Jumat, 21 Mei 2010

Musuh Yang Nyata


          Rombongan para pemimpin sebuah perusahaan swasta terkenal meninjau kantor cabangnya di daerah. Kedatangan mereka tentu disambut dengan hangat oleh pimpinan cabang. Rombongan yang akan meng'audit dan memeriksa seluruh kinerja di tingkat cabang,  jumlahnya 5 orang. Terdiri dari Direktur Utama diikuti 4 stafnya kepala divisi.

          Tugasku sebagai pendamping para tamu-tamu  itu.  Menyiapkan dan mengatur segala keperluan mereka selama berkunjung di kantor cabang.  Oleh   atasanku yang merupakan kepala kantor cabang aku mendapat tugas 'khusus untuk menservis mereka selama 3 hari 2 mulam. Mulai dari saat rombongan mendarat di Airport  hingga memesankan hotel  tempat mereka menginap. Kecuali itu,  oleh kepala cabang,  aku mendapat pesan untuk 'hati-hati'  bicara dengan para rombongan karna kalo salah bisa rusak susu sebelanga atau sekantor.  Para pimpinan pusat itu telah mengenalku sebagai Direktur Marketing tingkat cabang. Maka tidak heran jika akupun sering  mendapat pertanyaan penuh selidik dari mereka.   Disebabkan adanya berbagai masalah yang terjadi di kantor Cabang dan itu mesti ditutupi sedemikian rupa.

          Malam pun tiba menjelang besok mereka akan kembali ke Jakarta. Pada saat meeting berlangsung tadi, suasana agak tegang saat pimpinan cabang kami mendapat pertanyaan yang menyudutkan dari Direktur Utama.  Tentang laporan keuangan yang kurang tepat tidak sesuai dengan fakta. Direktur utama kami ini orangnya sangatlah formil. Dia hanya bicara bila perlu. Kitapun sangatlah segan dan hati-hati  bila mengajaknya guyonan.  Melihat kondisi "cuacanya'.

          Semua skenario yang telah kusiapkan  untuk menservis mereka selalu kulaporkan dan didiskusikan dengan pimpinan cabang.  Termasuk menservis mereka pada malam itu di hotel. Usai menjamu mereka di sebuah Restoran di kota kami, semua rombongan sesuai skenarioku langsung menuju hotel. Dan pada Sopir kantor kuberpesan agar besok pagi jam 8 membawa rombongan ke Airport , mereka akan kembali ke Jakarta.

         Sesuai skenario ku pula,  para tamu dari kantor pusat ini, pada malam terakhir mereka menginap di hotel,  mendapat 'suguhan istimewa'. Yaitu wanita penghibur. Jumlah wanita penghibur ini 5 orang sesuai jumlah tamu kami.   Wanita -wanita penghibur ini aku dapatkan dari 'bos' mereka yang dikenalkan kepadaku oleh seorang teman.  Mereka usianya sekitar 20 sd 25 tahun. Tadi pagi telah ku breefing bagaimana melayani tamu-tamu kami. Atas biaya dari kantor seorang wanita penghibur dibayar 1 juta rupiah. Dan kusus untuk yang akan melayani Direktur Utama kupilih sendiri.  Dia berkulit kuning langsat agak tinggi.  Harapanku moga Direktur Utama dan para tamu lain nya akan terpuaskan.  Sehingga laporan keuangan kantor kami di cabang akan lolos untuk di acc.

