pergi, goyangan nya makin menjadi-jadi. Hampir semua ikut 'goyang. Diselingi pengumuman Door Prize bagi siapa yang dapat. Goyang Poco-poco hingga Belah Duren makin 'memanaskan' suasana Family Day itu. Mataku tak kuasa melihat Goyang Seronok para biduan itu, maklumlah aku bukan Malaikat, kalo menurutkan nafsu bisa Berabe ! Akhirnya angin pegunungan yang berhembus pelan namun dingin membangkitkan rasa kantuk ku hingga ku cari pondok kecil untuk tidur ketimbang melihat Goyangan yang bisa Menggoyang Iman itu. Sebuah acara yang diawali pengajian nan haru namun diakhiri hura-hura. Moga kita dapat mengambil hikmahnya.

Menagis Di NARITA Air Port




              Setelah resmi di PHK  dan mendapatkan pesangon, waktu terus berjalan cepat. Sementara untuk mendapatkan pekerjaan yang 'mapan'  seperti 11  tahun yang lalu cukup sulit.    Maka timbul ide untuk mencoba cari kerja ke luar negeri.  Bersama istri  ku cari-cari info lowongan kerja di luar negeri melalui iklan  koran pagi yang  terbit di Jabodetabek. 

              Salah satu agen  yang menawarkan kerja di luar negeri beralamatkan di sekitar Tol Timur Bekasi. Maka bersama istri  aku mencoba datang ke sana.   Bertemulah kami dengan pimpinan agen itu sebutlah MR X.   Suasana kantornya tertata cukup rapih dan wangi.  Dari wajahnya MR X ini seperti orang Jepang, cocok dengan iklannya yang mengajak calon2 TKI kerja di Jepang, sebagaimana  keinginanku pula.

                Maka pada kali kedua kami datang ku serahkanlah uang, paspor juga foto dan pengalaman kerja.   Lalu bersama  MR X   saya diajak pergi mengurus Visa di Kedubes Jepang.   Visa yang kan diminta adalah Visa turis ini berarti saya sadar akan menjadi TKI ilegal.  Seminggu dua minggu usai pergi ke Kedubes Jepang aku baru diberi tahu oleh MR X  bahwa permohonan Visa ditolak.  Lalu MR X  berjanji untuk mencoba mencarikan kerja di Eropa.  Maka dengan kesabaran yang terlalu 'bodoh'   aku menunggu kabar dari MR X.  Dengan janji-janji manisnya selama 3 bulan menunggu. Maklumlah uang ku sudah kuserahkan padanya sebanyak 15 juta. 

               Dalam masa penantian yang panjang aku sudah terlanjur percaya pada MR X, karena orangnya sopan dan halus bicaranya. Tidak ada indikasi orang jahat. Tapi aku coba cari tau di kantornya yang dekat  tol Bekasi timur. Anehnya suasana kantornya sudah tidak seperti aku datang pertama kali,  sekarang suasana sudah tidak wangi lagi. Pengaturan meja kursi dan buku-buku di raknyapun berantakan.

               Aku ingin tau rumah MR X dimana ?   Semua anak buahnya 'tutup mulut' tidak ada yang menjawab setiap aku bertanya tentang MR X.  Dan MR X pun tidak mau memberitahukan kepadaku di mana ia tinggal.  Bila ingin bertemu dengannya ia lebih suka di Sarinah Thamrin, atau di Mall lainnya.  Kata-kata maaf  karena ini dan itu selalu ia ucapkan manakala bertanya kelanjutan rencana saya ke Jepang. Karena prosesnya sudah 4 bulan lebih.

                MR X ini sering kong-kow2 dengan teman2 nya di warung kopi tidak jauh dari Kedubes Jepang di Thamrin. Akhirnya MR X menawariku segera berangkat ke Jepang dengan VISA PALSU!    Karena sudah kepalang basah dan malu dengan teman dan tetangga2  aku meng iyakan tawaran MR X ini.  Maka malam itu dengan tangisan anak istriku akupun berangkat ke Jepang diantar pula teman-teman.

