Minggu, 23 Januari 2011

Hanya Teka-Teki Silang


Sejak Gayus membikin heboh negeri ini. Diriku sering mendapat pertanyaan dari rekan kerja maupun para tetangga di rumah. Maklumlah sejak lama mereka mengenalku sebagai pengamat politik tingkat 'warung kopi, namun cukup lumayan dalam memberikan pandangan ataupun ulasan terhadap fenomena perpolitikan yang terjadi.

Senen pagi itu sebagaimana biasanya aku tidak langsung menuju ruang kerja. Masih ada waktu beberapa menit yang bisa kupergunakan untuk duduk di kantin kantor sambil sarapan dan juga ngobrol dengan sesama rekan kerja.

Sudah dapat kuduga, topik pembicaraan mereka yang duduk sarapan pagi di kantin adalah seputar 'kesaktian' Gayus yang dapat menari-nari terbang kesana- kemari.

Dan saat melihat aku datang dan duduk di antara mereka, topik pembicaraan semakin panas dan seru dengan disertai sumpah serapah untuk Gayus. Mereka ingin aku memberi tanggapan, namun terhambat oleh lonceng jam masuk kerja yang berbunyi.

Saat istirahat siang tanpa basa-basi lagi para rekan kerjaku yang sejak pagi menyimpan rasa ingin tahu tentang apa dan mengapa makhluk yang bernama Gayus itu, langsung meminta diriku memberi penjelasan.

Maka seluruh karyawan kantor yang sedang berada di kantin untuk makan siang tanpa aku sadari mereka mendengarkan penjelasan tentang fenomena Gayus dalam kacamata pengamat warung kopi seperti diriku.

Apa yang terjadi saat ini di negeri kita adalah suatu tontonan yang tidak baik untuk pendidikan generasi muda. Karena generasi muda seakan diajarkan sesuatu yang tidak jujur. Mereka yang dipundaknya ada amanah untuk menegakkan hukum ternyata mentalnya ambruk oleh rupiah.
Hukum positif di negeri kita seakan dalam kendali para mafia yang beruang 'unlimited'. Memerangi musuh dari luar lebih mudah ketimbang memerangi musuh yang menjalar-jalar bagai rayap di dalam tubuh bangsa kita.

Musuh bangsa kita berada di tengah-tengah bangsa kita sendiri. Sedihnya rayap seperti Gayus sudah terlalu banyak dan entah perlu waktu berpa lama untuk memusnahkannya !?

Adapun siapa di belakang Gayus ? Suatu pertanyaan yang hanya membuat rakyat makin pusing di tengah problematika hidupnya. Teka-teki silang itulah jawaban dari pertanyaan terus siapa dong ?
Yang pastinya bila kasus Gayus di ungkap dan di bongkar bersiaplah menyaksikan penjara yang penuh koruptor akan semakin penuh saja.
Kiranya ini merupakan etape yang harus di lewati oleh bangsa kita yang Insya Allah bila dapat melewatinya suatu hari akan menjadi bangsa yang kuat dengan hukumnya yang berwibawa.
Perlu keberanian memang untuk menumpas para mafia itu, sebagaimana keberanian menumpas pemberontakan G30S/PKI dulu. Tanpa itu maka teka-teki silang bangsa kita makin tak terjawab.
Dan bagi rakyat yang sadar dan harus sadar, perkembangan di negeri kita hendaknya terus dijadikan bahan obrolan diskusi di manapun. Semoga dengan begitu kita dapat mengawal perjalanan sejarahnya.
Di anatara rekan kerja ada yang masih ingin bertanya, namun lonceng jam masuk telah berbunyi usai sudah ceramah tentang Gayus dan hukum di kantin kantor kami.

Minggu, 16 Januari 2011

Dulu Asing Sekarang Trendy


Masih segar dalam ingatan saat banyak pelajar putri sebuah SMA negeri harus keluar dari sekolahnya hanya karena memakai busana muslimah atau berjilbab. Begitu pula saat karyawati sebuah perusahaan harus menghadapi pilihan, untuk tetap berjilbab dan dipecat atau tetap berkerja dengan syarat mau melepas jilbabnya.