           Jam tangan ku sudah menunjukkan waktu 12 malam tepat, saat rombongan tiba di lobby hotel. Mobil ku  mengikuti mereka diam-diam. Aku pun bergegas pulang. Kira-kira 30 menit dari hotel, tiba-tiba Hp ku berbunyi.  Ternyata pimpinan cabang menelponku.  Dengan nada marah yang tinggi dia mengatakan bahwa Direktur Utama memanggil dan menungguku di hotel saat itu juga. Ada apa??? Aku belum paham. Tapi perasaanku tidak enak sekali. Begitu sampai hotel ternyata Direktur utama telah menungguku di lobby. Tanpa banyak bicara dia langsung mengajak ku ke kamarnya di lantai 3.   Pintu kamarnya pun dibuka.   Terlihat cewek penghibur masih duduk di tepi ranjang,  aku mendapat bentakan dan tamparan pipi dari Direktur Utama, bahwa dia tidak doyan dan mau Suguhan daging hidup semacam itu.  Wajahku pucat pasi merinding ketakutan, rupanya aku salah menilai ternyata Bapak Direktur Utama ini orang yang taat berAgama. Mataku tertuju pada Sajadah dan Alquran  di atas meja kamar hotel.

             Permintaan maaf   tak mampu meredam kemarahannya dalam bentuk kebijakan yang ia berikan kepadaku sebulan kemudian. Akupun diturunkan jabatan olehnya.  Dan dikarnakan malu dengan teman-teman sekantor aku pun minta keluar. Sekarang aku menjadi tukang cukur di pasar, anak istriku kasihan sekali. Semua gara-gara "musuh yang Nyata"   Syetan berwujud wanita panggilan.   Naudzubillah...... Dikisahkan oleh pelakunya kepadaku. Mksh

          

Anak Kecil Itu Bernama Muhammad


             Nun jauh serombongan kafilah  dagang melintas di gersangnya padang pasir yang tandus. Ada suatu fenomena alam yang aneh terjadi.  Rombongan kafilah ini kemana pun bergerak selalu di naungi oleh awan.  Bagai payung raksasa awan itu membuat panasnya terik mentari di padang pasir tidak terlalu menyengat bagi rombongan kafilah dagang itu.

             Fenomena alam ini tertangkap mata Pendeta Sepuh  yang menanti-nanti sesuatu. Terus diamatinya perjalanan kafilah dagang yang melintas dari kejauhan.  Dan semakin lama rombongan kafilah ini semakin mendekat ke arah Pendeta Sepuh ini berdiri.  Yang sedari tadi menunggu di depan rumahnya.

              Begitu rombongan  kafilah akan melintas tepat di depan rumah sang Pendeta Sepuh, spontan diberi isyarat berhenti oleh Pendeta ini.  Dipersilahkanlah untuk mampir istirahat sejenak.  Ada beberapa orang dewasa yang masuk ke dalam rumah Pendeta ini, guna mencicipi sekedar air minum dan hidangan kecil pelepas dahaga dan lelah.

               Semua  tamu  dipersilahkan duduk di hamparan permadani tua yang bersih,  Pak Pendeta pun mengamati satu persatu wajah anggota rombongan ini. Sambil senyum yang  merekah di wajah nya,  ia bertanya siapa pimpinan rombongan  ?

               " Sayalah.....pimpinan rombongan ", jawab seseorang yang duduk di samping kanan Pendeta.

                "  Namamu Siapa ?"    tanya Pendeta.

                 " Abu Talib"            jawab lelaki itu.

                 " Hendak kemana kalian ini"     tanya Pendeta lagi

                  "Kami hendak ke Syam untuk berdagang"  jawab Abu Talib.

                   "Apa semua anggota rombongan mu sudah masuk semua ke ruangan ini ? tanya                                Pendeta .

                   " Oh  sudah semua.......' Jawab Abu Talib segera.

                    "Ku lihat ada yang masih di luar !?"    tangkis Pendeta

                     "Biarkan saja dia masih anak-anak, biarlah menunggu di luar". Jawab Abu Talib

                     "Suruh masuk ke dalam....Suruh masuk',  pinta pak Pendeta.

                     Anak yang masih belia ini pun dipanggil dan masuk ke dalam rumah Pendeta. Begitu masuk oleh Pendeta anak ini  dipanggil mendekat. Sambil tersenyum penuh makna Pak Pendeta mengamati anak ini dengan seksama.

