Rabu, 06 Oktober 2010

Kemiskinan Lahir Bathin


Maksud hatiku ingin melihat dan memperhatikan acara berita di televisi, sambil minum kopi pagi.Namun tiba-tiba handphone di kantong baju berbunyi. Ternyata ada permintaan ambulan untuk mengangkut jenazah.

Pekerjaan sebagai sopir ambulan membuat diriku mendapat banyak pengalaman. Salah satunya yang hendak aku ceritakan kepadamu.

Di daerah pemukiman padat dan kumuh serta miskin. Amubulan yang aku setir berhenti karena ada jenasah yang perlu diangkut.

Daerah yang kumuh dan miskin yang kumaksud lokasinya di utara kota Jakarta. Daerah ini terkenal dengan praktek prostitusi kelas bawah. Ditambah dengan jual beli narkotika dan obat terlarang juga minuman keras. Maka tak heran bila di daerah ini angka terjadinya kriminalitas atau tindak kejahatan sangatlah tinggi.

Bila waktu sholat tiba, azan dari Masjid atu Mushola bersahutan di daerah ini.
Tapi faktanya hanya sedikit orang yang mau melangkahkan kakinya ke Masjid atau Mushola. Kebanyakan mereka terus sibuk dengan urusannya. Bagi mereka mencari makan jauh lebih diutamakan. Agama hanya di pandang urusan orang tua yang mau mati.

Demikian keadaaan daerah itu yang sedikit dapat aku lukiskan. Sementara menunggu jenasah di masukkan ke dalam ambulan. Mataku terus mangamati dan mencari tahu segala informasi di daerah ini. Diam-diam akupun bertanya siapa yang meninggal dan apa sebabnya ? Selidik punya selidik ternyata yang meninggal adalah anak muda yang over dosis karena mengkonsumsi obat-obat terlarang. Yang sedihnya lagi, setahun yang lalu kakaknya juga tewas karena kasus yang hampir sama. Tewas karena mabok minuman keras setelah sepeda motor yang ia naiki bersama wanita malam menabrak tembok jembatan hingga kepalanya terbentur dan retak.

Beginilah sekelumit gambaran akibat kemiskinan lahir bathin. Secara materi lemah secara spritual juga miskin.
Dalam realita kehidupan, kemiskinan terbagi dua. Ada miskin struktural ada pula miskin kultural. Boleh jadi kita miskin secara ekonomi urusan perut tapi jangan sampai miskin intelektualitas di otak apalagi jangan sampai miskin keimanan di dada.
Semoga tulisan sederhana ini mampu mengingatkan diri kita agar memperkaya wawasan keimananan ataupun spiritualitas kita. Semoga

Selasa, 05 Oktober 2010

Metafora Petani dan Ladang Sawahnya


Sebagai guru Agama yang di tempatkan di daerah terpencil, membuat diriku harus mampu beradaptasi dengan masyarakat setempat. Segala kebiasaan mereka aku amati dan pelajari. Kendati mereka umumnya beragama Islam, namun banyak yang tidak memahami ajaran Islam dengan benar. Bahkan kepercayaan nenek moyang yang tersisa masih kuat melekat.

Dari mana harus memulainya ? Setelah jam sekolah aku memberi pelajaran tambahan berupa bimbingan belajar membaca Al-qur'an. Kesabaran adalah kunci keberhasilan. Dari limapuluh siswa putra/putri yang awalnya ikut, lama kelamaan terus menyusut hingga hanya sepuluh atau lima belas orang saja. Tentu dengan berbagai macam alasan mengapa mereka tidak ikut.

Selain di sekolah akupun terus mencoba mengadakan pendekatan kepada warga masyarakat sekeliling rumah. Untuk menawarkan diri secara halus membimbing mereka dalam belajar Agama. Semua yang kulakukan hanya berdasar keikhlasan tanpa mengharap imbalan materi. Kepedulian adalah kata yang tepat, mengingat meski mereka secara de facto muslim namun secara kualitas masih jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya.

Kecuali buta huruf alqur'an, tidak sedikit mereka yang belum mengerti tentang masalah bersuci (thoharoh). Belum mengerti pula bagaimana gerakan sholat yang sesuai dengan sunnah Rosul saw. Maka meski aku sudah lelah mengajar dari pagi hingga siang di sekolah. Habis ashar hingga malam, akupun keliling kampung mengajar dari rumah ke ruimah. Dari hari ke hari makin banyak saja mereka yang ingin belajar Islam. Adalah kepuasan bathin yang tak terhingga yang kurasakan saat semua muridku yang terdiri dari siswa SMP hingga SMA sampai para ibu dan bapak, aku kumpulkan dalam acara menyambut bulan Ramadhan. Tetes air mata haru bahagia.