Saat itu tidak jarang perasaan rendah diri menghinggapi seorang muslimah yang dengan busana muslimahnya mencoba tampil di tengah pergaulan kantor yang serba berbusana modis. Maka yang terjadi adalah praktek 'bongkar pasang' jilbab atau busana muslimah. Dalam pergaulan di lingkungan rumahpun tidak sedikit yang merasa asing bila harus berbusana muslimah. Kecuali saat menghadiri acara pengajian atau kematian saja.

Indonesia yang mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam, adalah sebuah negeri yang masuk dalam skenario 'de Islamisasi yang dilancarkan oleh para musuh Islam sejak jaman penjajahan dahulu. Atmosfer de Islamisasi sangat terasa selama PJPT pertama selama 25 tahun kekuasaan rezim orde baru. Pada saat itu kebebasan berbusana muslimah termasuk yang diperketat aturannya.

Memasuki masa 25 tahun kedua atau PJPT 2 atmosfer kebebasan berIslam sedikit demi sedikit makin berhembus kencang. Hal ini dimulai sekembalinya alm Presiden Soeharto dari tanah suci.
Meski ada yang mengistilahkan dengan 'ijo royo-royo' namun era kebebasan dalam keberIslaman makin terasa pasca reformasi.
Kini busana muslimah seakan menjadi sesuatu yang sedang nge'trend. Dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi negeri maupun swasta, karyawati bank maupun para dokter wanita tidak canggung lagi menenakan busana muslimahnya.

Bila Saat ini kita berkunjung ke pasar tanah abang misalnya, banyak pedagang busana muslimah yang akan kita jumpai. Ini menandakan betapa busana muslimah yang dulu dianggap asing sekarang menjadi sesuatu yang trendy. Semoga pula ini suatu pertanda bahwa kehidupan keberIslaman semakin maju dan semarak di bumi NKRI yang sama-sama kita mencintainya. Semoga

Jangan Paksa Aku Untuk Berbohong


Tepuk tangan meriah membahana dari segenap hadirin saat aku menjabat tangan pimpinan kepala cabang yang aku gantikan dalam acara 'pisah sambut' di sebuah hotel berbintang.

Malam 'pisah sambut' itu begitu meriah, karena dihadiri banyak karyawan cabang perusahaan tempat aku menjabat sebagai kepala cabangnya yang baru. Apalagi saat aku didaulat untuk tampil membawakan lagu. Suasana makin meriah saja.
Seperti diriku mereka yang hadir juga membawa serta para istrinya.

Begitulah sekelumit acara pisah sambut yang dapat kuceritakan kepadamu saat memulai tugas sebagai kepala kantor cabang.

Selanjutnya hari demi hari dan bulan berganti bulan, harus aku akui memang enak menjadi kepala cabang dengan segala fasilitasnya. Ada rumah dinas, mobil dinas, juga biaya pengobatan keluarga yang kesemuanya ditanggung oleh perusahaan.

Genap hampir setahun menjabat sebagai kepala cabang, aku berkesempatan meneliti secara detil laporan keuangan perusahaan.
Pagi itu aku memanggil kepala keuangan cabang, lalu coba dialog dan bertanya padanya terhadap kejanggalan sebuah laporan keuangan. Mulanya ia coba berkelit terhadap temuan itu. Namun kemudian ia tidak bisa mengelak. Nampak olehku keringat dingin terbit di kening kepala keuangan cabang ini. Setelah dengan nada keras aku membentaknya. Hal ini terpaksa aku lakukan karena ia berusaha menutupi ketidak jujuran. Aku berbicara empat mata dengannya dari jam 8 pagi hingga kumandang azan zhuhur terdengar.