                Melewati imigirasi Soekarno-Hatta ada perasaan deg-degan, tapi aku lolos. Setelah 7 jam terbang bersama 747   Garuda, tibalah aku di Narita Jepang. Mulailah perasaan cemas menghinggapiku,  mendekati loket2 imigrasi Narita.   Dan betul saja saat ku menyerahkan paspor ke petugas imigrasi,  secara spontan dan reflex dia berkata dengan bahasa Jepang kepada temannya (mungkin artinya)    "Palsu, Palsu".  Akupun langsung diamankan. Dan digeledah. Di telenjangi. Juga diinterogasi dari mana dan bagaimana bisa mendapat Visa Palsu tsb.

                 Tas koperkupun dibuka dilihat membawa apa. Yang ada hanyalah baju dan supermi.

                   Akhirnya hari itu juga aku dideportasi. Pulang lagi ke Indonesia memakai pesawat yang sama. Selama di Narita yang ada hanyalah rasa sedih. Betapa bangsa kita bersusah payah cari penghidupan ke negara orang. Dengan iming-iming gaji besar meski melalui segala macam cara ditempuh walo dengan Visa palsu sekalipun.  

                    Sudah seperti orang hilang di Narita tidak bisa bahasa Jepang, membaca pun buta huruf. Karna semua memakai huruf kanji.   Untung aku ketemu anak muda Indonesia yang hendak pulang ke tanah air.    Dia menolongku menggunakan telpon umum di Narita, karna semua instruksi dalam telpon umum ini memakai bahasa Jepang.

                     Semoga tulisan singkat pengalaman pribadi ini bermanfaat, bahwa calo-calo TKI yang 'jahat'  bergentayangan merayu dengan kata-kata manisnya. Untuk itu berhati-hatilah  dan jangan mudah tergiur enak kerja di negeri orang. Moga bermanfa'at.

Rabu, 19 Mei 2010

Kala Magrib Tiba Di Atas Gaya Baru Malam


Sudah kuduga kereta ekonomi yang membawaku pulang ke Madiun, malam itu sangatlah penuh. Maklum besok hingga lusa adalah Longweek End. Dan juga pas tanggal muda. Suara obrolan berbalut asap rokok berpadu dengan suara pedagang asongan sangat menyibukkan telingaku. Apalagi diselingi tangisan anak yang merengek minta jajan , makin riuh suasana kereta malam ini. Tapi kunikmati saja makin lama makin asyik ditelinga. Bunyi roda kereta yang bergesek setia dengan relnya mengalun merdu di telingaku bagai mendengar alat musik Drum. Ku arah kan pandanganku ke luar jendela. Nampak Sang Surya Tenggelam sudah di ufuk barat. Menyisakan lembayung nan menguning sutra. Azan magrib ku dengar sayup sampai dihempas badan kereta yang melaju. Di lubuk hati ada yang membisik agar aku segera tayamum. Guna Sholat Magrib skaligus Isya jama' qoshor. Tapi ada pula yang coba menghadangku, dengan menghembuskan bisikan Malu yang Semu Dusta. Karna di hadapanku ada dua orang penumpang yang tidak bergegas untuk Sholat bahkan makin menambah frekwensi obrolannya. Sedang di samping kananku seorang kakek tua yang tidur mendengkur. Tarik-menarik antara Sholat dan Tidak terjadi di relung Iman dadaku. Usai bertayamum, ku permisi pada mereka yang ngobrol, ku bertahu aku hendak Sholat. Mereka pun diam senyap. Ya Allah, atas kekuatan dariMu jua aku mampu bertakbiratul ihram. Sungguh ujian Iman yang ku rasa. Mungkin bisa di hitung dengan jari sebelah tangan saja di antara ratusan penumpang kereta hanya seglintir yang Sholat Magrib apalagi Isya. Padahal tidak sedikit yang memakai peci hitam atau putih, juga berjilbab. Atau mungkinkah Magrib dan Isya digabung Subuh ? Wallahu "alam.