Apa yang kulakukan hanyalah mencoba mewujudkan filosofi dan perumpamaan bahwa sosok guru agama atau da'i laksana Petani yang mesti sabar dan rajin mengolah serta memelihara sawah ladangnya. Yang dalam hal ini para murid atau obyek da'wah laksana sawah ladang itu.
Prinsip ajaran inilah yang selalu mengiringi setiap aku melangkah mengajarkan agama.Maka dalam mengajarkan Islam, para murid selain menganggapku sebagai guru agama juga sebagai orang tua atau kakak yang bisa diajak konsultasi masalah pribadi. Dan akupun sangat terbuka untuk mendengar sekaligus mencarikan solusi bagi masalah yang mereka hadapi.
Demikian sekelumit pegalaman yang dapat aku kisahkan kepadamu, mari kita berbuat sesuatu yang terbaik buat Islam sesuai kemampuan yang kita miliki. Sabar dan ikhlas adalah kunci sukses perjuangan tanpa pamrih materi. Insya allah.

Senin, 04 Oktober 2010

Khasiat Yang Terpendam


Kaum imperialis yang menjajah negeri-negeri Islam berhasil menanamkan pandangan negatif terhadap Islam kepada rakyat negeri yang dijajah. Islam dipandang sebagai Agama kaum miskin dan terbelakang dsb. Bila yang menilai negatif mereka yang bukan penganut Islam adalah hal yang masuk akal, tapi yang kita sesalkan mereka yang mengaku sebagai seorang muslim turut membenci atau apriori terhadap Islam.
Hal ini disebabkan pemahaman yang keliru. Padahal Islam agama yang ajarannya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kebaikan universal termasuk soal kesehatan.

Islam mengajarkan konsep kesehatan berupa ajaran tentang Puasa. Sesungguhnya kaum muslim diajarkan untuk tidak makan kecuali bila lapar, dan berhenti sebelum kenyang. Kecuali itu Islam juga mengajarkan tentang pemeliharaan kesehatan dengan cara pengambilan darah kotor (BEKAM) dan minuman kesehatan yang direfensikan langsung oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu Habbatussaudah.

Lebih baik mencegah daripada mengobati. Kehidupan masa kini yang sangat dinamis menyebabkan kita berpikir praktis mencari sesuatu dengan mudah. Termasuk soal makanan.
Asalkan ada uang soal makanan mudah diperoleh langsung beli. Namun harus disadari, banyak pedagang makanan hanya mencari untung tanpa memperhatikan sisi terjaminnya kesehatan terhadap makanan yang mereka jual. Misalnya kualitas minyak goreng yang digunakan berkali-kali untuk menggoreng tahu, tempe atau ikan.

Selain itu, tingkat persaingan hidup dan kompetisi kerja sering membuat tenaga dan daya fikir manusia yang hidup di perkotaan terkuras habis yang membuat mereka terkena darah tinggi, sakit maag dsb.

Berangkat kerja pagi buta dan pulang malam hari. Di sepanjang jalan menemui kemacetan. Ketika tiba di rumah, nonton sinetron yang menyuguhkan cerita kekerasan dalam rumah tangga. Ditambah suara anak sendiri yang berteriak-teriak menangis rebutan mainan dengan kakak atau adiknya, makin menambah kalut jiwa dan fikiran.

Begitulah kehidupan di perkotaan yang membuat kita harus pintar menjaga kesehatan jiwa dan raga keluarga. Yang terbaik adalah mencegah daripada mengobati.
Maka melalui tulisan sederhana ini, aku mengajak dirimu untuk mengkonsumsi Habbatussauda karena khasiatnya berguna untuk pencegahan dan penyembuhan darah tinggi, diabetes, peningkatan daya tahan tubuh dsb. Dan rajinlah berpuasa sunnah serta secara periodik berbekam. Akan sangat bagus bila kita juga rajin olah raga seperti jogging atau renang.

Sabtu, 02 Oktober 2010

Indahnya Kerjasama Dan Kebersamaan


Hari senin pagi, hari pertama kerja setelah libur lebaran. Seperti biasa aku selalu masuk kantor lebih pagi daripada bawahan.
Belum lima menit aku duduk di ruang kerja, tiba-tiba pintu diketuk seseorang, ternyata Mas Muazin. Dia adalah Muazin Mushola kantor kami sekaligus Office Boy. Seperti tahun sebelumnya ia karyawan kedua setelah security yang mengucapkan Selamat Hari Raya kepadaku.

Katanya mumpung suasana kantor masih sepi ia ingin menyampaikan sesuatu kepadaku. Setelah dipersilahkan, ia menyampaikan maksud akan melepas masa bujangnya dengan segera menikah sebulan setelah lebaran. Namun secara polos ia memohon bantuan dari karyawan kantor, karena keterbatasan keuangan yang ia miliki, begitu pula calon istrinya bukanlah dari keluarga orang berada.