Esok paginya seluruh staf keuangan aku kumpulkan. Semua berkas laporan keuangan aku suruh bawa dalam rapat. Dan kuteliti satu persatu. Rapat suasananya tegang berlangsung hingga maghrib. Hanya istirahat saat sholat atau makan siang saja.
Meski yang ku ajak rapat hanya khusus staf divisi keuangan namun dampaknya terasa ke seluruh bagian kantor cabang.

Aku tiba di rumah sudah malam. Malam itu tidak seperti biasanya aku tidak enak makan. Istriku bertanya ada apa ?
Lalu kuceritakan apa yang ku alami di kantor selama hampir setahun menjabat sebagai kepala cabang. Ternyata penyakit kebohongan atau ketidakjujuran sudah merajalela selama bertahun tahun sejak sebelum aku menjabat di kantor cabang ini.

Keesokan harinya, semua kepala divisi aku kumpulkan. Satu persatu aku pandang wajah anak buah ini dalam-dalam. Mereka ada yang menunduk, ada yang coba tegar memandangku.

Ku katakan kepada mereka untuk tidak usah takut,selagi mereka jujur bicara apa adanya. Sebagai kepala cabang saya tidak akan melaporkan mereka secara pribadi ke kantor pusat. Aku berkata, bahwa mungkin hanya diriku kapala cabang yang paling singkat menjabat dan bertugas di kantor ini.

Mendengar kata-kata ini, sontak wajah dan mata para kepala divisi menatapku.
Di antara mereka coba bertanya mengapa ? Toh ketidak jujuran ini sudah bertahun lamanya sejak aku belum bertugas dan menjabat di kantor cabang ini.

Aku berkata lirih kepada mereka, jangan paksa diriku untuk berbohong. Kalimat ini pulalah yang aku pakai saat istri bertanya mengapa mengajukan pengunduran diri sebagai kepala cabang ?

Tepat setahun setengah aku bertugas di kantor cabang itu, akhirnya permohonan pengunduran diri ini diterima oleh pimpinan di kantor pusat.

Sejak pagi hari, halaman rumah dinasku dipenuhi oleh anak buah yang akan menyampaikan ucapan selamat jalan dan selamat berpisah. Karena memang hari itu aku dan keluarga pindah ke Jakarta. Untuk selanjutnya aku dinas sebagai staf biasa di kantor pusat.

Sabtu, 08 Januari 2011

Presentasi Oh Presentasi


Pulang kerja ada rasa sebal di dada ini. Perhitungan lembur di slip gaji ternyata meleset dari perkiraanku.Padahal siang malam tanpa lelah berkerja.Apa boleh buat akupun harus memutar otak agar dapat uang tambahan demi biaya anak sekolah.

Baru separoh mimpi aku tertidur di sofa ruang tamu, tiba-tiba istri membangunkan. Katanya di rumah tetangga sebelah akan ada acara kumpul-kumpul warga. Arisankah ?

Bukan arisan tapi presentasi. Mbakyu Sugehwati terdengar suaranya sedang mengajak warga se Rt untuk ikutan acara itu. Nyesel jeng kalo nggak ikut. Jarang ada acara kayak gini. Mau kaya nggak ? Demikian suara Mbak Sugehwati terdengar dari dalam rumah, memotivasi para ibu tetangganya agar ikut serta.

Istriku juga tidak mau ketinggalan memotivasi diri ini yang sedari tadi duduk termangu sambil termenung lesu. Mama aja deh yang hadir kataku. Jangan dong Pa,,,biar kita sevisi maka harus hadir bersama pinta istriku.

Maka kami berdua akhirnya hadir di acara presentasi sebuah produk. Aku duduk paling depan di antara para hadirin. Istriku mendengarkan sambil menggendong anak.

Cukup lincah presenter ganteng ini dalam memainkan kata. Memilih kata dan kalimat yang membuat hati dan jantungku berdegub kencang, sebagai respon dari suntikan obor semangat yang terkandung dalam kalimat demi kalimat yang terucap. Tepuk tangan meriah sering terdengar pada acara presentasi ini. Pertanda semua hadirin larut nurut dalam buaian kata dan kalimat.