Senin, 17 Mei 2010

Ku Merenung Di Atas Jembatan SURAMADU


Sejak diresmikan oleh Presiden SBY, di hatiku ada keinginan yang menggebu untuk dapat melihat jembatan SURAMADU dari dekat.

Alhamdulillah atas ajakan seorang teman belum lama ini aku dapat berkunjung ke sana. Rasa penasaran tak kuasa ku tutupi sejak aku masuk Taksi yang membawaku ke Bandara Soekarno Hatta. Selama dalam perjalanan ini yang ku bahas dengan seorang teman adalah tentang jembatan itu, ketimbang soal pekerjaan yang mesti kusiapkan. Dan mendaratlah pesawat yang kami naiki di Bandara Juanda. Secepatnya setelah menunggu untuk mengambil bagasi kami segera ke luar Bandara. Ternyata ada yang menjemput kami berdua. Utusan cabang Surabaya.

Perjalanan kami menjadi bertiga dengan Mas penjemput yang ramah dengan aksen logat bahasa Indonesia Surabayanya. Kami pun di antar ke hotel tempat meeting akan berlangsung esok pagi sekaligus tempat kami menginap semalam.

Jam sudah menjelang Magrib. Usai sholat Magrib, teman yang menemani dari Jakarta mengajak ku untuk makan malam di hotel. Tapi ku menolak, sambil mengajaknya cari makan di luar hotel karena sudah puluhan tahun lidahku tidak merasakan lezatnya Rawon Surabaya juga Rujak Cingur atau Tahu Campur khas Suroboyo.

Mobil innova yang dikemudikan Mas penjemput lalu membawa kami menyusuri jalan Embong Malang terus menuju Tunjungan sambil ku melihat Surabaya di malam hari. Oleh Mas penjemput kami di bawa ke sebuah Restoran sudah dekat daerah Perak .

Cukup lezat hidangan Nasi Rawon nya hingga tak terasa waktu cepat berlalu. Usai makan mobil innova membawa kami mengarah ke Jembatan Sura Madu.

Dari kejauhan cukup indah lampu-lampu yang meneranginya, makin dekat kulihat alangkah kagum hati ini melihat jembatan 'Raksasa yang besar membentang di atas laut. Ku katakan kepada Mas penjemput agar saat melintas di atasnya nanti jangan terlalu cepat agar puas hati menikmati.

Dalam renungan ku, mestinya kita menyadari potensi negara ini begitu kaya. Betapa tidak ? Kalo tidak kaya mana mungkin mampu membangun jembatan sebesar dan seluas ini. Teman Jakartaku berkata, boleh jadi ini dibiayai uang utangan !? Andaikata memang ini hasil uang utangan, kenyataannya pihak pemberi pinjaman toh mau meminjamkan uang dan terbukti ada hasilnya sebuah jembatan besar dan megah.

Kalo saja uang negara ini tidak banyak yang 'dicuri oleh 'maling berdasi, ku rasa bisa puluhan jembatan macam SURAMADU bisa dibangun. Jembatan sesungguhnya memiliki makna sarana yang menghubungkan dua tempat yang berjauhan sebagai akibat sesuatu yang memisahkan dua tempat itu dan ini bermakna filosofis sebagai sarana untuk menggapai kemakmuran dan kesejahteraan.

Etos kerja suku Madura sudah tidak diragukan lagi, dipadukan jiwa pemberani arek Suroboyo suatu perpaduan yang dahsyat. BerSynergy adalah kata yang 'merekatkan perbedaaan suku-suku bangsa yang beragam. Ini pun potensi bangsa kita yang jika dikelola dengan baik merupakan dinamisator kemajuan tidak kalah dengan bangsa Jepang.

Betapa kokoh jembatan ini gumamku dalam hati, tiang-tiang nya bagai 'raksasa di tengah laut sesuatu yang dulu hanya impian hari ini menjadi Nyata.