Setelah kupahami apa yang Mas Muazin sampaikan, siang itu juga setelah sholat zhuhur dan makan siang aku mengundang sejumlah karyawan untuk rapat kilat menyikapi persoalan dan persiapan pernikahan Mas Muazin.

Lalu kami bersepakat untuk membantu pernikahan Mas Muazin sepenuhnya. Dengan catatan resepsi pernikahannya tentu sederhana namun tetap sedap bila dipandang mata juga tetap menjaga cita rasa sajian hidangannya.

Maka kami membagi tugas dan tanggung jawab kepanitiyaan sbb;

1. Ketua Panitia Saya Sendiri.
2. Seksi Acara Bapak N
3. Seksi Rias Penganten Ibu F
4. Seksi Dekorasi dan Sound System Mas D
5. Seksi Transportasi Pak M
6 Seksi Konsumsi Ibu K dan Ibu W
dengan sub seksi Ibu K menyumbang Nasi Dan Buah
Ibu W menyumbang Minuman air
mineral dan krupuk.
Istriku menyumbang Soto Dan 5
ekor ikan bakar dan Siomay plus Es
krim secukupnya.

Sedang untuk perlengkapan katering kami menyewa dari tetanggaku yang memiliki usaha katering.
Alhamdulillah pernikahannya berlangsung lancar dan banyak tamu yang hadir. Bagi kami para atasan Mas Muazin ada kebehagiaan tersendiri melihat acara itu berlangsung dengan baik. Demikian pula Mas Muazin dan istri tidak sanggup menyembunyikan rasa haru dan trima kasihnya.

Apa yang kuceritakan di sini merupakan contoh betapa dalam hidup ini perlu saling membantu dan berkerjasama. Suatu kebajikan yang tidak terorganisir dengan baik dan rapih akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir dengan rapih.

Gotong royong atau Amal Jama'i adalah ajaran mulia yang kian hari kian dilupakan orang yang hidupnya telah tertipu oleh kepalsuan materi dan uang. Semoga bermanfaat !

Di Istiqlal Sukmaku Melayang


Hidup di Jakarta memang berat dan keras bagiku. Sebagai sales marketing sudah menjadi resikonya keliling jalanan masuk keluar gang kecil menawarkan barang dagangan. Peluh keringat banting tulang tak kurasa asalkan anak istri perutnya terisi makanan yang halal.
Siang itu di saat cuaca panas Jakarta, kaki ini mengayun ke sana kemari tapi hingga menjelang zhuhur belum satupun barang dagangan laku. Rasa haus dan lapar makin memberatkan langkahku.

Seperti ada yang memberitahu, akhirnya kaki ini mengantarkan ke Masjid Istiqlal. Niat hati ingin membeli makanan yang dijual di halaman Masjid, ternyata uang yang tersisa di dompet sangat minim. Pikir punya pikir akupun memilih sholat bejama'ah terlebih dulu, bersama ratusan orang di dalam Masjid ini.

Usai sholat akupun duduk berdoa sambil termenung. Harus kemanakah lagi kaki ku melangkah ? Aku mencoba memandang wajah-wajah soleh yang sedang duduk bersimpuh di dalam Masjid. Seakan ada energy positif yang terpancar dari wajah mereka yang dapat menguatkan bathin jiwaku. Hidup memang penuh tantangan perjuangan. Kecuali kekuatan fisik diperukan pula kekuatan mental spritual.

Aku menghampiri seorang jama'ah yang sedari tadi kuamati pandangan matanya menerawang sambil duduk bersender di tembok Masjid, kamipun berkenalan mengobrol tukar pikiran. Bapak ini sedang mengalami masalah, anaknya hamil di luar nikah. Lelaki yang menghamili anaknya meskipun kaya tapi beda keyakinan. Anaknya sekarang pergi entah kemana dan dimana .Karena menutup malu anaknya harus pergi dan keluar dari rumah. Bapak ini mengaku salah mendidik anak. Anaknya terlalu dimanja.

Usai mendengar kisah sedih dari Bapak Tua ini, mataku mengajak terpejam untuk tidur sejenak. Maka ku rebahkan badan ini tepat di bawah Qubah Masjid yang besar melingkar. Angin yang berhembus sepoi dan menghantam tembok batu marmer granit Masjid menambah sejuknya suasana jiwa dan raga ini. Sebelum terlelap aku berkesimpulan, semua manusia menghadapi ujian dan masalah. Dan tak terasa sukmaku melayang bersama kedamaian hati terlelap nikmat di Masjid Istiqlal.

Usai istirahat sejenak di Masjid Istiqlal, jiwa dan raga ini serasa segar dan tegar dalam menghadapi kerasnya kehidupan.
Dan akupun mengayun langkah pasti bersama doa....