                       "Anak siapa ini ?"  tanya Pendeta penuh selidik pada Abu Talib.

                        "Ini anak ku",         jawab Abu Talib tegas.

                        "Bukan,  bukan  dia bukan anakmu,  dia anak yatim piatu".  Pendeta berkata                                     mantap.   " Anak ini sedang ditunggu dan dicari-cari Pendeta dan orang-orang                                    Yahudi,    kelak dia akan menjadi "orang besar'   dan banyak pengikutnya,  maka                             kusarankan niatmu mengajaknya pergi ke Syam  dibatalkan, sebab bila orang                                   Yahudi tau ia pasti akan diculik darimu", pinta Pendeta Sepuh ini penuh harap.

  Akhirnya usai beristirahat Abu Talib, menuruti saran Pendeta Sepuh ini, dengan membagi dua rombongan, ada yang tetap berangkat ke Syam, sementara ia dan Muhammad pulang kembali ke Mekkah. 

   Demikian ilustrasi percakapan Pendeta Sepuh bernama Buhaira yang memiliki Prediksi berdasarkan keyakinannya tentang akan datangnya Nabi Akhir Zaman Muhammad Saw sebagaimana saya cuplik dari Siroh Nabawiyyah Juga Buku Mengenal Tuhan karya Bey Arifin, moga bermanfaat.

                      

Kamis, 20 Mei 2010

ICU VIEW Sebuah Rumah Sakit


Keheningan ruang tunggu ICU tiba-tiba dikejutkan bunyi pintu yang terbuka dari dalam. Seorang dokter jaga bergegas-gegas mencari anak atau saudara seorang pasien ICU. Dokter berkata dikarnakan kondisi pasien semakin 'kritis' maka agar salah seorang keluarganya masuk kedalam ICU untuk menuntun pasien membaca LAA ILLA HA ILLALLAH.......Tentu suasana semakin mencekam...air mata para keluarga pasien yang ada di ruang tunggu makin tak terbendung. Lantunan surah Yaasiin makin nyaring terdengar. Menjelang kedatangan IZRAIL si Pencabut Nyawa yang tidak kenal kompromi. Tidak terlukiskan dengan kata kesedihan yang melanda. Yang ada hanyalah memory pasien ketika sehatnya. Saat bercanda, saat pergi bersamanya. Atau saat kita sedang berbisnis pada suatu hari yang lalu dengannya. Tidak ada yang berguna untuk diberikan selain doa yang mengalun. Agar dimudahkan manakala toh 'ajal nya tiba. Mobil nya yang terparkir di halaman rumah sakit juga hanya saksi bisu. Istri dan anaknyapun berpelukan menanti-nanti dengan cemas apa yang kan terjadi. Satu jam berlalu dokter jaga kembali mencari keluarganya. Dengan wajahnya yang sendu pak dokter berkata, "ikhlaskan beliau telah berpulang.... Inna Lillahi Wa inna Ilaihi Roji'uun. Sontak tangis anak istri serta keluarga memecah keheningan malam itu. Aku yang berdiri menyaksikan, tak kuasa menahan air mata. Hampir pula ambruk. Untung ada teman yang memegangiku. Ternyata setinggi-tinggi jabatan hanyalah Pensiun. Dan setinggi-tinggi pangkat hanyalah Almarhum. Semoga menjadi 'ibroh untuk kita di Sayyidul Ayyam Jum'at ini. Wallahu 'alam Syukron Ktsro