Setelah pembicara pertama kini tampillah pembicara kedua. Seorang cewek berparas ayu yang juga sangat lihai dalam berolah lidah. Mobil barunya yang terparkir di depan rumah Mbak Sugehwati sering menjadi sasaran tunjuk telunjuknya, sekedar memperlihatkan bukti kesuksesab menekuni usaha ini.

Papan tulis putih seakan menjadi sasaran lukisan angka-angka tentang gemerlap uang nan memukau dari goresan jemari lentik cewek ini. Kami para hadirin diam terkesima dalam dekap khayal dan angan masing-masing. Kapankah mimpi kaya akan datang jadi nyata ?

Kini dua tahun berlalu sudah, dan presentasi itu tinggal dalam benak memory. Uangku yang terpakai sebagai modal usaha sebagai tindak lanjut presentasi itu, sudah cukup lumayan besar. Namun antara harapan dan khayal serta cita-cita mimpi belum terwujud.

Kusadari dalam mengejar sebuah kesuksesan memang butuh waktu dan pastinya pengorbanan. Sabar dan doa adalah energi yang tak akan mati dalam menggelorakan semangat ikhtiar. Bukan kata-kata yang merasuk bagai pepesan kosong.

Semogalah diriku berserta istri dan juga dirimu kan terhindar dari nafsu buru-buru ingin kaya yang melupakan tahapan prosesnya.

Kamis, 06 Januari 2011

Makhluk Planet Itu Bernama 'Gayus'


Sebuah perkampungan dibuat geger akan tanda-tanda hadirnya makhluk dari planet lain. Betapa tidak ? Karena kehadiran makhluk planet itu membikin penduduk di perkampungan yang semula rajin berkerja, rajin sekolah, rajin usaha menjadi malas. Apa sebab ? Sebabnya makhluk planet itu menebar 'permen ajaib'. Yang dengan permen ajaib tersebut, seseorang bisa langsung kaya raya tanpa harus susah payah sekolah dan atau berkerja.

Tentu saja para kepala suku di perkampungan itu juga menjadi ingin mendapatkan 'permen ajaib' yang oleh makhluk planet tersebut tidak dibagi kesembarang orang melainkan orang yang dianggapnya bisa berkerjasama. Dari hari ke hari penduduk yang mendapat jatah permen ajaib dari makhluk planet jumlahnya sangat banyak, maklumlah siapa sih yang tidak ingin kaya dalam waktu cepat !?

Bagi rakyat kecil permen ajaib itu sekedar untuk membeli mobil, rumah berikut perabotannya, tapi bagi para kepala suku, permen ajaib sangat diperlukan untuk biaya pelestarian kekuasaannya. Maka siang malam di seluruh pelosok perkampungan, melakukan patroli siskamling serentak secara sukarela demi mendapatkan 'saweran' permen ajaib dari makhluk planet.

Anehnya, meski patroli sikamling telah dilakukan, namun makhluk planet ini sangat sulit tertangkap. Belakangan baru disadari, ternyata makhluk planet ini bisa berubah-rubah wajahnya. Bisa berubah seperti orang tua, anak muda,bahkan wanita.

Timbul rasa khawatir, bagaimana jika makhluk planet itu bisa berubah wajah menjadi sosok manusia dan lalu ikutan kontes pemilihan kepala suku !? Namun hanya sedikit penduduk kampung yang memiliki kesadaran semacam ini. Kebanyakan hanyut larut mabok 'permen ajaib'.

Permen ajaib andaikan saja aku memilikimu, tentu aku sudah kaya raya, punya rumah,punya mobil mungkin juga punya selir muda nan cantik. Dan akupun bisa ikutan kontes pemilihan kepala suku. Namun akupun takut dan cemas kalau-kalau permen ajaib itu bisa mendatangkan malapetaka.

Saat rasa cemas dan takutku memuncak, tiba-tiba terdengar azan subuh. Oh kiranya aku hanya bermimpi, setelah sebelum tidur terlalu fokus memperhatikan berita TV tentang Gayus si mafia pajak.