Tak kurasa mobil yang membawa kami 'City Tour telah tiba di depan lobby hotel. Moga tulisan sederhana ini mampu menyadarkan akan potensi bangsa kita yang besar. Yang terkadang dirusak oleh keserakahan. Semoga !!

Sabtu, 15 Mei 2010

Keteguhan Sebuah Prinsip !



















Menjelang Subuh aku dikejutkan bunyi telpon yang berdering-dering. Ku paksakan bangun untuk mengangkatnya. Ternyata Pak De ku yang menelpon. Katanya singkat, pagi itu aku mesti segera ke rumahnya. Ada apa ? Aku pun tak tak tau. Sesampai di rumahnya, Pak De dan Bu De ku bercerita nyaring. Tentang si Fitri anaknya yang juga sepupuku. Si Fitri sehari lagi akan menikah. Harapan orangtuanya, Si Fitri mau berbusana adat tatkala pesta pernikahannya berlangsung. Duduk di pelaminan dengan busana adatnya, apalagi dengan acara 'ngunduh mantu' yang mamakan korban sebutir telor yang diinjak pengantin pria. Aku mendapat tugas 'mission imposible' untruk merayu Fitri agar mau menuruti titah ibu bapaknya. Karna dulu aku yang mengajarinya 'ngaji' hingga dia berJilbab rapih dari SMP hingga Kuliahnya usai dan dipinang orang. Wow tugas berat, "Sekali ini saja nduk,nduk," begitu harapan ibunya. 'Mbok ya yang luwes' begitu Pak De ku menimpali. Sebab Fitri mengancam lebih baik pestanya 'batal kalo dia mesti membuka Jilbabnya. Usai orangtuanya 'curhat'. Aku langsung permisi pulang, dan merekapun kaget, kok demikian reaksiku. Tapi aku berjanji malam nanti kembali lagi. Malamnya aku datang bersama istriku. Rumah Pak De ku semakin banyak tamu saudara yang datang, karna besok adalah hari H pernikahan anaknya. Ku ajak Pak De dan Bu De ke kamar bersama Fitri juga istriku. Aku mulanya bingung bagaimana memulainya, tapi nggak ku duga istriku membawa Foto pernikahan kami. Istriku membuka kenangan 14 tahun lalu ketika Pak De dan Bu De hadir di pernikahan kami. Dan mereka terkesan akan ornamen pelaminan serta kostum pengantin yang kami pakai. Tapi tak segampang yng kuduga. Alot, Ruwet, sama-sama keras. Fitri air matanya terus berlinangan. Sementara jam dinding mendekati jam 12 malam. Sudah kucoba dengan dalil, juga argumen logika. Semua kandas oleh 'gengsi semu' Pak De Bu De ku. Tinggal doa yang bisa ku la ku kan. Jam 12 malam lewat 10 menit. The Last Minute. Melalui perundingan alot kadang diselingi nada tinggi. Akhirnya orangtuanya Fitri 'luluh hatinya'. Dengan kata-kata pamungkasku, " kalo pesta pernikahan Fitri besok gagal, yang malu bukan hanya Pak De Bu De tapi keluarga besar kita, dan jangan harap aku akan menginjak kan kaki di rumah ini, karna Pak De Bu De orangnya Egois, tidak bisa Tut Wuri Handayani kepada anak gadis satu2nya. Alhamduliillah gertakan khas Priok ku membawa hasil. Mereka akhirnya berpelukan saling minta maaf disertai tangis haru bahagia, aku dan istri demikian pula. Tapi tugas ku belum usai, aku mesti menjelaskan hasil 'perundingan' malam itu ke calon besan dan anaknya. Dini hari itu juga aku berangkat ke rumahnya. Alhamdulillah dengan iringan musik karawitan yang mengalun syahdu pernikahan Fitri berlangsung meriah dan sukses tanpa harus membuka Jilbabnya dan tanpa memakan korban telor mentah yang diinjak. Trimakasih moga bermanfaat.