Goyang Poco-Poco Usai Ceramah




Karyawan dan keluarga besar sebuah perusahaan swasta mengadakan acara Family Day di taman wisata sekitar puncak Bogor. Atas ajakan teman kusempatkan hadir, mumpung gratis. Sampai di lokasi acara, bersama karyawan/ti perusahaan itu, kami mendengar lantunan ayat-ayat suci dibacakan. Usai itu mulai lah sambutan-sambutin silih berganti. Dan di akhiri dengan mendengarkan Ceramah Siraman Rohani dari seorang Ustadz. Cukup menyejuk kan rohani kami apa yang beliau sampaikan. Di dukung alam bukit-bukit berbunga, rasanya meresap ke sukma kami pendengarnya. Apalagi di akhir 'wejangan'nya pak Ustadz mengajak semua yang hadir merenung, bertafakur semacam kontemplasi kalo boleh aku mengistilahkan, sehingga yang hadir terbawa 'haru-biru' kalimat demi kalimat renungan yang diucapkan oleh Ustadz ini. Masya Allah, derai air matakupun tak terbendung. Tangis-tangis 'penyesalan' dosa bersahutan di lapangan bukit berbunga itu. Cukup mengena di hati apa yang Ustadz sampaikan. Usai ceramah, panitya mempersilakan semua yang hadir untuk berbaris teratur menuju meja hidangan jasmani yang telah disiapkan. Dan sambil kami semua mulai menyantap hidangan, musik pun mulai 'bermain'. Mulanya biasa saja, 2 sampai 3 lagu Opick telah dinyanyikan. Entah atas request siapa irama musik yang semula slow berubah menjadi ada 'goyangannya'. Mulailah muncul Cucak Rowo, apalagi yang menyanyikannya biduan 'genit. Karuan saja Pak Ustadz dan rombongan yang duduk di depan panggung buru-buru pamit permisi pulang duluan kepada panitya. Usai Ustadz pergi, goyangan nya makin menjadi-jadi. Hampir semua ikut 'goyang. Diselingi pengumuman Door Prize bagi siapa yang dapat. Goyang Poco-poco hingga Belah Duren makin 'memanaskan' suasana Family Day itu. Mataku tak kuasa melihat Goyang Seronok para biduan itu, maklumlah aku bukan Malaikat, kalo menurutkan nafsu bisa Berabe ! Akhirnya angin pegunungan yang berhembus pelan namun dingin membangkitkan rasa kantuk ku hingga ku cari pondok kecil untuk tidur ketimbang melihat Goyangan yang bisa Menggoyang Iman itu. Sebuah acara yang diawali pengajian nan haru namun diakhiri hura-hura. Moga kita dapat mengambil hikmahnya.

Rasa Empati Yang Kian Langka.


Jam makan siang di sebuah perkantoran di kawasan Monas Jakarta. Tanpa sengaja aku yang hendak mengantarkan pesanan temanku, masuk ke ruang rapat di kantor itu. Mereka sedang santap siang. Ada sepuluhan orang yang lahap menyantap hidangannya. Mereka mengenalku demikian sebaliknya. Ketika tau aku masuk ruangan , mereka pun berbasa-basi tanya , "Kamu sudah makan, Ayo makan'. Ku jawab dengan tersipu malu, "Sudah-sudah gampang". Meski ku tau ini jawaban tidak jujur yang membohongi perutku yang merintih lapar. Aku pun segera bergegas keluar ruangan itu. Untuk duduk menunggu di luar ruangan. Sambil ku elus perut lapar ini, aku bergumam di hati, mestinya kalo mereka memang memiliki rasa empati, tinggal menyuruh Office Boy untuk membelikanku Nasi Bungkus karna aku tamu bagi mereka. Karna secara strukutural mereka adalah atasan-atasanku. Yang secara finansial bulanan jauh di atasku. Dalam termangu, tak ku sangka ada seseorang yang keluar menghampiri sambil membawakanku Nasi Kotak yang lebih. Alhamdulillah masih ada orang yang berhati empati di saat Nikmatnya Gule Rendang di kala jam Makan Siang yang terik. Orang yang tidak berbasa-basi, tapi menampilkan praktek nyata. (jawa: NYO-TO). Kiranya bisa diteladani orang yang memberi serbelum diminta. Meski jumlahnya 1 berbanding 1000.000 itupun kalo ada. Wallahu 'alam